Home / Fantasi / Roh Dewa Perang / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Roh Dewa Perang: Chapter 21 - Chapter 30

107 Chapters

Gadis Berbaju Merah

Dewa Arsa ditinggalkan sendirian di tengah hutan yang gelap gulita. Suami dari Dewi Hara kemudian menghidupkan seberkas api yang berasal dari tangan kanannya. Ia melangkah mencari jalan keluar agar bisa menemukan pecahan kedua arwah sang dewi kebaikan. Di tengah perjalanan, Arsa mendengar lolongan binatang buas yang jumlahnya ia yakini tak hanya satu. Namun, lelaki dengan tubuh tegap itu tak peduli. Baginya menyempurnakan misi keduanya jauh lebih penting. Bahkan ketika derap langkah kaki binatang buas mulai terdengar mengejarnya, Arsa tak ambil pusing. Barulah ketika hewan yang berkerumun tersebut mencoba menerkamnya, ia memutar dan menendang beberapa binatang dengan mudah hingga semuanya terpental sangat jauh dan membanting pepohonan. “Kalian tak paham aku siapa!” Arsa memperjelas siapa dirinya. Tapi sia-sia sebab yang menyerangnya sekumpulan serigala kelaparan dan butuh daging segar untuk disantap. “Oh, baiklah kalau itu yang kalian mau. Aku akan buat kalian tak merasakan kelapa
Read more

Hampir Gila

Dira tersedak ketika sebuah tangan terulur memberikan dua buah pisang padanya. Buru-buru ia pasang penutup di wajah. Tabib itu takut aibnya ketahuan dan dicemooh siapa pun. “Kenapa harus ditutup?” tanya Arsa yang kehilangan kesempatan memandang wajah sang tabib. “Malu. Ada bekas luka besar.” Dira mengambil dua buah pisang itu dengan ragu dari tangan Arsa. Sebenarnya dari sekian banyak orang, sang tabiblah yang paling lapar. Hampir tujuh malam tak pernah benar-benar tidur karena mengurus borok warga. “Coba aku lihat.” Dewa perang itu nekat meraih cadar Dira. Tapi gadis itu lekas menghindar. “Terima kasih atas buahnya, Tuan. Dan apa kau berencana menetap di sini? Aku lihat dari cara berpakaian, pembawaan dan semua tentangmu, kau seperti lebih tinggi kastanya dari adipati atau mungkin raja yang tak pernah aku temui.” Arsa diam sejenak. Jelas ia akan tinggal sampai tujuannya tercapai. Tapi dia harus menjawab apa atas pertanyaan Dira. “Aku berencana tinggal, sampai orang-orang di si
Read more

Bunga Pembawa Petaka

Dewi Bunga—Ambaramurni sedang memperhatikan kebun kerajaan. Pesta bersama Ratu Langit telah usai. Kini ia harus menanam kembali bunga yang telah dipetik. Dewi yang sejak dahulu menyukai Arsa itu memperhatikan satu buah bunga berwarna biru.“Bunga calendula. Bunga aneh, tidak pantas ada di sini, para dewa bisa muntah-muntah kalau menghirup aromanya apalagi kalau diminum.” Sang dewi yang berparas cantik dengan kulit putih pucat itu memusnahkan bunga yang tak seharusnya tumbuh di kebun kerajaan. Mungkin salah satu kecerobohan dayang-dayangnya. Selesai mengawasi kebun kerajaan, gadis suci yang menyimpan Arsa rapat-rapat dalam hatinya itu kembali ke Aula merah muda tempatnya tinggal. Sudah beberapa kali ia coba dinikahkan oleh Ratu langit—bibinya. Namun, kalau tak dengan Arsa, Ambaramurni tak mau. Ia sudah senang Hara tewas, tak tahunya Arsa masih terus berharap. “Apa kabar Dewa Arsa, ya? Aku harap dia baik-baik saja mencari pecahan arwah istrinya. Setelah itu kembalilah, aku akan menagi
Read more

