Home / Pernikahan / Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua: Chapter 21 - Chapter 30

41 Chapters

21. Talak Setelah Akad

Semua mata tertuju pada Brama yang tengah menatap sosok bocah kecil di hadapannya dengan pandangan nyalang, seolah anak lelaki itu adalah musuh besar baginya. Tak ada raut ketakutan di wajah Fadil, anak lelaki itu membalas tatapan pria seusia kakeknya dengan pandangan datar dan sebuah senyum miring. Sedangkan Rizal masih bergeming, rasa bimbang merajai hati. Sejujurnya, lelaki itu tak tega melihat sang anak yang tengah dibentak oleh ayah mertuanya. Namun, jika Rizal membela pasti Brama akan murka dan membuatnya menjadi gelandangan. Pada akhirnya, lelaki itu memilih untuk diam dan hanya menonton semua adegan yang terjadi di depan mata.Jihan menghela napas, berusaha menahan emosi karena ia sudah berniat jika harus membalas Rizal dengan cara elegan. Wanita cantik itu memajukan langkah, berdiri di samping sang anak dengan seuntai senyum tipis."Apa Bapak ingin tahu siapa anak ini? Jika iya, maka saya akan menjelaskan," ujar Jihan, sesekali ekor matanya melirik ke arah sang suami yang nam
Read more

22. Tatapan Kagum

Suara Brama menggelegar memenuhi lokasi acara, lelaki itu dengan lantang meminta Jihan untuk berhenti melangkah. Mau tak mau, Jihan harus menghentikan langkah kakinya. Wanita itu mendesah kasar kemudian menoleh ke arah lelaki yang kini telah resmi menjadi mertua dari Rizal."Ada apa, Pak Brama?" Suara Jihan begitu lembut, senyuman manis tak pernah terlepas dari bibirnya. Berusaha menunjukan pada semua orang jika ia sedang baik-baik saja.Brama mulai mengayun langkah kaki. Mendekati sepasang ibu dan anak yang berdiri di dekat pintu. Ada satu hal yang harus ia ucapkan pada Jihan. Atau mungkin ini termasuk salah satu penawaran."Siapa namamu?" tanya Brama pada wanita yang baru saja mendapat talak dari sang suami."Apakah menantu Bapak tak pernah menyebut nama saya?" Jihan tersenyum miring sembari menaikkan sebelah alis."Jika tidak, maka saya akan memperkenalkan diri. Nama saya Jihan, Pak," lanjutnya kemudian.Brama mengulas senyum kagum, ia tak menyangka jika orang kampung seperti Jihan
Read more

23. Jangan Menjatuhkan Dirimu

Mobil yang dikemudikan oleh Anjas mulai melaju. Hening, tak ada perkacapan di antara mereka. Padahal, Jihan tengah menunggu pemuda di sampingnya untuk menjawab rasa penasaranya tadi. Tanpa disadari oleh Jihan, Anjas telah membelokan mobilnya menuju sebuah restoran. Mobil telah terpakir, Jihan pun tersadar dari lamunan. Pandangan wanita itu menelisik ke sekitar, mencoba mencari tahu di mana ia berada sekarang. "Lho, Njas. Kok kita malah ke sini?" Kedua alis Jihan saling bertaut kala ia menyadari tengah berada di sebuah restoran.Anjas mengulas senyum, menatap sepasang ibu dan anak secara bergantian, "Sudah waktunya makan siang, aku lihat tadi kamu nggak makan sama sekali. Aku juga nggak sempat makan. Jadi lebih baik sekarang kita makan dulu, ayo turun. Aku traktir."Anjas keluar dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Jihan kemudian Fadil. Lelaki itu berjalan di depan bersama Fadil yang berada di dalam gendongan, ia tahu jika perasaan anak didiknya sekarang sedang tidak baik-baij saja
Read more

