All Chapters of Pernikahan yang Dicurangi Suami Polisi: Chapter 31 - Chapter 40

84 Chapters

31. Suriyana

Ratna menatap mobil itu hingga membalikkan badan. Sang Sopir--Pak Arif merasa heran dengan apa yang dilakukan oleh nyonya majikannya itu. Ratna bergumam, tetapi masih bisa terdengar di telinga Arif. Mama mertua Amelia tampak seperti baru saja melihat hantu. "Ada apa, Nyonya?" tanya Arif dengan sopan sambil memandang majikannya dari spion. "Rif, antar aku ke Panti Asuhan Mentari." Ratna merasa tidak yakin dengan apa yang dilihatnya itu. "Lho? Memang Tuan Besar ada di panti asuhan?" Arif mengernyit heran saat majikannya meminta diantar ke panti asuhan padahal hari sudah gelap. "Duh! Ga usah banyak tanya. Saya mau ke panti asuhan dulu sekarang. Ga tahu keberadaan papanya Arsa. Biarkan saja dia mau kemana. Lagia hobi banget pergi tanpa pamit!" Pertanyaan Arif membuat Ratna bertambah kesal saat ini. "Ba-baik, Nyonya." Arif tidak berani lagi membantah ucapan majikannya saat ini. Butuh waktu satu setengah jam untuk sampai di Panti Asuhan Mentari. Keluarga Ratna menjadi donatur tetap di
Read more

32. Bisakah?

Semua tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Setidaknya itu yang ada di dalam benak Amelia saat ini. Tangannya masih sibuk dengan ponselnya. Ia menyimpan nomor itu dengan nama 'aneh' agar Arsa tidak curiga ketika membuka ponselnya. "Mel, kamu kaya orang bingung gitu? Ada apa?" tanya Arsa dengan lembut. Amelia mendongak dan menatap sang suami. Setelah sekian lama, Arsa bisa bertutur kata dengan lembut. Biasanya hanya ada amarah dan caci maki yang keluar dari mulut laki-laki yang hingga kini masih menjadi suami Amelia itu. Amelia mendengkus kasar saat melihat perubahan suaminya itu. "Ga ada apa-apa." Amelia menjawabnya dengan dingin. "Sejak kapan kamu bisa bertutur kata dengan lembut? Oh ... aku lupa, sejak bersama wanita itu," lanjut Amelia dengan nada dingin dan tak bersahabat sama sekali. Entah mengapa justru kalimat itu yang keluar dari mulut Amelia. Seolah ingin memperlihatkan amarahnya pada sosok yang kini terdiam dengan perasaan bersalah itu. Amelia jelas sedang mengeluarkan
Read more

33. Dinding Tinggi

Arsa menatap sang tamu yang tak lain adalah ketua rt di kompleks ini. Pak Rano yang saat ini berdiri di depan sepasang suami dan istri itu sepertinya sedang memerlukan bantuan. Beliau tidak pernah bertamu saat hari sudah hampir tengah malam. Arsa pun mendekat ke arah laki-laki paruh baya itu. "Ada apa, Pak? Sepertinya ada keadaan genting sekali?" tanya Arsa yang saat ini tampak sangat panik. Arsa takut jika pertengkarannya dengan sang istri didengar oleh banyak warga. Ia tidak mau aibnya diketahui banyak orang. Egois, siapa yang membuat aib itu? Arsa-lah yang membuatnya. "A-anu, maaf, Pak dan Bu Arsa, saya mau minta bantuan. Itu ada pertengkaran antara Pak Bimo dan istrinya juga wanita simpanannya yang datang melabrak Pak Bimo. Saya dan warga sudah berusaha memisahkan mereka sejak kemarin. Tapi, wanita itu datang lagi dan meminta pertanggungjawaban pada Pak Bimo karena sedang mengandung." Arsa menelan ludahnya dengan susah payah saat ini. "Wanita simpanan Pak Bimo mengancam akan mem
Read more

