Home / Romansa / Pelayan Dadakan Tuan Kejam / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Pelayan Dadakan Tuan Kejam: Chapter 41 - Chapter 50

88 Chapters

chapter 41

“Di mana istrimu?” tanya Ibu saat Gery sudah turun.Di ruang makan sudah tidak ada siapapun selain ibu dan Belva. Ibu juga sepertinya hendak pergi karena tampilannya terlihat rapi.“Dia masih tidur,” jawab Gery acuh.Wenda berdiri dan menghampiri Gery. “Jam segini istrimu masih tidur?”Gery mengerutkan dahi melihat reaksi sang ibu, sementara ibu sudah menggelengkan kepala dan berdecak.“Malas sekali istrimu, Gery?” lanjut Ibu lagi. “Lihat Belva, dia selalu bangun tepat waktu.”Gery melirik ke arah Belva sambil mendecih. “Memang betul! Dia bangun pagi, tapi cuma untuk sarapan.”Merasa sedang disindir, Belva lantas mencebik pelan dan mengepalkan kedua tangannya. Belva yang merasa marah, memilih beranjak pergi menuju kamarnya.“Apa yang kamu katakan?” ibu melotot. “Kau menyakiti Belva.”Gery tersenyum tipis. “Ibu ... apa yang sudah Belva katakan sampai ibu terhasut sejauh ini?”“Apa maksudmu?”“Ibu kan orang yang berpendidikan, tidakkah ibu bisa membedakan mana yang baik dan b
Read more

chapter 42

Dion dan Gery bertemu di sebuah restoran sekalian makan siang. Dion yang sedari tadi memperhatikan raut wajah Gery tak bersahabat, bisa mengira-ira kalau memang sedang ada masalah."Kenapa wajahmu ditekuk begitu?” tanya Dion.Makanan datang disaat Gery membuang napas karena pertanyaan Dion.“Kenapa?” tanya Dion lagi.Gery masih belum menjawab, tapi sedang sibuk mengaduk pasta di atas piring.Gery kali ini mengacungkan garpu ke arah Dion. “Katakan, apa kau yang memberitahu pada ayahku?”Dion menelan ludah. “Apa maksudmu?” Dion kemudian pura-pura tidak paham dengan pertanyaan Gery.“Jangan pura-pura tidak paham.” Gery mendecih lalu memasukkan satu suap pasta ke dalam mulut. “Kau kan yang bilang tentang Amora?”Dion meringis sambil garuk-garuk tengkuk. “Em, anu itu ... aku hanya ...”“Hanya apa?” salak Gery. “Berani-beraninya kau ember!”Dion mengabaikan makan siangnya dan lebih fokus menatap Gery. “Bukan begitu. Kau tahu kan, ayahmu sangat berkuasa. Dia mengancamku kalau ti
Read more

chapter 43

Saat keluar dari kamar mandi, sosok Amora sudah tidak ada. Gery melihat ke sekeliling, tapi memang tetap tidak ada Amora.“Di mana dia?” tanya Gery sambil melempar handuk yang ia gunakan untuk mengeringkan rambut ke sembarang tempat.Gery melirik jam dinding—sudah menunjukkan pukul tujuh malam—itu artinya mungkin Amora sedang bantu menyiapkan makan malam.“Malam, Bu,” sapa Amora saat melihat ibu mertuanya sedang menonton televisi.Wenda menoleh dan tersenyum. Sayangnya, senyuman itu bukanlah untuk Amora melainkan untuk Belva yang ternyata berdiri di belakangnya. Amora yang sempat tersenyum pun bergeser saat Belva dengan sengaja menyerempetnya.“Malam, Bu.” Belva sudah duduk di samping ibu mertuanya. Wanita itu sempat melirik ke arah Amora supaya Amora merasa iri.Tidak mau diambil hati, Amora membuang napas saat itu juga. Amora memutar badan dan pergi ke ruang makan. Toh niatnya Amora memang mau membantu menyiapkan makanan untuk sang suami.“Meskipun Gery tidak mungkin tertarik
Read more

