Semua Bab Istri sebatas harapan : Bab 21 - Bab 30

49 Bab

H.21

"Ada apa dengan Ilham, Ust?" Rasa penasaranku muncul. Ustadzah Tyas terlihat panik, setelah aku cecar akhirnya ia bilang jika sebenarnya tidak ingin menyampaikan ke Farid kalau aku hamil. Namun, saking kesalnya melihat lelaki itu tadi, ustadzah Tyas langsung membeberkan."Maafkan aku, Nis. Seharusnya Ilham yang bilang langsung, tapi kami ... maksudku aku, suamiku dan Umminya Ilham, kami tau kondisimu dan membahas bersama."Duh, ustadzah maksudnya apa? Jangan bikin aku bingung. Keningku berkerut, berpikir keras."Menikahlah dengan Ilham setelah masaidahmu selesai, Nis. Tidak baik kamu hamil tanpa suami. Ilham yang meminta itu kepada kami. Umminya Ilham datang dari kampung dan setuju. Kami tidak melihat siapa kamu atau masa lalumu dengan Farid, tetapi kami tau jika kondisimu bisa menimbulkan banyak fitnah."Astaghfirullah! Aku membekap mulutku dengan tangan. Mengapa jadi begini? Aku sanggup menjalani kehamilanku sendiri, ada anak-anak yang menemani, Farid juga masih bertanggung jawab s
Baca selengkapnya

H.22

Sungguh aku terkejut dengan pesan singkat yang Ilham kirim. Tanganku masih memegang ponsel yang layarnya menyala menunjukkan isi pesannya.Kupijit pelipisku, rasanya pening. Ilham, jika ia memang menaruh rasa kepadaku, ia pasti melihat perceraianku sebagai jawaban keinginannya.Aku memutuskan tidak membalas, mengabaikan kemudian memilih tidur.Keesokan paginya saat aku selesai mengantar anak-anak sekolah. Seorang wanita dengan memakai gamis warna hijau tua dan hijab senada berdiri di garasi rumahku.Segera setelah memarkirkan mobil, aku turun dengan menatap bingung ke arahnya."Assalamualaikum, Nisa," sapanya lembut."Waalaikumsalam, maaf dengan siapa, ya?" balasku lembut. "Saya Khadijah, Umminya Ilham."Deg!Seketika aku terkejut, jantungku bahkan cepat memompa darah."Oh, iya, Ummi, saya Nisa," kataku lagi seraya menyalim tangan lalu bercipika cipiki. "Mari masuk, Ummi," ajakku. Ummi mengangguk sekali lalu berjalan ke dalam rumah. Kami duduk di ruang tamu, teh hangat kubuatkan untu
Baca selengkapnya

H.23

"Ya Allah! Farid, berhenti!" Aku berteriak kencang, langsung menjauhkan dirinya dari Ilham. Kedua mata Farid memerah, napasnya tersengal berat. Ilham merapikan pakaiannya, tas belanja ditangan jatuh ke lantai garasi."Apa maksud anda?!" geram Ilham.Tetangga berdatangan, mengerubungi kami. Farid dipegangi suami tetanggaku sedangkan aku dirangkul para istri."Nisa ada apa ini?" tanya lembut salah satunya.Dengan berat hati terpaksa aku berkata yang tak mau kusampaikan."Mantan suami saya ini berulah. Dia yang mulai duluan serang Ilham, Bu. Boleh minta tolong usir dia dari rumah saya," kataku begitu berat di hati."Jadi ... benar kalian sudah cerai? Ya Allah, Farid ... Nisa ...," lirih tetangga depan rumahku percis bahkan ia memelukku erat. Kedua mataku terpejam, aku yakin setelah ini semua warga pasti menggosipkanku.***"Maaf karena tadi kamu jadi diserang Farid," lirihku pelan seraya menundukkan kepala. Ilham, aku dan anak-anak duduk di sofa ruang tamu. Aku tak mau sendirian saat ada
Baca selengkapnya

