Wajah keduanya terlihat bersinar ketika sampai di rumah. Dikarenakan hari ini Gery tidak berangkat kerja, jadi waktu untuk Amora lebih banyak.Saat baru saja turun dari mobil, mata keduanya bertemu kemudian saling pandang dan perlahan lempar senyum. Keduanya lantas saling dekat dan jalan beriringan.“Ada apa dengan mereka?” tanya Belva yang ternyata sudah berdiri di balik jendela kaca ruang tamu setelah mobil Gery masuk halaman.“Mereka seperti baru bulan madu saja,” ketus Belva lagi.Amora dan Gery melangkah hingga mendekat sampai ke teras. Tak mau sampai mereka tahu kalau sedang mengintip, Belva beranjak dan segera mendaratkan pantat di atas sofa ruang tamu.“Apa kalian sudah gila?” seloroh Belva begitu Gery dan Amora masuk.Gery dan Amora yang bingung terlihat saling pandang. Setelah itu, Gery meraih lengan Amora dan mengajaknya masuk ke dalam.“Menyebalkan sekali mereka?” decak Belva. “Kenapa mereka terlihat mesra?”Belva tertegun sambil memikirkan sesuatu. Di saat Belva m
Selesai dari makan malam dalam suara hening, Gery masuk ke kamar lebih dulu untuk mengantar Amora. Sampai di sana, Gery menyuruh Amora tidur lebih dulu.“Apa lama?” tanya Amora ragu-ragu. Kedua tangannya saling menggenggam dan menatap wajah Gery penuh harap.Gery mendekat dan tersenyum lalu mengusap pucuk kepala sang istri. “Tidak. Aku hanya ada perlu dengan Lina dan Dion.”Amora mengangguk percaya. Dan setelah memakai jaket hoodienya, Gery pun berlalu meninggalkan Amora.“Tidak apa-apa Amora ditinggal?” tanya Lina ketika sudah berada di dalam mobil bersama Gery.“Tidak,” sahut Gery yang sedang sibuk memakai sabuk pengaman. “Toh kalau kita ngobrol di rumah, banyak telinga yang mungkin akan dengar.”“Benar juga.”Selang beberapa menit keduanya pergi, Belva yang ternyata sedang menunggu kepergian mereka terlihat menyeringai. Satu tangannya mencengkeram tirai jendela lalu beranjak pergi.“Sedang apa kau?” kejut Theo.Belva yang kaget spontan mendaratkan satu tangan di dada dan b
Rasa kantuk yang semula sudah tidak tertahankan, kini mendadak sirna berubah menjadi terjaga sempurna. Amora tidak lagi bisa berbaring dengan tenang apalagi sampai memejamkan mata. Bayang-bayang tentang rencana Gery, pikiran Amora jadi kacau.Dalam hal ini, sepertinya Belva telah berhasil menghasut Gery.“Kenapa aku jadi gelisah seperti ini?” Amora mengusap kasar wajahnya lalu kembali terduduk.Karena merasa kesal, Amora sampai menendang-nendangkan kakinya dibatas kasur membuat selimut sampai terjatuh di atas lantai.Amora ingin berteriak histeris, tapi sadar betul posisinya saat ini. Selain sedang berada di rumah mertua, Amora juga tahu bagaimana awal pernikahan ini.“Kenapa Aku takut? Bukankah dulu aku sudah bersiap-siap. Kenapa hatiku tidak rela. Ada apa dengan perasaanku?”Tidak terasa dada Amora terasa berkecamuk. Bola matanya nanar memandangi tanpa arah. Hanya tembok yang Amora pandang yang perlahan nampak kabur karena luapan air mata.Amora duduk di tepian ranjang dan
Rasa penasaran terus mendorong Gery untuk tetap duduk dan menunggu Amora keluar dari kamar mandi. Satu menit, dua menit sampai sepuluh menit, Gery sudah tidak sabar dan akhirnya bangkit.Gery pria yang tidak sabaran. Rasa penasaran sekaligus risih dengan sifat aneh Amora pagi ini, membuat Gery merasa tidak nyaman dan harus memastikan.“Amora!” panggil Gery sambil mengetuk pintu beberapa kali.Di dalam sana, Amora terjungkat. Wajahnya yang masih menatap pantulan dirinya sendiri dari cermin, berkedip beberapa kali sambil menarik ingus yang hampir keluar.“Amora!” sekali lagi Gery memanggil.Amora segera membasuh wajahnya lagi dan mengelapnya dengan handuk. “Jadi dia menungguku?” batin Amora.Cekleeeek ....Perlahan pintu terbuka dan sosok Amora muncul dari baliknya. “Maaf lama.”“Kemari kau!” Gery spontan meraih dan menarik lengan Amora. “Duduk!”Gery yang sudah tidak sabar lagi, menjatuhkan badan Amora—terduduk di tepi ranjang. Amora tetap diam dan menurut.“Ada apa denganmu?
