Beranda / Pernikahan / Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua / 23. Jangan Menjatuhkan Dirimu

Share

23. Jangan Menjatuhkan Dirimu

Penulis: Irma.N
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mobil yang dikemudikan oleh Anjas mulai melaju. Hening, tak ada perkacapan di antara mereka. Padahal, Jihan tengah menunggu pemuda di sampingnya untuk menjawab rasa penasaranya tadi. Tanpa disadari oleh Jihan, Anjas telah membelokan mobilnya menuju sebuah restoran. Mobil telah terpakir, Jihan pun tersadar dari lamunan. Pandangan wanita itu menelisik ke sekitar, mencoba mencari tahu di mana ia berada sekarang.

"Lho, Njas. Kok kita malah ke sini?" Kedua alis Jihan saling bertaut kala ia menyadari tengah berada di sebuah restoran.

Anjas mengulas senyum, menatap sepasang ibu dan anak secara bergantian, "Sudah waktunya makan siang, aku lihat tadi kamu nggak makan sama sekali. Aku juga nggak sempat makan. Jadi lebih baik sekarang kita makan dulu, ayo turun. Aku traktir."

Anjas keluar dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Jihan kemudian Fadil. Lelaki itu berjalan di depan bersama Fadil yang berada di dalam gendongan, ia tahu jika perasaan anak didiknya sekarang sedang tidak baik-baij saja
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
jangan ikut jd jht jihan hanya ingin bls dndam sm mereka, biar Tuhan yg akan membalas perbuatan mereka yg sdh dz0lim sm km dan Fadil
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   24. Kodrat Seorang Perempuan

    Malam telah berkunjung, mengantar hawa dingin dan terang cahaya gemintang yang menghias pekatnya langit. Sepasang pengantin baru tengah menikmati makan malam bersama keluarga besar."Saya permisi, ada pekerjaan yang harus saya selesaikan di kamar. Oh ya Indri, besok kamu dan Rizal sudah bisa langsung menempati rumah baru," ujar Brama, kemudian berlalu tanpa pamit pada sang besan, lelaki paruh baya itu pergi begitu saja setelah selesai mengisi perutnya.Mata Bu Inggar dan Indri berbinar mendengar kata "rumah baru". Sejuta angan terbayang di benak mereka. Hidup mewah dan bergelimang harta, cukup duduk manis semua akan disediakan oleh Indri. Rizal menoleh, memastikan jika ayah mertuanya telah menjauh, ada sesuatu yang ingin ia tanyakan pada sang ibu dan kakak perempuannya."Ibu, Mbak Rindi." Panggilan Rizal membuat kedua wanita beda generasi itu mendongak. "Ada apa, Zal. Pasti kamu mau menyuruh Ibu dan Mbak Rindi berkemas untuk ikut pindah ke rumah baru kalian kan?" Bu Inggar berucap ta

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   25. Tragedi Malam Pertama

    Suara ranjang yang roboh bersamaan dengan jatuhnya tubuh Rizal dan Indri. Wajah lelaki itu nampak pias dengan mata terpejam, menahan rasa sakit luar biasa pada pinggangnya. Apalagi sang istri masih menindih tubuhnya dan seolah tak ingin beranjak dari sana."I-Indri, aku tidak bisa berna-pas." Rizal terbata, hampir saja ia pingsan jika sang istri tak buru-buru beranjak dari posisinya."Ya ampun, Mas Rizal. Kenapa kamu ada di situ? Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Indri tanpa rasa bersalah, padahal nyaris saja sang suami berpindah alam karena tertimpa tubuh besarnya.Rizal mendengus, berusaha untuk berdiri meskipun terlihat kepayahan. Bahkan Indri sama sekali tak berbiat untuk membantu, "Ya karena kamu terlalu semangat bergoyang, sampai ranjang semewah ini saja bisa roboh akibat terkena badai goyanganmu."Wanita bertubuh gemuk itu tersipu, pipinya merona karena ucapan sang suami. Indri hendak menarik tubuh sang suami ke arah sofa saat terdengar suara pintu yang diketuk tanpa henti. Seolah