24. Kodrat Seorang Perempuan

Malam telah berkunjung, mengantar hawa dingin dan terang cahaya gemintang yang menghias pekatnya langit. Sepasang pengantin baru tengah menikmati makan malam bersama keluarga besar."Saya permisi, ada pekerjaan yang harus saya selesaikan di kamar. Oh ya Indri, besok kamu dan Rizal sudah bisa langsung menempati rumah baru," ujar Brama, kemudian berlalu tanpa pamit pada sang besan, lelaki paruh baya itu pergi begitu saja setelah selesai mengisi perutnya.Mata Bu Inggar dan Indri berbinar mendengar kata "rumah baru". Sejuta angan terbayang di benak mereka. Hidup mewah dan bergelimang harta, cukup duduk manis semua akan disediakan oleh Indri. Rizal menoleh, memastikan jika ayah mertuanya telah menjauh, ada sesuatu yang ingin ia tanyakan pada sang ibu dan kakak perempuannya."Ibu, Mbak Rindi." Panggilan Rizal membuat kedua wanita beda generasi itu mendongak. "Ada apa, Zal. Pasti kamu mau menyuruh Ibu dan Mbak Rindi berkemas untuk ikut pindah ke rumah baru kalian kan?" Bu Inggar berucap ta
Read more

25. Tragedi Malam Pertama

Suara ranjang yang roboh bersamaan dengan jatuhnya tubuh Rizal dan Indri. Wajah lelaki itu nampak pias dengan mata terpejam, menahan rasa sakit luar biasa pada pinggangnya. Apalagi sang istri masih menindih tubuhnya dan seolah tak ingin beranjak dari sana."I-Indri, aku tidak bisa berna-pas." Rizal terbata, hampir saja ia pingsan jika sang istri tak buru-buru beranjak dari posisinya."Ya ampun, Mas Rizal. Kenapa kamu ada di situ? Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Indri tanpa rasa bersalah, padahal nyaris saja sang suami berpindah alam karena tertimpa tubuh besarnya.Rizal mendengus, berusaha untuk berdiri meskipun terlihat kepayahan. Bahkan Indri sama sekali tak berbiat untuk membantu, "Ya karena kamu terlalu semangat bergoyang, sampai ranjang semewah ini saja bisa roboh akibat terkena badai goyanganmu."Wanita bertubuh gemuk itu tersipu, pipinya merona karena ucapan sang suami. Indri hendak menarik tubuh sang suami ke arah sofa saat terdengar suara pintu yang diketuk tanpa henti. Seolah
Read more

26. Penyesalan

Jihan, aku benar-benar bodoh sudah melepaskan kamu. Aku menyesal sudah menikah dengan wanita macam Indri. Aku ingin kembali padamu, Jihan.Pesan itu ditulis oleh Rizal melalui aplikasi whatsapp. Jihan sama sekali tak berniat untuk membalasnya, wanita itu lebih memilih untuk memblokir nomor Rizal kemudian menyimpan benda pintar miliknya di atas nakas. Ia yakin, saat ini kehidupan Rizal sedang tidak baik-baik saja. Sepuluh tahun bersama telah membuat Jihan cukup mengerti, bagaimana sikap Rizal jika sedang berada dalam masalah. Biarlah, biar saja lelaki itu menuai buah atas apa yang ia tanam selama ini."Selamat menikmati kehidupan barumu, Mas. Semoga kamu dan keluargamu bisa bahagia hidup bergelimang harta," oceh Jihan kemudian merebahkan diri di atas ranjang. Membuai diri dalam indahnya mimpi.*******Pagi telah datang berkunjung bersama cahaya mentari yang menembus masuk ke kamar Indri karena jendela telah dibuka oleh si empunya. Wanita itu melipat tangan di depan dada melihat sang su
Read more

27. Jadi Babu?

Rizal berdecak, ia sudah menduga jika sang istri akan meminta sesuatu yang membuatnya kesal. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa karena saat ini sedang ada Brama yang tengah memperhatikan mereka."Ada apa, Indri?" Sebelah alis Rizal terangkat, menatap sang istri dengan wajah datar."Tolong ambilkan sepatuku yang berwarna hitam di kamar ya, Mas," pinta Indri dengan nada yang ia buat selembut mungkin.Bu Inggar dan Rindi menghentikan langkah setelah mendengar permintaan Indri. Sepsang ibu dan anak itu saling melempar pandangan, merasa heran dengan kelakuan wanita bertubuh gemuk yang telah resmi menjadi istri Rizal. Hanya sekedar mengambil sepatu saja ia menyuruh Rizal."Baiklah, sebentar aku ambilkan." Rizal menuruti permintaan Indri karena kehadiran Brama, ia tak ingin membuat lelaki paruh baya itu berpikiran buruk dan membuat jatah uangnya macet.Dengan langkah gontai, Rizal berjalan ke kamar. Sepuluh menit kemudian lelaki itu kembali menghampiri Brama dan Indri yang sudah duduk di rua
Read more