Buta

Ambar tersenyum penuh kemenangan. Tak lama lagi ingatan Arsa tentang Hara akan terhapus sepenuhnya. Seandainya pun dewa perang itu sadar di tengah ritual, maka ia tak akan bisa menolak. Atau akan ada bagian dari tubuhnya yang rusak parah. Sudah Dewi bunga itu duga bahwa sang lelaki yang ia puja akan sadar. Dua mata mereka yang berbeda warna saling bertatapan. Ada kebencian jelas pada diri Arsa. “Tenanglah, Kanda Arsa, ini tak akan lama. Kau akan menerimaku walau terpaksa. Jangan membantah karena kau tak akan tahan dengan sakitnya,” ucap Ambar tanpa ada keinginan untuk mundur. Hatinya sudah dipenuhi cinta buta. “Kau tak pernah tahu sedang berhadapan dengan siapa.” Bisa Arsa rasakan satu demi satu kenangan tentang Hara menghilang. “Kau tak berdaya melawannya, Kanda, atau kau harus terim—” Belum selesai Ambar berbicara, tubuhnya telah terdorong sangat jauh. Arsa menghantam bagian perut dewi bunga hingga ia pun muntah darah. Di luar dugaan, Ambar kira dewa perang itu tak akan menyak
Read more

Rayuan Maut

Arsa menunggu di luar kamar Anindira. Ia yang sedang buta, daripada mati bosan kemudian memilih jalan-jalan ke hutan tak jauh dari tempat sang tabib tinggal. Ada telinga yang ia andalkan sebagai pengganti mata. “Meski tak bisa melihat lagi, ternyata kau masih sama saja gagahnya seperti dulu, Dewa Arsa.” Rogu muncul lagi, selalu saja tiba-tiba. “Kau bisa menyembuhkan penyakitku ini, bukan? Cepatlah, aku mulai tak sabaran melihat wajah istriku.” “Tentu bisa, tapi biarlah dia yang melakukannya, anggap saja chemistri di antara kalian berdua akan terus tumbuh,” ucap pelayan Dewa Rama dengan bahasa asing. “Apa itu chemistri?” tanya sang dewa perang terkuat. “Semacam senyawa fisika yang menimbulkan getar-getar antara dua insan yang salin jatuh cinta.” “Kau bertele-tele, fisika itu apa?” “Itu ada di kehidupan modern. Aku sudah menemui di mana istri keenammu akan lahir. Jadi kau akan menghadapi situasi yang berbeda, Dewa Arsa.” “Apa manusianya semakin kuat?” “Tidak. Justru semakin lem
Read more

Jamur Beracun

“Ah, terserah kau saja, Tuan, mau siluman, mau dewa, mau manusia biasa, setelah matamu sembuh pergi dari tempatku.” Dira melompat turun dari pohon. Tidak tabib itu temukan di mana Arsa. Namun, lama-lama ia jadi kepikiran, kalau memang lelaki tersebut dewa atau sejenisnya, mungkin bisa ia uji coba dengan racun paling mematikan.“Setelah ini aku akan menjadi tabib paling hebat sejagad raya. Terima kasih atas kedatangan dan kegilaanmu, Tuan.” Gadis berbaju merah itu punya rencana lain ternyata. Terserah saja Arsa nyasar ke mana, tabib itu meneruskan niat agak kurang baiknya dengan menuju satu tempat yang dikelilingi ular berbisa. Dira meraih serbuk kaca yang ada di kantung bajunya. Iya, dia memang membawanya ke mana-mana. Serbuk kaca halus yang menjadi benda yang paling dibenci oleh ular. Setelah serbuk kaca ditaburkan binatang melata itu benar-benar pergi dan Dira petik jamur beracun yang ampuh membunuh seekor gajah sekalipun. “Tapi kalau dia mati bagaimana, ya?” gumam Dira sambil
Read more

Ombak Kayu

“Hara, bukan, Adara, ah salah lagi, Dira. Kau mau ke mana?” Dewa perang itu lekas menyusul ke arah sang tabib berlari. Pasti ada sebuah benda yang menarik hati hingga gadis berbaju merah itu mengabaikannya. “Ada sinar dari dalam hutan, pasti ada tumbuhan ajaib yang tumbuh jelang bulan biru, dua hari lagi, Tuan,” jawab Dira sambil tergesa-gesa. Ia harus jadi orang pertama yang memetik bunga tersebut. Nantinya kembang tanpa nama itu bisa dijadikan obat untuk meluruhkan semua sisa serbuk bunga hitam di dalam mata Arsa. “Tunggu, hati-hati hari sudah malam.” Berbekal pendengarannya tajam, Arsa menyusul ke mana sang tabib berlari. Tanpa mereka berdua sadari, baik Arsa atau Dira sudah berlari terlalu jauh ke dalam hutan. Sinar bunga itu semakin diikuti semakin jauh letaknya. “Haduh, aku sudah ngos-ngosan berlari, kenapa tak sampai juga.” Dira beristirahat sejenak melepas lelah. Dewa perang itu menyenderkan tubuhnya pada sebatang pohon. Hidung Arsa terus bergerak, ia mencium kedatangan
Read more