H.24

Aku tiba di restoran masakan Jepang yang berada di daerah elite Jakarta. Setelah membayar taksi, kulangkahkan kaki ke dalam.Kedua mata langsung menemukan Kevin yang sudah duduk di meja sudut ruangan. Ia berdiri, dengan gentle menyeret kursi yang akan kududuki."Terima kasih," ucapku seraya duduk.Kevin tersenyum singkat, "Farid bodoh lepas kamu. Perempuan sholeha.""Kata siapa aku sholeha, manusia tidak bisa menilai dengan semudah itu seharusnya." Kata-kataku tampaknya membuat Kevin terkejut singkat kemudian tertawa pelan."Nisa, setidaknya kamu itu istri idaman banyak laki-laki muslim. Sayangnya aku terlambat. Bisa saja, bukan, saat dulu aku yang lebih dulu bertemu kamu maka aku yang menjadi suamimu. Sayangnya kita tidak berjodoh." Kevin mengangkat tangan memanggil pelayan, aku sendiri tidak mau menanggapi apa yang lelaki dengan penampilan maskulin di depanku terdengar memuji."Mau makan apa, Nis?" Ia mengarahkan buku menu makanan ke arahku."Minum saja, aku sudah makan," tolakku. K
Baca selengkapnya

H.25

Ada-ada saja tingkah Nazwa dan Arin, mereka malah menggodaku karena diantar pulang setelah membeli soto. Kadang, aku berpikir, apakah anak-anak saking terbiasanya Farid jarang bersama, jadi menanggapi perceraian kami biasa-biasa saja.Tidak aku lihat mereka bersedih lama. Kecewa jelas pasti. Namun, tidak berlarut seperti yang kutakutkan."Jangan godain Mama, dong. Mama bukan anak muda kasmaran," gerutuku karena malu."Yah ... Mama, itu tandanya kita dukung Mama dan Om Ilham." Arin yang masa dewasanya bagiku terlalu dini bahkan tau cinta-cintaan, membuatku berdecak seraya menggelengkan kepala."Emang kalian nggak risih kalau punya Papa baru?" lirikku menatap anak-anak. Mereka hanya tersenyum tipis."Papa kita memang Papa Farid, Ma, tapi kalau Om Ilham bisa bikin Mama nggak nangis lagi, kita pilih itu. Om Ilham juga nggak akan pergi-pergi jauh ke mana-mana. Jadi bisa selalu ada di rumah. Kakak dan Arin udah besar, Ma, udah tau apa yang terjadi."Ya Allah, Nak, maafkan Mamamu ini melibat
Baca selengkapnya

H.26

Pilihan mobil jatuh ke jenis sedan dengan warna merah cabai. Aku harus menambah sepuluh juta lagi untuk mendapatkan. Sisa tabungan cukup dan segera aku bayarkan. Namun, mobil belum siap dipakai karena mau dicek sekali lagi juga Mama Rere mau aku cukup memakainya tanpa memikirkan kondisi mobil bekas tangan ke satu itu yang kini menjadi milikku. "Saya antar, Nisa. Sekalian saya mau ke kantor lagi." Ilham membuka pintu mobil kantor yang ia dan temannya gunakan. "Makasih, saya naik taksi saja," tolakku lalu memesan taksi online. Ilham berbisik sesuatu ke temannya, lalu mendekat ke arahku. "Ngapain?" kataku sinis. "Tungguin kamu sampai naik ke mobilnya. Saya sudah bilang ke teman saya itu untuk sabar sebentar." Aku mendesah, "buat apa, sih, Ham, kasihan teman kamu. Udah sana pulang," usirku dengan dagu terangkat mengarah pada mobil silver yang menunggu Ilham. "Calon istri pulang sendiri masa dibiarkan, enak aja ... ya tidak bisa, lah," tuturnya beralasan. Kedua bahuku merosot, ia ters
Baca selengkapnya

H.27

Selesai periksa kandungan, ilham langsung mengajak kami ke Sukabumi mengunjungi pesantren. Nazwa dan Arin begitu semangat, bahkan sudah heboh meminta menginap satu malam di sana. Aku hanya bisa diam mendengar permintaan anak-anak. Pukul lima sore kami tiba di sana, kedatangan kami disambut Ummi dan Abi dari Ilham. Rasanya sangat sungkan, aku bahkan beberapa kali menunduk malu karena dipandang dengan tatapan menyambut kedatangan kami tetapi buatku sungguh aneh. Mungkin karena aku tak biasa disambut dengan tangan terbuka oleh orang baru. “Assalamualaikum,” sapaku seraya mencium tangan Ummi dan menunduk memberi hormat ke Abi. “Waalaikumsalam Nisa, ayo ke dalam. Anak-anak biar keliling dengan ustadzah Aisyah, kebetulan dia kepala asrama putri. Ayo, Nak, masuk. Ummi sudah siapkan suguhan. Capek pasti dari Jakarta.” Aku mengangguk lalu menoleh ke Ilham yang tampak bicara dengan Abinya. Ia melirikku lalu tersenyum tipis. Segera kupalingkan wajah menatap ke rumah besar bercat hijau muda.
Baca selengkapnya

