Home / Romansa / DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU: Chapter 11 - Chapter 20

50 Chapters

Bab 11. Keputusan Sumiyati

"Mas Ilham—" Sumiyati tertegun saat sosok berperawakan kurus tinggi dengan wajah tampan itu menyodorkan sebuah tisu ke arahnya. Dengan senyuman manis yang terlukis di bibirnya, Ilham mencoba memahami apa yang tengah terjadi pada diri Sumiyati saat ini. "Ambil tisu ini, hapus air mata yang sudah jatuh ke pipi. Saya tidak tahu kesedihan apa yang membuat kamu menangis, hanya saja saya peduli dan ikut bersedih saat melihat kamu menangis."Sumiyati menatap tisu berbungkus plastik warna pink tersebut dengan tatapan ragu, tisu dengan harga seribuan itu perlahan ia ambil dari tangan Ilham. "Terima kasih Mas."Gadis itu menunduk, mencabut tisu dari bungkus plastik lalu mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Ilham menarik napas, ia duduk di sebelah Sumiyati dengan gusar. "Kamu lapar tidak? Sembari menunggu Bu Saritun pindah kamar, bagaimana jika kita jajan bubur ayam di depan rumah sakit? Aku dengar bubur ayam di pojok rumah sakit rasanya nikmat dan juga murah."Sumiyati meng
Read more

Bab 12. Butuh Uang

"Mau pinjam uang Bu?" Susilo mengulangi apa yang baru saja ia dengar dari ibunya. Rasanya ia menyesal karena telah mengangkat panggilan ibunya yang selalu saja terkait dengan uang."Iya, pinjam uang. Kamu ada 'kan? Kalo misal kagak ada coba deh kamu minta bantuan sama Sum. Demi adik iparnya, Ibu yakin kok Sum pasti mau. Dia kan baik hati, Sus.""Empat juta mana ada Bu?! Ibu tahu sendiri 'kan kalo aku sama Sum kerja mati-matian untuk biaya nikah kami akhir tahun ini." Susilo memberi pengertian, sedikit keberatan jika wanita yang sudah melahirkannya itu meminjam duit sebegitu besarnya."Kan masih akhir tahun, masih ada waktu tiga bulan lagi buat kembaliin duitnya. Lagipula duit segitu pasti kecil-lah buat Sumiyati, dia kan kerja di pabrik obat, gajinya besar setiap bulan. Harusnya Sum itu kasih duit sama Ibu jadi Ibu nggak perlu lagi minjam-minjam sama dia kayak orang lain."Susilo terdiam, ia terpaku sesaat dan bingung harus menjawab apa pada perkataan ibunya. Haruskah ia meminjami wan
Read more

Bab 13. Rasa Kecewa dan Tidak Adil

"Apa Sum? Menunda pernikahan?" Susilo melebarkan bola matanya. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu mengatupkan bibir dan berwajah masam. "Kamu tidak bisa memutuskan dengan sepihak seperti itu Sum, kita sudah berjuang selama ini. Hanya karena ibumu sakit kamu rela menunda pernikahan kita? Hmm.... Aku sungguh tidak percaya.""Kalau begitu kirimkan saja uangnya Mas, nyawa ibuku jauh lebih penting dari apa pun." Sumiyati bersikeras, kali ini ia tidak ingin kalah dari Susilo. Ya, setiap kali Sumiyati meminta uangnya untuk hal-hal mendesak pasti Susilo tidak pernah memberinya. Tentu saja Sumiyati harus berhutang pada teman-temannya hingga akhirnya ia dijuluki si ratu hutang."Tapi Sum, uang itu—uang itu tidak ada," jawab Susilo mulai merendah. Ada nada bingung yang mampu ditangkap oleh Sumiyati sekarang. "Kalo kamu minta empat juta aku belum bisa kasih sekarang Sum.""Kenapa Mas? Uangnya tidak ada, tidak ada gimana maksudnya?" Sumiyati tercengang, jantungnya seolah dipukul palu besar. Ia
Read more