Wajah Belva sudah terlihat sumringah, usai malam itu memanasi hati Amora. Belva sudah sangat yakin kalau Amora pasti akan sedikit menjauhi Gery.“Pagi ...” sapa Belva saat berbarengan keluar dari kamar masing-masing. Tidak ada Theo ataupun Amora. Mungkin belum bangun.Gery malas jika harus berurusan dengan Belva. Melihat wajahnya saja rasanya ingin berlari menjauh.“Apa Amora belum bangun?” tanya Belva lagi. Belva kini berjalan mendekat.“Belum,” jawab Gery sekenanya.Karena memang ingin mendekati Gery, Belva terus berjalan di samping Gery. Harusnya Belva sadar dari raut wajah Gery kalau tidak mau diganggu.“Kau mau sarapan kan?” tanya Belva lagi. “Sarapan saja bersamaku.”“Hm.” Gery tak menggubris.Mereka berdua sudah sampai di ruang makan. Di sana hanya ada ibu dan para pelayan. Ayah mungkin sudah berangkat atau justru masih di dalam kamar juga.“Pagi, sayang,” sapa Wenda pada Gery.“Pagi, Bu,” Gery duduk.“Pagi, Bu,” Belva ikut menyapa.“Pagi juga, sayang. Ayo kita maka
“Halo!” sapa Gery ketika sudah sampai di dalam kamar.Amora yang kala itu sedang berdiri di depan cermin, sedikit terlonjak kaget. Sisir yang sedang ia gunakan sampai terjatuh di atas lantai.Gery berjalan mendekat dan tertawa kecil. “Apa suaraku begitu mengerikan?”“Ti-tidak,” sahut Amora sambil berjongkok sesaat, kemudian berdiri lagi dan meletakkan sisir di tempatnya lagi.“Maaf, aku kesiangan.” Amora berbalik dan tertunduk.Seolah marah, Gery melengos dan duduk acuh di tepi ranjang. “Kau selalu kesiangan setelah bertempur malam.”“A-apa?” Amora ternganga dengan bola mata membesar. Hanya sesaat, karena setelah itu Amora berdehem pura-pura membuang muka. “Maaf.”“Untuk apa minta maaf,” kata Gery. “Kau sudah melakukan tugas sebagai istri.Amora masih berdiri sambil meremas-remas ujung bajunya yang terbuat dari bahan katun. “Semalam pasti sangat memalukan. Apa aku terlalu bersemangat?” batin Amora.“Hei!” Gery menjentikkan kedua jarinya hingga membuat Amora berkedip dari lamu
Sampai di rumah, semua orang sedang berkumpul di meja makan untuk makan malam. Amora yang merasa lapar, awalnya sudah memutar tumit untuk ikut bergabung, tapi Gery menyuruhnya langsung masuk ke kamar.“Kenapa kau tak ajak istrimu makan?” tanya ayah.“Dia tidak enak badan,” sahut Gery. Yang lain hanya diam memperhatikan.“Kalian berdua dari mana? Kenapa baru pulang?” timbruk Belva.Gery acuh. Dia sedang mengambil nasi dan beberapa lauk untuk di bawa ke kamar. Merasa pertanyaannya diabaikan, Belva terlihat mengeraskan rahang hingga giginya saling menekan.“Aku langsung ke kamar,” kata Gery sambil membawa sepiring makan malam.“Kalian tidak usah mengganggu mereka,” kata Ayah saat Gery sudah tidak terlihat.Merasa menjadi pusat utama yang ayah tatap, Theo dan Belva pura-pura diam saja.“Kalian kan sama-sama sudah menikah, urus saja kehidupan rumah tangga masing-masing.” Ayah berkata lagi.“Hei suamiku,” kata Wenda. “Apa maksudmu berkata begitu?” Wenda melirik putra dan menantunya