34. Kejutan

"Ta-Tante? Ada apa?" tanya Arsa saat melihat Salina berdiri di depan pintu rumahnya. Salina tersenyum ramah pada Arsa--anak sahabat baiknya itu. Ada Sashi yang mengintip dari balik tirai dan juga Aron. Lucu sekali tingkah cucu sahabatnya itu. Salina merentangkan tangan; memberikan tanda agar kedua anak manis itu mendekat. "Kemarilah, Nenek bawakan banyak makanan juga yang lainnya." Salina menyerahkan satu paper bag berisi banyak kue yang dibelinya dari salah satu toko roti yang terkenal di toko ini. Sashi menatap sang papa untuk meminta izin mendekat pada Salina. Wanita yang usianya jelang setengah abad itu masih tampak sangat cantik hingga saat ini. Wajah itu seolah menolak tua. Setidaknya itu pendapat beberapa orang tentang Salina. "Kamu tadi tanya ada apa aku datang, Sa?" Salina tersenyum pada Arsa. "Aku hanya ingin mengunjungi kalian. Aku seneng bisa mengobrol dengan Amelia, istri kamu itu. Rasanya seperti punya teman diskusi," lanjut Salina dan membuat Arsa tampak sangat terk
Read more

35. Orang Tua Arsa

Helaan napas kasar keluar begitu saja dari mulut Arsa. Ia tidak suka saat ini kedua orang tuanya datang. Entahlah, firasatnya mendadak tidak enak. Ia takut sang mama membuat Amelia sedih. "Ngapain sih datang ke rumah aku?" Arsa merasa tidak nyaman dengan kedatangan kedua orang tuanya itu. "Papa juga kemarin dari sini 'kan?" lanjut Arsa dengan wajah tidak mengenakkan. "Kamu ini! Mana sopan santun juga rasa hormat kamu sebagai anak pada orang tua? Mama dan Papa datang kok malah seperti itu." Ratna merasa tidak suka dengan ucapan putra kesayangannya itu. "Kamu kapan, Mas, datang ke rumah Arsa ini?" tanya Ratna sambil menoleh ke arah sang suami yang kini tampak pias. "Ya, kemarin aku datang. Aku kangen sama tiga cucuku itu. Mereka paling jarang ke rumah kita." Mendadak Subianto menemukan jawaban yang sekiranya bisa masuk akal. "Harusnya kamu bilang. Jadi, kita bisa datang sama-sama. Datang untuk melihat wajah cucu kita yang jauh dari kata layak," ejek Ratna pada Amelia yang kini menund
Read more

36. Umpan

Semua menatap ke arah perempuan dengan dua anaknya. Arsyila--kakak kandung Arsa yang kebetulan lewat depan rumah sang adik dan singgah sebentar. Mereka sudah sangat lama tidak bertemu. Apalagi dengan kesibukan masing-masing membuat jarak seolah menjadi jauh. "Si-Syila? Kamu datang sendiri?" tanya Ratna gagap karena terkejut saat melihat kedatangan anak sulungnya itu. "Enggak, dong. Aku datang sama anak-anak dan juga suamiku. Mas Agung lagi di depan markir mobil dulu," kata Arsyila sambil tersenyum lebar. Salah satu anggota keluarga Ratna yang tidak pernah merendahkan Amelia adalah Arsyila. Ia benar-benar menyayangi saudara iparnya itu. Ia juga tidak suka ketika Ratna merendahkan istri adiknya. Mereka memang cocok satu dengaj lannya. "Amelia mana? Ada acara apa ini?" tanya Arsyila yang memecah keheningan di ruangan ini. Oh, Mbak. Enggak ada acara apa-apa, kok. Ga tahu nanti kalo ada acara lamaran mendadak." Amelia berjalan menuju ke arah Arsyila yang wajahnya tampak bingung. Arsa
Read more

37. Kemarahan Subianto

Wajah Ratna saat pias karena Agung sudah angkat bicara. Menantunya itu jelas tidak akan menyukai adanya perceraian dalam rumah tangga. Pengalaman masa kecil Agung membuatnya trauma. Bertemu dengan Arsyila adalah anigrah dan bisa mengurangi trauma itu perlahan. "Memang apa yang, Mas, lihat?" Arsyila kini menatap sang suami dengan tatapan penuh tanda tanya. "Ada video yang beredar ramai di media sosial. Ada wanita yang katanya dari anggota kepolisian menampar Amelia. Jadi, Arsa belum juga menyelesaikan masalah itu?" tanya Agung sambil menatap adik iparnya bergantian dengan Amelia. Arsa salah tingkah saat ini. Seolah, mendadak bapak tiga anak itu menjadi tersangka sebuah kasus besar. Tatapan Agung menguliti Arsa yang kini memilih menunduk. Amelia hanya bisa diam dan tersenyum saat ini. "Tidak akan pernah selesai masalahnya jika masih ada pertimbangan yang tidak masuk akal." Amelia meninggalkan ruang tengah setelah mengatakan hal itu karena kebetulan Aron mengantuk. Agung dan Arsyila
Read more

