Home / CEO / Cinta Untuk Mas Arlan / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Cinta Untuk Mas Arlan: Chapter 1 - Chapter 10

27 Chapters

1. Perjodohan

“Kamu ini bagaimana, sih, hah?! Ditugaskan untuk membuat laporan seperti ini saja tidak becus! Kamu niat kerja di sini tidak, sih?!”Kalimat dengan nada tinggi terus terdengar dari salah satu ruang kantor. Arlan Mazkuel—sang CEO Mazkuel Company—tidak hentinya menatap salah satu karyawan yang membuatnya marah. “Kamu lihat ini!” Arlan menunjukkan hasil laporan di tangannya kepada sang karyawan. Karyawan itu hanya diam, menunduk dan sesekali melihat laporan yang dia buat. “Berantakan!” lanjut Arlan.“Maaf, Pak, saya—”“Maaf-maaf, kamu pikir kesalahan kamu ini bukan kesalahan yang fatal? Jelas ini sangat fatal! Jumlah material ini, jumlah pengeluaran, lalu hal lainnya juga, banyak sekali yang salah! Kamu mau buat perusahaan saya rugi besar dan menjadi bangkrut?!”Arlan memotong ucapan sang karyawan dengan cepat. Dia menunjuk ke beberapa hal yang menurutnya masih salah dari laporan tersebut. Sang karyawan hanya merespons dengan gelengan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Arlan tentan
Read more

2. Penolakan

“Aku menolak.” Kinara yang terus-terusan mendapat penolakan dari Arlan pun sontak memasang raut kesalnya. Dia menatap tajam Arlan yang berdiri di depannya. “Arlan ....” “Gak, Ma, aku menolak perjodohan ini,” sergah Arlan dengan tegas. “Aku gak mau bentak Mama, karena itu tolong jangan buat aku sampai melakukan itu ke Mama. Aku tau usiaku sudah matang untuk menikah, tapi aku masih belum memikirkan itu, Ma. Kalaupun iya aku dijodohkan, kenapa harus sama gadis kampung seperti dia?" Shena yang mengerti bahwa sebutan ‘gadis kampung’ yang Arlan katakan tadi ditujukan untuknya pun hanya bisa menunduk saja, sedangkan Niko berusaha untuk menenangkan emosi anaknya. “Lalu, kamu mau perempuan yang seperti apa?” Kinara mencoba untuk tetap sabar, meskipun suaranya dia tinggikan sedikit. “Kamu benar-benar meragukan pilihan mama?” “Bukan seperti itu, Ma. Oke, kalaupun aku dijodohkan, apa Mama gak bisa pilih perempuan yang berkelas? Apa yang akan dikatakan sama para karyawanku di kantor kalau ak
Read more

3. Perhatian

Hari kembali berganti, Arlan berjalan menuruni anak tangga lantai atas dengan setelan jas berwarna abu-abunya yang sudah melekat dengan rapi.Kinara yang sudah lebih dulu duduk di meja makan pun sontak memanggilnya. “Arlan, makan dulu, yuk!” ajak Kinara. Arlan refleks menolehkan kepalanya, kemudian mendekat. “Ayo makan, ini masakan spesial, loh.”“Aku buru-buru, Ma. Pagi ini ada meeting, jadi aku harus cepat-cepat ke kantor. Gak ada waktu buat makan pagi, gampang nanti aku makan di sana aja.”Mendengar jawaban dari Arlan membuat Kinara seketika melemas dan mengembuskan napasnya pelan. “Sayang banget. Yaudah, kalau gitu kamu makan roti aja, ya. Setidaknya perut kamu harus keisi.”Arlan mengangguk. “Yaudah, Ma.”“Sebentar, mama buatkan dulu, ya.” Arlan mengangguk pelan dan menunggu Kinara membuatkan roti untuknya seraya sesekali melihat ke jam tangannya.Drrtt!Getaran ponsel terasa dari saku celana Arlan. Dia pun segera mengambil dan menerima panggilan tersebut.“Sudah datang?!” tanyan
Read more