Pagi hari rumah terlihat gempar. Gery yang semalam harus melihat sang istri menangis, merasa tidak terima dan akan memberi peringatan pada pelakunya. Tepat pukul enam pagi, sebelum sang istri bangun, Gery sudah gembor-gembor turun ke lantai satu.Gery awalnya menggedor kamar Theo untuk mencari keberadaan Belva. Namun, setelah mendapat jawaban sedikit mengejutkan dari Theo, Gery segera beranjak turun ke lantai satu.“Dia tidak tidur bersamaku semalam,” kata Theo. “Aku malas dengannya.”Sambil menahan rasa emosi yang sudah meluap dari semalam, Gery juga merasa penasaran mengapa Theo dan Belva bisa bertengkar.Kalau mereka berdua yang bertengkar, lalu kenapa Amora yang menangis?Gery sudah sampai di lantai satu. Pandangannya mengedar ke setiap ruangan mencari sosok Belva. Berakhir di meja makan, Gery mendapati Belva tengah membantu ibu menyiapkan sarapan.Ini tidak nyata. Maksudnya, Belva hanya sedang mencari muka supaya ibu mertua semakin menyayanginya.“Pagi, Sayang,” sapa Wenda
Setelah kejadian sudah berlalu, kini Gery dan Amora memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Mereka berdua berlibur ke bali dengan tujuan menenangkan pikiran dan memadu kasih. Keduanya sadar betul, kalau dalam rumah tangga terkadang memang selalu memiliki masalah. Entah itu masalah yang ringan maupun berat sekalipun. Dan kini semua sudah usai. Nomor satu adalah saling percaya. "Kau suka?" tanya Gery pada Amora yang sedang begitu lahap memakan makanan laut. Dengan mulut penuh, Amora mengangguk. "Ini sangat enak." Gery tertawa kecil. Di sebuah restoran yang tidak jauh dari pantai, memang sangat cocok untuk menenangkan pikiran. Deburan ombak dan angin sepoi-sepoi yang terdengar, membuat suasana di sore hari begitu romantis. Selesai menyantap makanan, keduanya memutuskan untuk menuju bibir pantai. Berjalan menyusuri pasir yang basah, keduanya kini saling merangkul menunggu sang surya membenamkan diri untuk istirahat. "Aku senang karena semua sudah isai," kata Amora. Dua tanganny
Amora ingin marah dan pergi saja saat melihat adegan di dalam ponsel. Dadanya terasa terbakar dan ingin menangis. Namun, saat menoleh kearah Lina, Amora terpaksa tetap diam karena Lina menggenggam erat tangannya. Lina ingin Amora ada di sini sampai urusannya selesai.“Kau pikir dengan foto itu bisa membuktikan kalau Gery melakukan hal tak senonoh padamu?” cibir Lina. “Bagaimana mungkin ada orang yang mengambil gambar sedekat itu sementara kau dan Gery di sana? Ya, terkecuali kau sudah merencanakan dan menyuruh orang.”“Kau!” Belva melotot ke arah Belva.Menyadari Belva ketakutan, semakin membuat Lina ingin menyudutkannya. Wajah Belva yang mendadak gugup, juga membuat Wenda dan Abraham semakin yakin kalau Gery memang dijebak. Amora yang awalnya ingin sekali pergi, kini mulai penasaran dan ingin tahu kebenarannya.“Aku benar kan?” Lina tersenyum sambil mendengkus lirih.“Apanya yang benar!” salak Belva. “Apa kalian sedang mencoba mengeroyokku?” Belva bergantian menatap mereka semua
Amora hampir saja menjerit saat menyadari ada Gery di dalam mobil. Lina yang sudah mengira ini akan terjadi, segera menutup mulut Amora dengan telapak tangannya.“Tenang Amora,” pinta Lina.“Aku tidak bisa ikut,” kata Amora.Amora sudah hampir berbalik, tapi dengan cepat Lina menghalangi. “Kumohon Amora. Ikutlah dengan kami, kau harus tahu kebenarannya.”“Kau baik-baik saja Amora?” panggil Andy yang merasa curiga dengan keadaan di dalam mobil itu.Masih beruntung kaca mobil tidak terlalu terang di bagian luar, jadi posisi Gery di dalam mobil tidak terlalu terlihat jika kurang jeli.