Bab 14. Susilo Makin Panik

"Memangnya kalau ingin berbuat baik harus memiliki alasan ya Mbak?!" Ilham tiba-tiba membalik pertanyaan Sumiyati. Pertanyaan yang membuat Ilham bingung harus menjawab apa sebelumnya. Sumiyati hanya diam, ia menggelengkan kepala lalu kembali menunduk. Sepertinya ia terlalu lancang jika menanyakan alasan pribadi kenapa Ilham begitu ringan tangan terhadapnya. Mungkin saja Ilham memang memiliki sifat murah hati tersebut kepada siapa pun."Maaf Mas, saya cuma tanya aja. Mungkin sudah menjadi sifat Mas kali, suka menolong sesama." Sumiyati lantas meminta maaf atas apa yang sudah ia katakan sebelumnya. Ia tidak ingin Ilham merasa sungkan terhadapnya hanya karena pertanyaan aneh dan abstur tersebut."Kalo bisa kalau mau nolong itu jangan ada alasan Mbak, nanti Allah nggak ridho." Ilham lagi-lagi berkata dengan benar, perkataan yang membuat Sumiyati merasa bersalah luar dan dalam. Sumiyati menyadari kekeliruannya, gadis berambut panjang itu memilih untuk menganggukkan kepala tanpa menatap k
Read more

Bab 15. Saatnya Pulang Ke Rumah

Sekali lagi Ilham merogoh tabungannya untuk Bu Saritun, ia membantu Sumiyati tanpa pamrih. Baginya membantu orang dijadikan sarana untuk bersedekah sekaligus mencari amalan.Kelakuan Ilham yang begitu ringan hati dan sama sekali tidak mengeluh membuat Bu Wiryo menggelengkan kepala. Ia hanya bisa berdecap sambil bersedekap saat melihat putra semata wayangnya nampak repot menyediakan beberapa uang yang ia ambil dari brankas pribadinya."Begitu saja terus, sampai tabungan kamu ludes." Bu Wiryo menyinggung, jujur kepalanya berdenyut ketika memikirkan sikap Ilham yang begitu ringan soal uang. "Ibu tak habis pikir kenapa kamu ringan soal duit sama orang. Hati-hati Ham, Ibu nggak pengen kebaikan hati kamu itu dimanfaatkan orang."Ilham menatap ibunya sejenak, diam adalah salah satu watak Ilham yang berhasil membuat darah tinggi ibunya naik."Ham, Ibu itu bicara sama kamu loh! Bukan sama tembok," ucap Bu Wiryo lagi. Ia mendengkus lalu duduk di atas ranjang Ilham."Iya Bu, Ilham dengar kok." I
Read more

Bab 16. Menghargai Masakan Orangtua

"Kamu tidak suka Sum dengan masakan Ibu?" Bu Saritun terus menanyakan pendapat Sumiyati tentang masakannya selama ini. Gadis berambut panjang itu terdiam cukup lama, terombang-ambing di dalam sebuah dilema dimana ia memang tidak menyukai masakan ibunya yang selalu asin. Akan tetapi dirinya juga tidak bisa jujur karena kejujurannya tentu saja akan membuat sang ibu terluka pastinya."Sum—""Suka kok Bu, Sum sangat suka dengan masakan Ibu." Sumiyati menjawab dengan getir, ia mengulas senyum seolah tidak pernah terjadi apa-apa selama ini. Kejadian yang pernah menimpa ibunya disaat muda hingga berakibat fatal membuat Sumiyati tidak tega untuk mengatakan yang sebenarnya. Sumiyati tahu, jika ia mengatakannya maka sang ibu akan bersedih lalu menyalahkan dirinya sendiri."Kalau begitu kamu segera belanja gih?! Ibu akan bantu menyalakan api di tungku dulu." Bu Saritun terlihat berbinar, wajah yang sangat cantik untuk wanita tua seperti beliau.Sumiyati menoleh ke arah Ilham yang kala itu hanya
Read more

Bab 17. Selingkuh

"Sum, bagaimana? Jangan buat Ibu makin penasaran," ucap Bu Saritun dengan keing berkerut. Melihat antusias yang diperlihatkan Bu Saritun, Ilham lantas menyahut dengan cepat."Tentu saja enak Nek, Mbak Sum pasti nggak bisa berkata-kata karena saking enaknya. Buktinya nih, Ilham mau nambah lagi," ucap Ilham lalu kembali mengambil bakwan goreng yang masih hangat tersebut. Ilham hanya tersenyum, menikmati gorengan yang menurut Sumiyati memang terasa sangat asin. Seperti biasa, Sumiyati tidak mampu berkata-kata karena dia tidak sanggup menyakiti hati ibunya.Bu Saritun tersenyum puas, melihat Ilham begitu lahap memakannya rasa khawatir yang sempat hadir dalam hati Bu Saritun mendadak lenyap. "Benar kan Sum, Ibu masaknya pasti enak. Nak Ilham, bakwannya gak keasinan kan Nak?"Ilham menggeleng, ia tersenyum sambil mengunyah. "Enggak Nek, tidak asin sama sekali kok. Rasanya sudah pas. Nenek memang pintar memasak. Hmm, Ilham boleh bawa pulang bakwannya Nek?"Alis Sumiyati menaut, ia menatap I
Read more