4. Pemahaman

Tawa ejek terdengar dari Arlan. “Saya gak minta kamu buat nunggu saya, ya. Sebaiknya sekarang kamu pergi, masih banyak kerjaan yang harus saya selesaikan. Lagipula, ini pemberian mama. Mama yang masak dan siapkan semuanya, lalu untuk apa saya berterima kasih sama kamu?”“Tapi, Mas, itu ....”“Pak Arlan, ini laporan yang sudah saya perbaiki.”Seseorang yang datang tiba-tiba membuat Shena menghentikan kalimatnya. Keduanya menoleh ke sumber suara dengan kompak. Sedangkan, karyawan yang datang tadi sontak terdiam di tempat ketika melihat sosok Shena yang juga berada di ruang kerja Arlan.Shena yang merasa tidak enak hati dengan Arlan pun sontak membuka suaranya. “Maaf, tolong jangan salah paham dulu, ya. Saya Shena, ART baru di rumah pak Arlan. Saya ditugaskan oleh ibu Kinara untuk mengantarkan bekal makanan pak Arlan, itu saja.”Sang karyawan sontak menganggukkan kepalanya dan tersenyum. “Iya, saya tau, kok. Di depan tadi kan kita ketemu,” ucapnya membuat Shena menepuk keningnya karena l
Read more

5. Perpisahan

“Loh, Arlan, kamu gak ke kantor?” Mendengar suara Kinara, Arlan sontak menoleh. “Hari ini aku kerja di rumah aja,” jawabnya seraya menatap layar laptopnya kembali.“Mumpung kamu di sini, tolong antar Shena pulang, ya.”Arlan sontak menghentikan aktivitasnya, matanya beralih menatap Kinara kembali. “Pulang?” Kinara mengangguk cepat sebagai jawaban. “Ke kampung?” tanya Arlan lagi dan diangguki oleh Kinara. “Dia bisa pulang sendiri, ‘kan? Kasih aja uang buat ongkosnya.”“Gak bisa gitu dong. Kamu kan calon suaminya, kamu yang antar dong. Sekalian pendekatan sama ayahnya, alias calon mertua kamu.” Kinara terkekeh kecil di akhir kalimatnya.“Aku udah bilang kalau aku gak mau dijodohkan sama dia, kenapa Mama terus maksa gitu?” tanya Arlan, “sebenarnya apa alasan Mama terus bersikeras agar perjodohan tetap berlanjut?”“Mama berhutang nyawa dengannya,” jawab Kinara. Arlan memasang raut tanyanya. “Pak Niko. Lagipula, setelah mama mengenal Shena, entah kenapa mama langsung kagum sama dia. Perha
Read more

6. Keras Kepala

Setelah mengantar Shena ke terminal, Arlan segera melajukan mobilnya kembali untuk pulang. Sesampainya di rumah, tentu Kinara tidak diam karena kedatangan anaknya yang terlalu cepat dari waktu yang seharusnya.Mendapat tatapan tajam dari Kinara, Arlan hanya mengembuskan napas panjangnya. Dia berjalan menghampiri laptopnya kembali yang masih tergeletak di meja ruang tamu, lalu melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertinggal.“Kenapa kamu udah pulang? Kenapa cepet banget kembalinya? Kamu antar Shena, ‘kan? Kamu gak turunin Shena di tengah jalan, ‘kan?” tanya Kinara memberondong. Tidak ada jawaban dari Arlan. “Arlan, jawab mama!”“Aku antar dia sampai di terminal,” jawab Arlan seraya masih menatap layar laptopnya dengan santai. “Dia bilang gak papa, kok. Jadi, yaudah, aku turunin aja di sana. Dia kan pengertian,” lanjutnya seraya menekan kalimat terakhir dari ucapannya.Mendengar jawaban Arlan, Kinara sontak menggeram kesal. Dia membuang napasnya kasar sembari terus menatap tajam anaknya
Read more

7. Bu Sekretaris

Esok harinya, Arlan bergegas ke mobilnya dengan buru-buru karena terlambat bangun. Dia lupa untuk menyetel alarm di jamnya, alhasil dia hanya mandi dan langsung berangkat ke kantor tanpa sarapan.“Argh, terlambat bangun lagi! Masih ada setengah jam lagi sebelum meeting dimulai,” gumam Arlan dengan perasaan gelisahnya. “Semoga jalanan pagi ini lancar tanpa hambatan.”Seperti yang Arlan harapkan, jalanan pagi itu sangat lancar tanpa hambatan sedikit pun. Arlan melihat jam tangannya, pukul 08.54 waktu pagi. Arlan bergegas keluar dari mobil dan masuk ke kantornya dengan langkah panjang.Para karyawan pun sontak menghentikan aktivitasnya sekejap untuk menyapa Arlan. Mereka membungkukkan badannya sebagai tanda hormat.“Selamat pagi, Pak,” sapa mereka secara bergantian.Meskipun para karyawan sudah bersikap baik padanya tetapi, Arlan tetap terlihat tidak peduli sama sekali. Tidak ada satu sapaan pun dari mereka
Read more