chapter 44

Sampai di dalam kamar “Berhenti!” teriak Amora begitu tangan Gery mulai menelusup ke dalam bajunya. “Jangan lakukan ...” suaranya melambat.Gery yang terkejut spontan mundur. “Ada apa?”Amora mencengkram kerah bajunya dengan erat. “Jangan lakukan ...”“Apa ada masalah?” tanya Gery heran. “Semalam kau tidak menolak.”Memang. Amora akui malam itu sungguh nikmat dan Amora ingin lagi. Namun, mengingat siapa yang Gery cintai dan apa tujuan Gery menikahinya, Amora jadi ragu.“Kau masih menyangka aku menyukai Amora?” tanya Geri lagi.Gery membuang muka dan mendecih. “Harus kukatakan berapa kali?”Amora menggigit bibir dan tertegun. “Aku tidak tahu. Aku hanya takut. Kau kan tidak mencintaiku.”Kali ini Gery yang terdiam membisu. Gery tidak tahu dengan perasaannya sendiri. Mencintai Amora? Itu bukanlah tujuan Gery, tapi malam itu, Gery tidak bisa mengelak kalau sangat menikmati bersama Amora. Untuk Cinta? Gery sungguh tidak tahu.“Kau tidak bisa menjawab kan?” mata Amora nana
Read more

chapter 45

Semua orang sudah disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Amora juga hari ini akan disibukkan dengan urusan laundrynya bersama Lela.Amora kemudian beranjak turun setelah mencangklong tas di pundaknya. Tampilan sederhana, selalu menjadi kebiasaan untuk Amora. Cukup dengan bedak seadanya di tambah rambut panjang yang diikat tinggi, membuat siapa saja yang melihat Amora pasti akan kesemsem.“Kau mau kemana?” tanya Ibu saat Amora sampai di akhir anak tangga. Mata Wenda memandangi Amora mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Aku mau ke tempat laundry, Bu,” jawab Amora dengan seutas senyum.“Laundry?” kening Wenda berkerut. “Untuk apa? Di rumah kan ada pembantu, kau jangan buang-buang uang.”Amora tersenyum tipis sambil mencengkram selempang tas di depan dada. “Bukan begitu, Bu. Aku pergi ke tempat londryku sendiri. Tempat usahaku dengan teman.”Wenda membulatkan mulut sebelum kembali bicara. “Ikut ibu sebentar.” Tiba-tiba Wenda menarik lengan Amora.Amora yang bingung hanya
Read more

chapter 46

Andy menyuruh Putri pulang setelah selesai makan siang. Beralasan akan ada pertemuan dengan teman menyangkut mobil, Putri pun menurut saja. Setelah Putri pergi, Andy menyerahkan bengkel kepada karyawannya. Bohong kalau Andy tidak penasaran dengan apa yang dikatakan Belva.“Amora pasti sedang ada di tempat loundry,” kata Andy sambil memakai sabuk pengaman. “Aku harus ke sana.”Mungkin ini bukan urusan Andy lagi, tapi mengingat kata balas dendam, Andy merasa khawatir dengan keadaan Amora. Pikir Andy, semua ini pasti ada sangkut pautnya tentang kebebasan ayah Amora beberapa bulan yang lalu.“Hari ini banyak ya,” kata Lela saat sedang mengepak baju yang sudah bersih. “Aku sampai kelelahan.”Amora yang sibuk menyetrika melempar senyum. “Lumayan. Setidaknya uang bayaranmu akan nambah.”Keduanya tertawa.“Em, Amora,” panggil Lela setelah itu.“Hm.”“Aku beberapa kali mendengar percakapan dari beberapa orang mengenai pernikahanmu.”“Kenapa dengan pernikahanku?” tanya Amora.Suasana
Read more

chapter 47

Amora dibuat terheran-heran lagi oleh Gery. Amora bingung karena mobil melaju bukan ke arah jalan pulang melainkan entah kemana. Mobil masuk ke sebuah parkiran gedung tinggi sebuah apartemen.“Kenapa kesini?” tanya Amora. Kepalanya mendongak dari balik kaca mobil.“Jangan banyak tanya. Turun saja, cepat!” hardik Gery.Mereka berdua sudah turun. Gery yang tidak sabar melihat Amora yang lambat dan masih terlihat bingung, segera menarik dan mengajak masuk.“I-ini di mana? Kenapa kesini?” Amora bertanya lagi. Saat Gery menarik lengannya, bahkan Amora sempat mengerem langkah kakinya.Bukan bermaksud menolak, tapi Amora hanya takut Gery akan melakukan hal buruk padanya.“Jangan banyak tanya,” sergah Gery. Gery masih menggenggam erat pergelangan tangan Amora.Menahan rasa takut, Amora akhirnya diam dan menurut saja. Selesai berjalan melewati lorong utama, mereka berdiri di depan pintu lift. Amora yang masih was-was, terlihat tengok kanan kiri sambil menunggu pintu lift terbuka.Ting
Read more