38. Tamparan Arsa

Ratna segera mengambil tas itu. Masih ada isinya berupa lingerine. Jelas bukan miliknya, karena Subianto sudah tidak pernah membelikan lagi pakaian dinas malam itu sejak lama. Alasan kelelahan bekerja membuat hubungan keduanya merengang. Napas Ratna kembang kempis saat melihat sang suami langsung berada di ruang kerjanya. Harus menunggu sosok berusia setengah abad lebih itu keluar dari ruangan menyebalkan itu. Hingga saat ini, Ratna tidak paham fungsi ruang kerja yang dibuat sang suami. Sebab, ruang itu lebih mirip ruang santai saja. "Mbak, nanti kalo Bapak keluar dari ruangan kerja, tolong kabari saya," kata Ratna pada salah satu asisten rumah tangganya itu. "Baik, Bu." Asisten rumah tangga itu menjawab sambil menunduk. Saat Subiato masuk ke dalam rumah dan membuang sembarang kunci mobil, asisten itu sudah tahu jika pasti pasangan majikannya itu sedang bertengkar. Mereka seolah sedang menunjukkan kekuatannya masing-masing. Entahlah karena sebagai asisten rumah tangga, rasanya tida
Read more

39. Surat Dari Pengadilan Agama

Kali ini petugas dari pengadilan agama yang datang ke rumah Amelia. Laki-laki dengan kisaran usia empat puluh tahun itu masih berdiri di depan Amelia. Detak jantung istri Arsa mendadak tidak menentu ketika sosok sang suami mendadak membuka pintu. Petugas itu pun menyunggingkan senyum ramah. "Maaf, dengan Bu Amelia?" tanya petugas dengan nama yang tertera Juniarto itu. "Ya, saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?" Amelia mendadak gusar saat sang suami menatap tajam ke arahnya. Bukan karena takut pada Arsa, hanya rasanya tidak enak jika harus bertengkar di depan orang lain. Arsa sangat sulit mengontrol emosinya ketika marah. Tidak peduli tempat dan di depan siapa ia pasti akan marah ketika hatinya kesal. Petugas itu paham dengan tatapan laki-laki yang ada di depannya itu. "Kami memerlukan kelengkapan berkas untuk pengajuan gugatan cerai. Beberapa kali kami menghubungi Bu Amelia, tetapi nomor yang ada tinggalkan tidak aktif. Kami memerlukan bukti pengaduan Anda dari pihak atasan suami
Read more

40. Makan Bersama di Mal

Bu Dibyo langsung mengelus puncak kepala anak tampan yang wajahnya mirip Arsa itu. Ya, Arusha sangat mirip sang papa. Wajah laki-laki beranak tiga itu dominan pada ketiga anaknya. Arusha merasa nyaman dengan elusan lembut dari sosok yang dipanggilnya Nenek Dibyo. "Sebentar lagi akan datang ke sini. Mungkin sedang mencari tempat parkir. Tadi parkiran penuh bukan?" tanya Bu Dibyo yang diangguki oleh Arusha. "Nek, boleh ga? Kalo aku pesan paha dan dada?" tanya Sashi dengan wajah penuh harap. "Tentu boleh. Kita pesan yang pakai wadah besar saja, ya, juga nasinya pesan lebih," kata Bu Dibyo sambil beranjak menuju ke tempat pemesanan kedai ayam kriuk itu. Tanpa sengaja mata Arsa bersiborok dengan Amelia. Ia tentu saja sangat terkejut dengan kedatangan istri dan ketiga anaknya yang tampak biasa saja. Ketika mereka tampak biasa saja, kini Arsa merasa sangat gusar. Arsa segera memberikan kode pada Prita agar segera pergi. Ia hendak menemui anak dan istrinya. "Sayang, ada anak dan istriku.
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status