28. Tawaran Brama

Kedua mata Jihan menyipit, menanti seseorang yang akan keluar dari mobil itu. Sejurus kemudian, seorang lelaki paruh baya dengan kacamata hitam menghias wajah turun dari mobil dengan membawa sebuah map berwarna merah di tangan. Langkah lelaki itu semakin dekat dengan tempat Jihan berdiri saat ini."Selamat siang Jihan. Apa kamu masih ingat dengan saya?" sapa Brama seraya melepaskan kacamata hitam yang menghiasi wajahnya.Dengan berani, Jihan membalas tatapan pria kaya itu."Selamat siang, Pak. Tentu saya ingat, Pak Brama 'kan? Papanya Indri," jawab Jihan sekenanya, ia terlalu malas untuk berbasa-basi dengan orang asing."Saya mau pesan satu seblak komplit level satu dan es jeruk," ucap Brama.Lelaki paruh baya itu langsung menghenyak di kursi panjang yang memang disediakan untuk pengunjung kedai milik Jihan. Duduk menyilangkan kaki sembari menunggu Jihan membuatkan pesananya."Ada perlu apa Bapak ke sini? Bapak bisa sampaikan langsung tanpa harus memaksakan diri untuk makan di kedai s
Read more

29. Rumah Baru

"Ji-Jihan, pikirkan tawaran saya tadi matang-matang. Sekarang saya permisi karena ada urusan penting." Brama berucap dengan suara terbata dan berlari menuju ke arah mobilnya.Seketika, Jihan dapat menghembuskan napas lega setelah mobil milik Brama keluar dari pekarangan rumahnya."Mbak Jihan, tidak apa-apa?" tanya seorang pekerja yang masih berdiri di hadapan Jihan, memastikan jika kondisi wanita muda itu baik-baik saja."Tidak apa-apa, Pak. Ini, untuk Bapak dan teman-teman." Jihan mengulurkan sebuah kantong kresek berisi cemilan yang telah dibeli oleh Anjas."Makasih, Mbak Jihan. Kami permisi kembali bekerja." Jihan segera mengangguk mengiakan.***Rizal dan Indri baru saja sampai di rumah baru yang akan mereka tempati, sebuah rumah mewah dua lantai bernuansa putih dengan halaman luas dan pagar besi yang menjulang tinggi.Mata Rindi dan Bu Inggar berbinar melihat tempat tinggal baru mereka. Keduanya sudah membayangkan akan hidup mewah dan nyaman di rumah ini."Wah, Indri. Rumah ini b
Read more

30. Neraka di Rumah Menantu

"Indri, ini kenapa kita malah ke belakang begini. Bukankah kamar tamu ada di depan?" Suara bariton Rizal berhasil menghentikan langkah sang istri.Indri menoleh dan menatap tajam ke arah sang suami."Di depan itu kamar tamu, jadi fungsinya ya untuk tamu. Kalau mereka ini 'kan bukan tamu, hanya sekedar menumpang di sini." Indri melirik ipar dan mertuanya menggunakan ekor mata kemudian kembali mengayun langkah kaki.Langkah Indri baru berhenti kala tiba di depan dua kamar yang berada di dekat dapur. Wanita gemuk itu segera membuka kedua pintu kamar sekaligus, menampakan dua ruangan sempit tanpa ventilasi udara. Kasur lantai dan sebuah lemari kecil berada di dalamnya, tanpa kipas angin apalagi AC. Tak terbayangkan bagaimana rasanya jika tidur di sana."Ini kamar kalian, silakan bersihkan dan beristirahat. Kalian bisa pakai kamar mandi yang berada di dapur." Indri menyeringai kala melihat ekspresi keterkejutan dari dua orang keluarga Rizal itu."Tante, kok kamarnya kecil begini. Kamar Put
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status