Sungguh aku terkejut dengan pesan singkat yang Ilham kirim. Tanganku masih memegang ponsel yang layarnya menyala menunjukkan isi pesannya.Kupijit pelipisku, rasanya pening. Ilham, jika ia memang menaruh rasa kepadaku, ia pasti melihat perceraianku sebagai jawaban keinginannya.Aku memutuskan tidak membalas, mengabaikan kemudian memilih tidur.Keesokan paginya saat aku selesai mengantar anak-anak sekolah. Seorang wanita dengan memakai gamis warna hijau tua dan hijab senada berdiri di garasi rumahku.Segera setelah memarkirkan mobil, aku turun dengan menatap bingung ke arahnya."Assalamualaikum, Nisa," sapanya lembut."Waalaikumsalam, maaf dengan siapa, ya?" balasku lembut. "Saya Khadijah, Umminya Ilham."Deg!Seketika aku terkejut, jantungku bahkan cepat memompa darah."Oh, iya, Ummi, saya Nisa," kataku lagi seraya menyalim tangan lalu bercipika cipiki. "Mari masuk, Ummi," ajakku. Ummi mengangguk sekali lalu berjalan ke dalam rumah. Kami duduk di ruang tamu, teh hangat kubuatkan untu
Baca selengkapnya