8. Menggoda

“Perempuan yang tadi itu siapa, sih? Kamu kenal sama dia?” tanya Dira terus mendumel. Arlan pun tidak menggubrisnya. “Dari wajahnya ... kayaknya dia dari kampung, ya? Kayak ada norak-noraknya gitu.”Dira melirik ke arah Arlan dengan kesal karena tidak mendengarkannya sama sekali. Dia mengembuskan napasnya kasar dan berdecak kesal. “Arlan!”Seruan Dira yang cukup keras membuat Arlan menoleh ke arahnya, meskipun masih dengan raut malasnya. “Berisik,” balasnya dengan nada ketus.Mendapat ucapan ketus dari Arlan sontak membuat Dira memajukan sedikit bibirnya alias cemberut. Dira selalu melakukannya ketika sedang kesal atau bete dengan seseorang. Tingkahnya benar-benar seperti anak kecil.“Aku ini lagi ngomong sama kamu! Kenapa kamu malah cuekin aku terus, sih?!” geram Dira, “aku ini pacar kamu, loh! Hargai aku dong! Kamu, kok, jadi berubah banget gini sama aku? Ke mana perginya Arlan yang dulu perhatian banget sama aku?! Kamu jahat, Arlan!”Brak!Suara gebrakan meja yang cukup keras sonta
Read more

9. Jelaskan!

“Jangan hiraukan mereka. Ini perintah. Makanlah di sini saja!”Mendengar itu, Shena sontak terdiam sesaat, kemudian mengangguk. Dia kembali duduk di bangku yang sama dan mulai membuka bekalnya di samping Arlan.Mereka mulai memakan bekalnya masing-masing dengan lahap hingga suara Arlan membuat Shena menoleh kembali.“Ini masakanmu?” tanya Arlan tanpa menoleh ke arah Shena sedikit pun. Dia hanya terus menatap bekal miliknya dan menunggu jawaban dari Shena.Mendapat pertanyaan tiba-tiba dari Arlan sontak membuat Shena terkejut untuk sesaat. Namun, sesaat kemudian, dia menganggukkan kepalanya dan tersenyum. “Itu memang masakanku. Apa Pak Arlan suka?”Arlan mengangkat bahunya seraya menjawab, “Setidaknya untuk sekarang saya bisa menghabiskannya.”Jawaban Arlan berhasil membuat senyum Shena terlihat lebih lebar dari sebelummnya. Dia menatap Arlan yang terus memakan masakannya dengan perasaan senang. “Syukurlah kalau begitu,” ucapnya, kemudian kembali memakan makanannya.Suasana begitu heni
Read more

10. Perasaan

Permintaan yang Shena tujukan untuk Arlan sontak membuat Arlan terdiam cukup lama. Namun, kemudian dia mengembuskan napas beratnya dan mengangguk pelan.“Saya tidak bisa menjelaskannya karena tidak tahu harus dimulai dari mana,” ucap Arlan, “jadi, hanya hari ini saja, saya bebaskan kamu untuk bertanya apa saja ke saya.”Shena menatap Arlan cukup lama, kemudian mengangguk. Dia mengembuskan napasnya panjang dan berkata, “Oke. Aku boleh tanyakan apa pun, ‘kan?”“Apa pun,” balas Arlan masih terus menunduk tanpa melirik ke Shena sedikit pun.“Sebenarnya ada hubungan apa di antara Mas Arlan dan Mbak Dira?”Pertanyaan Shena yang langsung merujuk ke sosok Dira sanggup membuat Arlan kembali terdiam. Namun, dia akhirnya menjawab juga. “Dua tahun yang lalu, dia adalah kekasih saya. Namun, semenjak dia menghilang satu tahun kemudian, saya sudah menyelesaikan hubungan saya dengannya.”
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status