Bab 18. Terbongkar Segalanya

Tring... Tring...Ponsel android Sumiyati yang sudah jadul berbunyi, mengalihkan perhatian si empunya ponsel dari aktifitasnya mengambil jemuran kering dari tali yang ia gelar di belakang rumah. Sumiyati segera berteduh, sore itu masih terasa panas di langit kota Wonogiri.Meletakkan bak ember yang biasanya ia pakai untuk mengambil jemuran kering, Sumiyati lantas merogoh saku daster usang yang ia pakai. Wajahnya terlihat serius ketika sebuah nomer baru masuk ke WhatsApp-nya dan sepertinya tengah mengirim foto.Karena ponsel model lama, Sumiyati harus bersabar ketika ponselnya tersebut sedikit lemot untuk memuat gambar. Beberapa detik kemudian, mata Sumiyati melotot. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat, perlahan tangannya gemetaran disusul perasaan hancur yang menumbuk jantung dan juga dadanya."Apa ini? Foto ini?" Sumiyati menggeleng, ia menutup mulutnya rapat-rapat dengan sebelah tangan. "Mas Susilo, kamu tega Mas."Beberapa detik kemudian, nomer baru itu mengiriminya pesan sin
Read more

Bab 19. Benarkah Aku Menyukainya?

"Kamu bisa bantu Nenek kan, Ilham?" Bu Saritun kini menyentuh tangan pemuda yang duduk di sebelahnya. Dengan segenap perasaan yang ada, Bu Saritun meminta agar Ilham mau menyelidiki tentang kesedihan Sumiyati yang terlihat begitu berlebihan.Ilham terdiam, ia menunduk sejenak lalu menganggukkan kepala. Setuju dengan apa yang dipinta Bu Saritun, Ilham mencoba memahami posisi wanita tua itu sebagai seorang ibu. "Baik Nek, saya akan bantu sebisa saya."Bu Saritun tersenyum puas, ia menganggukkan kepala tanpa banyak bicara lagi. Wanita tua berambut putih itu lalu melongok ke dalam, memanggil Sumiyati untuk membuatkan kopi. "Sum, Sumiyati!""Iya Bu," sahut Sumiyati dari dalam kamar, gadis itu perlahan membuka pintu kamar lalu menghampiri Bu Saritun yang duduk di luar rumah.Melihat ada Ilham, Sumiyati mencoba terlihat biasa meskipun wajahnya masih terlihat merah karena menangis. "Oh, ada Mas Ilham, sudah lama ya Mas?!""Baru saja Mbak," jawab Ilham pelan sambil tersenyum, benar saja ia bis
Read more

Bab 20. Kembali Ke Kota

"Ya Allah, benarkah aku menyukainya?" Ilham membatin dalam hati, jelas terasa getaran aneh itu mengguncang dadanya saat ini.Melihat Ilham hanya tertegun di tempat, Sumiyati menautkan alis. Dirinya tidak mengerti kenapa pria itu tiba-tiba terdiam menatapnya. Menggelengkan kepala, Sumiyati lantas melambaikan tangan ke arah Ilham. "Mas, ke sini!"Ilham tersadar, sepertinya ia memang harus merapalkan surat An-Nas untuk mengusir jin yang menguasai otaknya. Pria berjaket jeans biru segera bergegas menuju ke arah Sumiyati, menunjukkan dua tiket yang berhasil dia beli. "Nih tiketnya sudah kebeli. Yuk kita naik!"Sumiyati mengangguk, ia lantas mengikuti langkah kaki Ilham untuk segera naik bianglala seperti yang mereka kehendaki sebelumnya.Malam yang penuh dengan keriuhan orang itu, mereka nikmati bersama-sama sambil menaiki bianglala. Sesekali tertawa lepas untuk menghilangkan penat dan jenuh yang melanda.Terdiam sejenak, Ilham kembali meresapi perasaannya. Perasaan yang terasa begitu nyam
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status