“Kumohon Amora.” Gery memohon sebelum Andy berjalan mendekat karena penasaran.“Aku baik-baik saja.” Amora menatap Andy. “Aku pergi dulu.”Andy yang memang merasa aneh, pada akhirnya berhenti dan membiarkan Amora masuk ke dalam mobil.Amora sudah duduk di jok belakang, sementara Gery menyetir. Beberapa kali Lina melirik kaca spion untuk melihat Amora yang duduk sambil bersandar dan membuang pandang
Keesokan harinya, Gery sudah bangun lebih awal. Dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dan menjemput sang istri pulang. Melihat wajah Gery yang sumringah saat di ruang makan, tentu membuat Abraham dan Wenda terheran-heran.“Kau sepertinya sedang bahagia, Ger?” tanya Wenda.Belum sempat Gery menjawab, Belva datang. Dia menyapa kedua mertuanya dan juga Gery. Wenda dan Abraham tersenyum tipis, sementara Gery acuh.“Aku mendadak kenyang,” kata Gery tiba-tiba. Gery hanya meneguk air putih lalu berdiri.Belva sudah mulai merasa tidak nyaman melihat sikap Gery pagi ini. Ditambah tentang ancaman Lina tadi malam. Ini pasti ada sesuatu yang sudah Gery tahu.“Sarapan dulu, Ger,” pinta Wenda.Gery berhenti melangkah lalu menoleh. “Aku tidak suka berdekatan dengan seorang pembohong!” tegas Gery. “Dan untuk ayah, Ibu, jangan percaya dengan omongan wanita itu. Dia hanya menjebakku.”Degh! Kini Belva yakin kalau Gery sudah tahu tentang kejadian malam itu yang sebenarnya memang tidak terjad
Lina sudah sampai di dalam kamar Gery. Ia masih penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan Amora sampai jatuh sakit dan harus dirawat beberapa hari di rumah sakit.“Kau bertengkar dengan Amora?” tanya Lina.Gery melempar kemeja ke sembarang tempat lalu beralih memakai kaos oblong. “Tidak bertengkar, tapi ... ah, entahlah!” Gery nampak frustasi.Lina berdecak lalu mendorong Gery supaya segera duduk. “Tenangkan dirimu dulu. Bicaralah dengan tenang, mungkin aku bisa membantu.”Gery meraup wajah sambil mendesah. “Ini semua salahku. Mungkin ini karma karena aku dulu sudah membuat Amora menderita.”Lina tiba-tiba mendecih dan membuang muka. “Bukan dulu, tapi sekarang pun kau masih membuatnya menderita.”“Hey!” teriak Gery tiba-tiba. Lina sampai membelalak. “Kau datang mau memberiku solusi atau mau menyalahkanku.”“Ya, ya, maaf. Aku hanya kesal padamu,” sahut Lina.“Aku harus bagaimana sekarang?” Gery menengadah lalu tertunduk pasrah. “Aku tidak mau kehilangan Amora. Dan jug
Dokter mengatakan kalau keadaan Amora sudah baik-baik saja. Janin dalam kandungannya pun juga baik-baik saja. Menurut pemeriksaan dokter, Amora mengalami syok hingga perutnya terasa kram.Usai mendengar penjelasan dokter, Gery merasakan sekujur tubuhnya seolah sudah dihantam badai. Rasa bersalah muncul dan membuat dirinya seolah merasa tiada artinya.Hanya karena merasa takut kehilangan, Gery sampai membuang rasa percaya pada sang istri. Ini sangat salah. Sungguh salah.“Apa yang kau pikirkan sampai berbuat buruk pada Amora?” tanya Abraham.Di ruangan di mana Amora tengah berbaring, Gery tengah diinterogasi oleh ayah dan ibunya.“Aku hanya takut kehilangan dia, Ayah.” Jawab Gery seadanya. “Aku sangat takut sampai tidak tahu harus berbuat apa.”“Apa dengan begitu kau bisa tidur dengan Belva seenaknya?” salak Wenda. “Kau bilang mencintai Amora, tapi kau main di belakang bersama Belva. Astaga, Gery! Ibu tidak habis pikir kenapa kau bisa melakukan hal keji seperti itu.”Beberapa ka