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   26. Penyesalan

    Jihan, aku benar-benar bodoh sudah melepaskan kamu. Aku menyesal sudah menikah dengan wanita macam Indri. Aku ingin kembali padamu, Jihan.Pesan itu ditulis oleh Rizal melalui aplikasi whatsapp. Jihan sama sekali tak berniat untuk membalasnya, wanita itu lebih memilih untuk memblokir nomor Rizal kemudian menyimpan benda pintar miliknya di atas nakas. Ia yakin, saat ini kehidupan Rizal sedang tidak baik-baik saja. Sepuluh tahun bersama telah membuat Jihan cukup mengerti, bagaimana sikap Rizal jika sedang berada dalam masalah. Biarlah, biar saja lelaki itu menuai buah atas apa yang ia tanam selama ini."Selamat menikmati kehidupan barumu, Mas. Semoga kamu dan keluargamu bisa bahagia hidup bergelimang harta," oceh Jihan kemudian merebahkan diri di atas ranjang. Membuai diri dalam indahnya mimpi.*******Pagi telah datang berkunjung bersama cahaya mentari yang menembus masuk ke kamar Indri karena jendela telah dibuka oleh si empunya. Wanita itu melipat tangan di depan dada melihat sang su

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   27. Jadi Babu?

    Rizal berdecak, ia sudah menduga jika sang istri akan meminta sesuatu yang membuatnya kesal. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa karena saat ini sedang ada Brama yang tengah memperhatikan mereka."Ada apa, Indri?" Sebelah alis Rizal terangkat, menatap sang istri dengan wajah datar."Tolong ambilkan sepatuku yang berwarna hitam di kamar ya, Mas," pinta Indri dengan nada yang ia buat selembut mungkin.Bu Inggar dan Rindi menghentikan langkah setelah mendengar permintaan Indri. Sepsang ibu dan anak itu saling melempar pandangan, merasa heran dengan kelakuan wanita bertubuh gemuk yang telah resmi menjadi istri Rizal. Hanya sekedar mengambil sepatu saja ia menyuruh Rizal."Baiklah, sebentar aku ambilkan." Rizal menuruti permintaan Indri karena kehadiran Brama, ia tak ingin membuat lelaki paruh baya itu berpikiran buruk dan membuat jatah uangnya macet.Dengan langkah gontai, Rizal berjalan ke kamar. Sepuluh menit kemudian lelaki itu kembali menghampiri Brama dan Indri yang sudah duduk di rua

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   28. Tawaran Brama

    Kedua mata Jihan menyipit, menanti seseorang yang akan keluar dari mobil itu. Sejurus kemudian, seorang lelaki paruh baya dengan kacamata hitam menghias wajah turun dari mobil dengan membawa sebuah map berwarna merah di tangan. Langkah lelaki itu semakin dekat dengan tempat Jihan berdiri saat ini."Selamat siang Jihan. Apa kamu masih ingat dengan saya?" sapa Brama seraya melepaskan kacamata hitam yang menghiasi wajahnya.Dengan berani, Jihan membalas tatapan pria kaya itu."Selamat siang, Pak. Tentu saya ingat, Pak Brama 'kan? Papanya Indri," jawab Jihan sekenanya, ia terlalu malas untuk berbasa-basi dengan orang asing."Saya mau pesan satu seblak komplit level satu dan es jeruk," ucap Brama.Lelaki paruh baya itu langsung menghenyak di kursi panjang yang memang disediakan untuk pengunjung kedai milik Jihan. Duduk menyilangkan kaki sembari menunggu Jihan membuatkan pesananya."Ada perlu apa Bapak ke sini? Bapak bisa sampaikan langsung tanpa harus memaksakan diri untuk makan di kedai s