Rumah Baru

“Jangan terlalu kau pikiran kata-kata orang. Mereka kadang asal bicara dan menebak jalan hidup orang. Tanda lahir di wajahmu sama sekali bukan tanda sial.” Arsa memahami apa yang ada di dalam hati Dira. “Memang benar jadi pembawa sial. Buktinya hanya karena ini saja aku dibuang. Sudahlah, aku tak mau mengenang masa lalu. Yang perlu aku pikirkan di mana sekarang aku tinggal? Rumahku yang kecil itu hancur begitu saja.” “Serahkan padaku. Kau hanya tinggal duduk manis saja dan menerima semuanya.” “Tapi Tuan, kan, buta, bisa dapat kayu dari mana dengan keadaan gelap seperti sekarang?” “Tadi juga waktu aku membawamu melompat dalam keadaan buta. Masih ingin meragukan kemampuanku?” tanya kembali Arsa. Dira hanya menggeleng saja, meski keraguan masih bercokol di sanubarinya. Ombak tanah dan pohon di seberang telah berhenti bergumuruh. Tanah di tempat dewa perang dan sang tabib berpijak tak lagi bergetar. Arsa bergerak cepat membuat tempat berbaring sementara yang nyaman bagi Dira. Gadis
Read more

Rasa Bahagia

“Sialan! Apa yang kau lakukan di depanku, hah?” Arsa mendorong Rogu yang tiba-tiba ada di depannya menggantikan Dira. Niat hati Arsa ingin memandang wajah putih dengan lukisan dewi memegang ikan, tetapi apa daya pelayan Dewa Rama itu merusak semuanya. “Aku datang untuk mengabarkan kalau istri ketigamu tak jauh dari sini,” ucap Rogu sambil memegang pipinya yang dibelai Arsa tadi. Dewa perang itu bergidik geli. “Mana, Hara, eh Dira, mana, mana?” tanya Arsa yang kehilangan sang tabib. “Tuh,” tunjuk Rogu yang memoyongkan bibirnya sendiri. Gadis berbaju merah itu dibuat tak sadarkan diri di tangga rumah. “Kurang ajar kau.” Dewa perang itu menendang Rogu hingga ia terlempar jauh, jauh sekali dan nyaris menjadi bintang di langit. Lelaki yang disembah oleh semua manusia harimau itu lekas terbang dan mengangkat Dira ke ranjangnya. Kali ini Arsa bebas memandang wajah tanpa ada penutup, dan tanpa buram sama sekali. “Aku rasa, jejak dewi kebaikan di langit, turun padamu, Adara, eh, Dira ma
Read more

Bujuk Rayu

Anindira dikeluarkan dari karung yang membungkus dirinya. Ia masih tak sadarkan diri, kemudian segentong air disiramkan ke tubuhnya. Gadis itu terpaksa sadar karena kejutan yang ia terima. Mata Dira melihat sekeliling. Ini bukanlah rumahnya. Ada banyak lelaki kekar di sekelilingnya. Jangan lupakan tiang untuk gantung diri. Kayu untuk dibakar, dan pedang panjang yang membuatnya menelan ludah. Seperti tempat hukuman mati bagi para pemberontak, atau penjahat kelas berat. “Diakah orangnya.” Seorang lelaki dengan pakaian kuning keemasan datang dan memegang dua pipi Dira sangat kuat hingga bibir gadis itu mengerucut. “Cantik juga, tapi kau memiliki aib di wajahmu. Ini kutukan, kalau dibiarkan desa kita akan terkena wabah borok seperti dulu.” Telunjuk adipati itu tak luput menekan dahi sang tabib berkali-kali. “Apa ini, aku tak mengerti sama sekali!” Dira memberanikan diri untuk bertanya setelah lelaki bangsawan yang merupakan pemimpin wilayah melepaskan cengkeraman tangannya. “Kau can
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status