chapter 48

Lagi-lagi Amora merasakan ada sesuatu benda berat tengah menindihnya. Ini tidak jauh berbeda dengan waktu itu. Amora mengerjap-kerjapkan matanya supaya bisa melihat apa yang membuat tubuhnya sedikit terasa sesak.“Ini kan?” mata Amora membola dan refleks mengatupkan bibir dengan satu tangan.“Kenapa aku bisa ada di sini?” Amora bertanya-tanya di dalam hati.Mulai merasa tidak nyaman, Amora perlahan mencoba menggeser tubuhnya dan mengangkat lengan kekar yang tengah melingkar di perutnya. Pelan dan benar-benar pelan, Amora tak ingin sampai sosok tampan yang masih dalam lelap itu terbangun.“Kau mau kemana?”“Eh!”Amora terkejut saat sosok yang masih mendekapnya bersuara. Embusan napas yang menyapu di bagian telinga terasa dingin dan menggelitik.Gery menarik napas lalu kembali mendekap erat tubuh Amora. “Masih pagi, temani aku tidur dulu.”“Ta-tapi ... semalam ...”“Ssst!” Gery menggelitik tengkuk Amora dengan desisannya. “Dibahas nanti saja.”Amora mengatupkan bibir membentu
Read more

chapter 49

Wajah keduanya terlihat bersinar ketika sampai di rumah. Dikarenakan hari ini Gery tidak berangkat kerja, jadi waktu untuk Amora lebih banyak.Saat baru saja turun dari mobil, mata keduanya bertemu kemudian saling pandang dan perlahan lempar senyum. Keduanya lantas saling dekat dan jalan beriringan.“Ada apa dengan mereka?” tanya Belva yang ternyata sudah berdiri di balik jendela kaca ruang tamu setelah mobil Gery masuk halaman.“Mereka seperti baru bulan madu saja,” ketus Belva lagi.Amora dan Gery melangkah hingga mendekat sampai ke teras. Tak mau sampai mereka tahu kalau sedang mengintip, Belva beranjak dan segera mendaratkan pantat di atas sofa ruang tamu.“Apa kalian sudah gila?” seloroh Belva begitu Gery dan Amora masuk.Gery dan Amora yang bingung terlihat saling pandang. Setelah itu, Gery meraih lengan Amora dan mengajaknya masuk ke dalam.“Menyebalkan sekali mereka?” decak Belva. “Kenapa mereka terlihat mesra?”Belva tertegun sambil memikirkan sesuatu. Di saat Belva m
Read more

chapter 50

Selesai dari makan malam dalam suara hening, Gery masuk ke kamar lebih dulu untuk mengantar Amora. Sampai di sana, Gery menyuruh Amora tidur lebih dulu.“Apa lama?” tanya Amora ragu-ragu. Kedua tangannya saling menggenggam dan menatap wajah Gery penuh harap.Gery mendekat dan tersenyum lalu mengusap pucuk kepala sang istri. “Tidak. Aku hanya ada perlu dengan Lina dan Dion.”Amora mengangguk percaya. Dan setelah memakai jaket hoodienya, Gery pun berlalu meninggalkan Amora.“Tidak apa-apa Amora ditinggal?” tanya Lina ketika sudah berada di dalam mobil bersama Gery.“Tidak,” sahut Gery yang sedang sibuk memakai sabuk pengaman. “Toh kalau kita ngobrol di rumah, banyak telinga yang mungkin akan dengar.”“Benar juga.”Selang beberapa menit keduanya pergi, Belva yang ternyata sedang menunggu kepergian mereka terlihat menyeringai. Satu tangannya mencengkeram tirai jendela lalu beranjak pergi.“Sedang apa kau?” kejut Theo.Belva yang kaget spontan mendaratkan satu tangan di dada dan b
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status