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   29. Rumah Baru

    "Ji-Jihan, pikirkan tawaran saya tadi matang-matang. Sekarang saya permisi karena ada urusan penting." Brama berucap dengan suara terbata dan berlari menuju ke arah mobilnya.Seketika, Jihan dapat menghembuskan napas lega setelah mobil milik Brama keluar dari pekarangan rumahnya."Mbak Jihan, tidak apa-apa?" tanya seorang pekerja yang masih berdiri di hadapan Jihan, memastikan jika kondisi wanita muda itu baik-baik saja."Tidak apa-apa, Pak. Ini, untuk Bapak dan teman-teman." Jihan mengulurkan sebuah kantong kresek berisi cemilan yang telah dibeli oleh Anjas."Makasih, Mbak Jihan. Kami permisi kembali bekerja." Jihan segera mengangguk mengiakan.***Rizal dan Indri baru saja sampai di rumah baru yang akan mereka tempati, sebuah rumah mewah dua lantai bernuansa putih dengan halaman luas dan pagar besi yang menjulang tinggi.Mata Rindi dan Bu Inggar berbinar melihat tempat tinggal baru mereka. Keduanya sudah membayangkan akan hidup mewah dan nyaman di rumah ini."Wah, Indri. Rumah ini b

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   30. Neraka di Rumah Menantu

    "Indri, ini kenapa kita malah ke belakang begini. Bukankah kamar tamu ada di depan?" Suara bariton Rizal berhasil menghentikan langkah sang istri.Indri menoleh dan menatap tajam ke arah sang suami."Di depan itu kamar tamu, jadi fungsinya ya untuk tamu. Kalau mereka ini 'kan bukan tamu, hanya sekedar menumpang di sini." Indri melirik ipar dan mertuanya menggunakan ekor mata kemudian kembali mengayun langkah kaki.Langkah Indri baru berhenti kala tiba di depan dua kamar yang berada di dekat dapur. Wanita gemuk itu segera membuka kedua pintu kamar sekaligus, menampakan dua ruangan sempit tanpa ventilasi udara. Kasur lantai dan sebuah lemari kecil berada di dalamnya, tanpa kipas angin apalagi AC. Tak terbayangkan bagaimana rasanya jika tidur di sana."Ini kamar kalian, silakan bersihkan dan beristirahat. Kalian bisa pakai kamar mandi yang berada di dapur." Indri menyeringai kala melihat ekspresi keterkejutan dari dua orang keluarga Rizal itu."Tante, kok kamarnya kecil begini. Kamar Put

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   31. Karma

    Bu Inggar masih tergugu sembari menatap bungkusan nasi dengan bau menyengat di hadapanya, sedangkan Rindi masih sibuk untuk menenangkan putrinya yang sedari tadi terus menangis dan merengek ingin pulang."Ma, Putri lapar. Mau makan," rengek bocah kecil itu di sela-sela tangisan."Nasinya sudah basi, Rin. Nggak mungkin kita makan, apalagi kasih ke Putri. Bisa sakit perut dia nanti." Bu Inggar berucap dengan lesu.Rindi tak menjawab, fokusnya tertuju pada pada isi piring Rizal yang masih tersisa setengah. Tanpa meminta persetujuan Bu Inggar, Rindi mendudukkan Putri di salah satu kursi kemudian menyambar piring yang tadi ditinggalkan oleh sang adik."Lhoh, Rin. Itu 'kan punya Rizal, kalau Indri marah bagaimana?" ujar Bu Inggar setelah melihat apa yang dilakukan oleh anak sulungnya."Rindi nggak peduli, Bu. Yang penting Putri bisa makan, nanti setelah Putri selesai makan kita minta antarkan Rizal untuk pulang ke rumah lama. Daripada di sini kita diperlakukan seperti babu," cerocos Rindi,