Baru saja Belva duduk, Gery dan Amora datang. Wajah keduanya begitu sumringah, membuat Wenda dan Abraham saling pandang sesaat dan merasa penasaran.“Sepertinya kalian sedang bahagia sekali pagi ini?” tanya Wenda dengan nada menyindir. Wajahnya mengulum senyum menahan rasa penasaran. “Ibu jadi ingin tahu.”Gery dan Amora bergandengan tangan kemudian duduk berdampingan.“Apa ada sesuatu?” tanya Abraham.Wajah Gery dan Amora sungguh membuat Ayah dan Ibu penasaran.Tidak melepas genggaman tangan, Gery menatap Amora sesaat sebelum kemudian beralih menatap Ayah dan ibu.“Berhubung kalian semua sedang di sini, aku ingin mengatakan sesuatu.” Gery kembali menoleh ke arah Amora sambil tersenyum.Ayah dan ibu saling pandang dan semakin penasaran, sosok Belva yang sebenarnya sudah tahu memilih pura-pura mendengarkan saja.“Ada apa, Sih? Ibu jadi penasaran,” kata Wenda.“Amora hamil.”Dua kata saja berhasil membuat ayah dan ibu membelalakkan mata. Mereka berdua terdiam sesaat tanpa berk
Satu bulan berlalu, kandungan dalam perut Belva mulai sedikit membuncit. Namun, tiada yang tahu kalau dia hamil karena memang sudah berniat disembunyikan selama dua bulan ini. Tepatnya tak lama setelah kepergian Theo.Belva tengah sibuk mempersiapkan sesuatu, di kamar lain juga tak berbeda. Amora tengah berganti pakaian sebelum kemudian menyiapkan pakaian untuk sang suami.Sambil menata pakaian, sesekali Amora menengok ke arah pintu kamar mandi. Amora sudah tidak sabar memberi kejutan yang selama ini ia simpan dengan rapi. Amora sudah berniat memberitahu, tapi lebih dulu menunggu kepastian dari dokter.Sambil tersenyum, Amora meletakkan testpack dan surat keterangan dari dokter di atas baju ganti Gery. Setelah itu, Amora mundur dan sibuk membereskan kamar yang berantakan karena pertempuran keringat semalam.Ceklek!Amora membulatkan mata sesaat ketika sedang menyapu sudut ruangan. Amora gemetaran dan gugup sendiri.“Tenang Amora, semua akan baik-baik saja.” Amora mengusap dada
Amora tersadar saat gedoran pintu kian kencang. Amora juga dapat mendengar suara sang suami beberapa kali memanggilnya. Dalam situasi yang remang-remang seperti ini, Amora pikir panggilan itu hanya sebatas ilusi atau mimpi. Namun, begitu Amora sempoyongan berjalan dan membuka pintu, barulah Amora sadar kalau suaminya memang ada di sini.“Ka-kau?” mata sayu, Amora masih belum yakin kalau orang yang berdiri di hadapannya saat ini adalah Gery.Gery tidak langsung menyerobot melainkan lebih dulu menatap lekat-lekat wajah sang istri yang tersorot lampu penerangan di bagian teras.Matanya bengkak, wajahnya sayu. Benarkah begitu? Gery tengah membatin.“Kenapa kau di sini?” tanya Gery. “kenapa tidak pulang?”Amora mengucek matanya yang terasa berat untuk terbuka. Kemudian masuk kembali tanpa bicara apapun. Gery berdecak mengikuti di belakang.“Jawab!” pinta Gery.“Tunggulah sebentar, nyawaku belum terkumpul,” sahut Amora jengkel.Amora menuju ruang belakang sementara Gery menunggu di