H.28

Ilham masih bicara dengan bapakku di ponsel, sepulang kami dari Sukabumi ia langsung gerak cepat meminta bapak dan ibu datang ke Jakarta.Dengan dibantu Ustadzah Tyas dan keluarganya, urusan surat numpang nikah di KUA berjalan lancar. Sekarang, aku harus fokus merapikan barang-barang karena rumah ini akan aku jual setelah Ilham dan aku menikah.Tetangga sudah tau hal ini, mereka sama sekali tidak menyudutkanku, ya ... walau ada saja di RT lain pastinya. Namanya bertetangga, tidak ada yang mulus."Nis, nanti acara syukurannya gimana? Benar jadi di restoran itu?" tanya tetangga samping kananku."Nggak, Bu. Keluarga Ilham juga nggak masalah nggak bikin acara. Saya dan Ilham berpikir lagi, kalau baiknya pesan makanan saja dan dibagi ke tetangga-tetangga.""Bagus, kami paham kok kondisi kalian seperti apa. Takut ada gosip lain. Jadi tebar fitnah lagi."Aku mengangguk pelan."Ma, Mama," panggil Arin. Aku menatap putriku yang baru kembali dari rumah ustadzah Tyas."Ya, Rin, ada apa?" Kepalak
Baca selengkapnya

H.29

Bergandengan tangan menuju pusat perbelanjaan yang ada di sekitar lokasi bulan madu kami, bagiku terasa asing. Jika dibandingkan saat menikah dengan Farid, sikapnya begitu dewasa cenderung kaku. Mungkin karena usia juga mempengaruhi, ya."Kamu tidak nyaman aku gandeng, Nis?" tolehnya saat kami berhenti di depan toko oleh-oleh. Jadwal bulan madu kami hanya tiga hari dua malam, Ilham tak bisa banyak ambil cuti dari pekerjaannya."Cuma agak aneh, karena ... dulu ..."Ilham tersenyum, beralih merangkul bahuku menggiringku masuk ke dalam toko. Keranjang belanja ia yang bawa, aku sibuk memilih keripik tempe dan aneka keripik lainnya untuk kubagikan ke beberapa tetangga yang dekat denganku, sisanya untuk anak-anak dan kedua orang tuaku yang menemani anak-anak.Tangan Ilham beralih mengusap kepalaku yang tertutup hijab warna hitam, saat aku menatapnya yang berdiri di sampingku, ia nyengir."Ada apa?" kataku berbisik.Ilham mendekatkan wajahnya ke hadapanku. "Istriku cantik," bisiknya. Aku ter
Baca selengkapnya

H.30

Kuhela napas panjang sambil menatap nelangsa ke arah Ilham yang langsung meraih jemari tanganku. Ia letakkan ke atas pahanya. "Maaf kalau aku harus bilang ke kamu untuk jaga jarak dari Farid.""Iya, Ham. Aku tau batasan dan posisiku. Melupakan memang susah, tapi aku sudah janji akan berusaha keras dan namamu yang ada di hatiku selamanya."Tak ada janji yang bisa kuucapkan selain hal itu. Memang sudah seharusnya bukan?Rahasia Siska terbongkar. Ia digerebek Farid saat datang ke klinik ilegal tentang aborsi bayi. Janin yang di dalam kandungan ternyata tak sempurna, ada cacat dan Siska tak mau. Pun, ternyata Siska ke klinik itu tak sendiri melainkan bersama orang lain yang juga bukan Kevin.Farid naik pitam, ia marah di sana dan segera meminta penjelasan Siska. Kevin juga hadir karena ia yang sudah membuntuti Siska dan mau memperbaiki hubungan pertemanan dengan Farid seperti dulu jadi dengan niat bulat ia akan menyelematkan Farid dari kelicikan Siska.Para pekerja di klinik ilegal itu pa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status