Bab terbaru

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   41. Berita Duka

    Rizal kembali menyimpan benda pipih berbentuk persegi panjang itu ke dalam saku setelah mengakhiri panggilan tersebut. Wajahnya datar, menatap wajah-wajah tegang yang terpampang di hadapannya tanpa ada satu kata pun terucap dari bibir."Zal, siapa yang telepon barusan? Siapa yang meninggal?" tanya Bu Inggar dengan wajah penasaran."Indri dan Papanya kecelakaan, Bu. Dan ... mereka meninggal dunia di tempat.""ALHAMDULILLAH," seru Rindi dan Bu Inggar secara bersamaan.Rizal menggaruk bagian belakang kepalanya dengan kening mengernyit melihat tingkah Ibu dan kakaknya yang aneh menurutnya."Kok kalian malah ngucap syukur? Ini berita duka lho, Mbak, Bu. Indri dan papanya meninggal!" Rizal menautkan kedua alisnya penuh tanya, ia mengulangi kalimatnya tadi.Dua wanita beda generasi itu terkekeh, kemudian saling melempar pandangan. Bu Inggar meminta Rindi memberikan penjelasan kepada Rizal melakui kontak mata."Zal, kamu kalau lemot jangan kebangetan. Kita 'kan sama-sama tahu kalau Indri dan

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   40. Kedatangan Indri dan Brama

    Rizal melangkah masuk ke dalam rumah dengan hati berdebar sekaligus perasaan bahagia. Setidaknya, meski ia tak sungguh-sungguh mencintai Indri. Namun, satu masalah hidupnya akan beres jika Indri tak jadi meminta cerai. Ia tak perlu pusing memikirkan biaya hidupnya sehari-hari karena bisa menumpang hidup kepada wanita kaya raya bertubuh gemuk itu.Ayunan tungkai Rizal semakin mendekat ke ambang pintu, senyum mengembang di bibir. Namun, senyum itu seketika musnah kala mendengar isak tangis sang ibu.Rizal buru-buru membuka pintu. Di sofa, Indri duduk bersebelahan dengan Brama. Sedangkan Bu Inggar dan Rindi duduk di seberang meja dengan kepala menunduk. Air mata berderai membasahi pipi sepasang ibu dan anak itu."Ada apa ini? Kenapa Ibu dan Mbak Rindi menangis?" tanya Rizal dengan wajah bingung.Bu Inggar menhampiri sang putra dan menuntunnya untuk ikut duduk di sofa."Pak Brama dan Indri datang kemari untuk mengambil BPKB mobil kamu, Zal," ucap Bu Inggar di tengah-tengah isakan.Rizal m

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   39. Rujuk 2

    Jihan urung untuk melanjutkan kalimat, ia merasa jika perasaanya mulai terombang-ambing. Keraguan menyelimuti hati. Di satu sisi, ia tak ingin lagi disakiti oleh Rizal dan keluarganya. Namun di sisi lain, ada Fadil yang juga membutuhkan sosok seorang ayah, dan di sudut hati yang paling dalam, masih ada sedikit rasa untuk lelaki di yang duduk di depannya saat ini."Bagaimana, Jihan? Kamu mau 'kan kembali rujuk denganku? Demi kebahagiaan anak kita, pasti Fadil sangat sedih melihat kita berpisah seperti ini!" Rizal kembali mendesak Jihan untuk memberikannya jawaban.Jihan kembali menatap Rizal dengan pandangan tajam penuh keraguan. Ia masih tak percaya jika Rizal bisa berubah secepat ini."Apa sebenarnya tujuan kamu ngajak aku rujuk, Mas?" tanya Jihan."Aku nggak ada maksud lain, Jihan. Aku benar-benar sudah berubah, aku mohon kamu percaya sama aku ya?" Rizal menangkupkan kedua tangannya di depan wajah.Jihan terdiam sejenak, menghirup napas panjang kemudian menghembuskanya secara perlah

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   38. Rujuk

    Rindi duduk di meja makan, menyuapi Putri sembari memperhatukan wajah Rizal yang tampak sedih dan terpuruk. Ia tahu bahwa Rizal masih mencintai Jihan, mantan istri yang sudah ia sia-siakan hanya demi mengejar harta."Mbak, jadi solusi apa yang mau Mbak Rindi kasih ke aku?" tanya Rizal setelah isi piringnya tandas."Zal, aku tahu kamu masih mencintai Jihan. Sekarang dia sudah mulai sukses, penampilanya juga jauh lebih cantik dibanding saat masih menjadi istrimu dahulu," ujar Rindi dengan wajah serius.Kening Rizal mengernyit tajam, ia tak paham dengan tujuan Rindi yang sebenarnya."Maksud, Mbak Rindi?" tanya Rizal dengan dua alis yang saling bertaut."Bagaimana jika kamu minta rujuk saja sama Jihan? Aku yakin dia pasti masih mau rujuk sama kamu kalau tahu Indri sudah meminta cerai. Kalau kalian kembali bersama, kamu bisa kembali hidup enak, termasuk Mbak dan Ibu juga. Nggak perlu capek-capek jual gorengan begini, kamu juga nggak perlu pusing nyari kerja lagi." Rindi mengutarakan ide ko

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   37. Hancur

    Mata Rizal mengembun, menahan bulir bening yang mendesak di sudut mata. Dadanya terasa sesak seperti dihimpit beban berat. Ingin rasanya menangis sepuasnya, akan tetapi sebagai seorang lelaki tentu ia merasa malu jika terlihat lemah meski di hadapan keluarganya sendiri."Rizal, kamu kenapa? Ada masalah? Indri mana? Kenapa kamu ke sini sendirian?" cecar Rindi yang penasaran karena melihat mata sang adik memerah akibat menahan tangis."Aku diusir sama Indri, Mbak. Dia ingin menceraikan aku, dan aku juga sudah dipecat dari perusahaan, aku hancur! Aku balik lagi jadi gembel sekarang, Mbak!" Suara nyaring Rizal memenuhi seluruh sudut ruangan. Terlihat jelas jika lelaki itu tengah berada di titik terendahnya. Karir yang ia bangun kini hancur, kehidupan rumah tangganya pun berantakan.Mulut Bu Inggar menganga, bola matanya melotot seolah ingin keluar dari tempatnya. Tak percaya dengan apa yang baru saja disampaikan oleh sang putra. Pernikahan Rizal dan Indri yang baru seumur jagung sudah be

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   36. Kedatangan Benalu

    Bu Inggar mengikuti ke mana arah jari telunjuk putrinya tertuju, wanita itu membulatkan mata setelah melihat apa yang tengah dilakukan oleh sang mantan menantu di depan sana."Benar-benar kurang ajar itu Jihan. Ayo kita ke sana sekarang." Bu Inggar melangkah tergesa, menghampiri Jihan yang baru saja selesai memotong pita dan mempersilakan seluruh pengunjung untuk masuk ke dalam caffe."Heh, Jihan. Kurang ajar, jadi selama ini kamu makan uang Rizal dan sekarang kamu gunakan untuk buka bisnis caffe ini setelah kalian cerai? Tega kamu senang-senang dia atas penderitaan saya yang hidup serba kekurangan sekarang," tuduh Bu Inggar dengan suara lantang.Para pengunjung caffe saling berbisik, ada yang sebagian langsung percaya dengan ucapan Bu Inggar. Namun, lebih banyak yang lebih percaya kepada Jihan karena sudah tahu bagaimana perjalanan hidup wanita muda itu sampai bisa seperti sekarang ini.Kedua alis Jihan saling bertaut mendengar tuduhan yang baru saja dilontarkan oleh mantan ibu mertu

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   35. Tamu Tak Diundang

    Jihan mengernyitkan keningnya, ia tak ingat jika hari ini ada janji dengan seseorang. Dengan malas, janda muda itu mengarahkan pandangan menuju ke teras, tempat di mana seorang pria paruh baya mengenakan setelan jas tengah duduk menopang kaki sembari memainkan ponsel mewah keluaran terbaru."Pak Brama, mau apa lagi sih dia datang ke sini? Pasti mau bikin masalah!" gerutu Jihan setelah mengetahui siapa tamunya.Wanita itu turun dari mobil dan menghampiri sang tamu yang belum menyadari kedatanganya karena terlalu asyik bermain ponsel."Mau apa lagi Bapak datang ke rumah saya?" tanya Jihan tanpa menyapa lelaki itu terlebih dahulu.Brama mendongak, menatap Jihan kemudian menyunggingkan sebuah senyuman."Saya ingin bertemu dengan cucu saya," jawab Brama dengan begitu santai.Kedua alis Jihan saling bertaut setelah mendengar pernyataan lelaki tua itu."Cucu? Memangnya siapa cucu Bapak? Saya rasa, cucu Anda tidak ada di sini," ucap Jihan ketus.Di halaman depan, Anjas baru saja turun dari mo

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   34. Aku Bukan Yang Dulu

    Mata Anjas dan Rizal membelalak sempurna kala melihat Jihan yang menepis tangan Indri dengan begitu kasar dan mendaratkan tamparan keras di pipi wanita bertubuh gemuk tersebut."Jihan, apa-apaan kamu!" Rizal segera menarik tubuh Indri dan memeluknya, ia tak ingin keadaan semakin kacau.Jihan tersenyum miring seraya menepuk-nepuk tanganya sendiri yang seolah terkena kotoran setelah menampar wajah Indri."Aku sama sekali tak berniat untuk berbuat kasar kepada istrimu, tapi dia yang memulai," balas Jihan kemudian."Tapi nggak seharusnya kamu menamparnya." Rizal masih berusaha membela sang istri."Lalu, aku harus berdiam diri dan membiarkan dia melukaiku? Maaf, aku bukan Jihan yang dulu, sekarang aku tak akan membiarkan seorang pun menggores luka di hidupku. Termasuk kamu!" Jihan menekan kalimatnya, kemudian menoleh ke arah Anjas yang masih terpaku menatapnya."Ayo kita pulang, Njas. Masih ada urusan kita yang lebih penting dibanding berdebat dengan manusia seperti mereka," tambahnya kemu

  • Semangkuk Soto Dari Ibu Mertua   33. Bebas

    Mentari mulai bersinar, menebar kehangatan di dunia bersama dengan embun pagi yang mulai menghilang di dedaunan. Hari yang ditunggu oleh Jihan telah tiba, ini adalah hari di mana ia harus pergi ke pengadilan agama untuk mengambil akta cerai sekaligus hari pembukaan caffe baru yang ia bangun dengan Anjas."Bunda, ayo keluar. Pak Anjas sudah menunggu di depan," ajak Fadil yang sudah berdiri di depan pintu. Bocah kecil itu tersenyum, memandangi penampilan sang ibu yang nampak begitu sempurna dengan balutan dress selutut berwarna hitam dan sepatu hak tinggi. Wajah ayu terpoles make up natural dan rambut lurus sepinggang yang ditata curly pada bagian ujungnya membuat penampilan jihan sangat memukau."Ayo, Sayang. Bunda dan Pak Anjas antar kamu ke sekolah dulu, nanti siang Pak Anjas yang jemput kamu untuk datang ke pembukaan caffe." Jihan menggandeng tangan sang putra untuk keluar kamar.Bocah kecil itu terdiam dengan dahi berkerut tajam, ada tanda tanya besar di benaknya karena hari ini A

DMCA.com Protection Status