Semua Bab Cinta Orang Ketiga: Bab 11 - Bab 20

43 Bab

Melinda

Adelia merapatkan cardigan hitam, sambil memeluk tubuhnya sendiri. Langit kota Singapura sangat cerah malam ini. Dia bisa melihat kerlip bintang bersanding dengan bulan yang berbentuk sabit. Lalu matanya tertarik pada lampu-lampu yang menghiasi kota tersebut. Seperti ribuan kunang-kunang tengah berpesta di bawah sana. Tanpa sadar, senyum Adelia mengembang. Untuk pertama kalinya setelah pernikahannya dengan Bayu, baru kali ini dadanya merasa lega. Entahlah ... saat pertama kali melihat rumah yang kini dia tempati, seperti tak asing, apalagi ketika ke kamar yang didominasi cat biru muda, membuatnya serasa berada di tempat yang tepat."Sebaiknya Nona masuk karna udara di luar sangat dingin."Adelia menoleh dan melihat sosok Melinda sedang menenteng nampan. "Tapi, saya suka melihat lampu kota dari sini, Bi. Terlihat indah.""Saya tau Nona suka sekali melihat itu, tapi sebaiknya makan malam dulu."Adelia menoleh, dahinya mengerut mendengar jawaban Melinda. "Bibi berkata, seolah-olah menge
Baca selengkapnya

Kotak Pandora

"Minumlah ....." Melinda mengangsurkan segelas air putih kepada Adelia. Wanita itu terkejut melihat keberadaan si gadis di depan pintu dengan air mata berlinang di pipinya. Adelia hanya diam. Dia geming di atas kursi, seraya menyentuh tuts piano pelan. Air mata gadis itu telah surut, tetapi tidak sesak di dadanya. Ada rahasia di rumah ini dan Adelia yakin, Melinda tahu sesuatu. "Aku tak perlu air putih. Aku butuh penjelasan. Kali ini. Jujurlah padaku, Bibi Mel," pinta Adelia lirih, berbanding terbalik dengan sorot matanya yang menajam. Melinda meletakkan gelas di atas piano. Dia duduk di sebelah Adelia, seraya menganjur napas. "Apa yang Nona ingat?" "Aku merasa pernah ke rumah ini, Bi. Halaman, tangga, kamar, masakan, bahkan suara piano yang Bibi mainkan, mengingatkan pada ...." Adelia menahan kalimat terakhir. Rasa-rasanya dada gadis itu ingin pecah kala mengingat betapa dia sangat merindukan sang ibu. "Maafkan saya .... harusnya saya tak memainkan piano ini, tapi saya juga mer
Baca selengkapnya

Dia

Dari sekian banyak objek wisata yang ada di kota Singapura, Bayu memilih Garden By The Bay untuk menyenangkan hati Adelia. Lokasinya yang berada tepat di belakang Hotel Marina Bay, membuat tempat ini selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan dalam dan luar negeri. Secara umum, Garden By The Bay adalah kebun bunga yang didesain dengan konsep hutan di dalam kota. Hampir semua tanaman dari seluruh penjuru dunia ditanam di sana. Selain taman dan area bermain, sebuah rumah kaca raksasa yang dilengkapi fasilitas canggih, juga berdiri kokoh. Bayu berkali-kali meyakinkan diri, jika dia tak memiliki perasaan apa pun pada gadis tersebut, yang dia lakukan sekarang ini, hanya berdasarkan kemanusiaan. Pria itu tahu benar, besarnya kerinduan si gadis kepada ibunya. Fairuz pernah bercerita keadaan Adelia saat pertama kali dibawa pulang. Gadis itu selalu menangis, dia tak mau memakan apa pun. Setiap malam selalu mengigau memanggil sang ibu. Bayu penasaran mengapa wanita yang terlihat baik--dia menyim
Baca selengkapnya

Geming

Dahulu senja terlihat indah di mata Bayu. Meskipun, gerimis demi gerimis menimpa tubuhnya, dia tak merasakan dingin yang diembus angin ke dada. Pelukan Adelia di pinggangnya, telah menciptakan aliran hangat. Sehangat wedang jahe yang dibuat dengan bumbu kasih sayang oleh almarhum ibunya, dulu. Sore itu, mereka tak sengaja bertemu. Adelia berjalan menuju gapura komplek tempat tinggal mereka. Sementara itu, Bayu baru saja mengantarkan mobil Fairuz ke bengkel. Tak payah menebak sosok yang berjalan, sambil memeluk buku di dada adalah Adelia. Dengan rambut hitam panjangnya yang dikuncir tinggi, gadis tersebut terlihat imut dan sangat manis mengenakan celana olah raga dan T-shirt lengan panjang, yang di belakangnya bertuliskan nama sekolah tempat si gadis bersekolah. Bayu sengaja memelankan laju motornya. Dia ingin lebih lama menikmati gerakan gemulai Adelia sore itu. Akan tetapi, tangannya tak bisa diajak bekerja sama, mulutnya juga, apalagi hati. Mereka tidak sinkron sama sekali. Seruan
Baca selengkapnya

Tabir

Hujan masih berisik jatuh di atas atap rumah, sementara angin tak jemu meniup daun-daun di pekarangan rumah berlantai tiga yang ditempati Adelia. Sepertinya, terus mencoba meruntuhkan ketegaran sang daun yang bergelayut di ranting pohon yang bergoyang ke sana ke mari. Adelia menyibak tirai yang menutupi jendela kamarnya, hanya untuk melihat genangan air yang membasahi balkon kamar. Ini bukan kali pertama gadis tersebut mengintip keluar kamar. Berbulan-bulan yang lalu hujan juga turun seperti itu. Namun, kali ini intensitasnya cukup rendah. Gadis itu tak pernah membenci hujan. Sebab, jika dia membenci, artinya dia tak menerima ketentuan Tuhan. Apa saja yang terjadi di semesta, tentu sepengetahuan Yang Mahakuasa. Daun jatuh saja, tak akan terjadi jika bukan karena izin-Nya, apalagi hujan dan panas yang memang keharusan.Begitupun apa yang telah terjadi padanya. Adelia tersenyum sumir saat merasakan pergerakan bayi di dalam rahimnya. Makhluk kecil itu bergerak sangat aktif. Sering dia t
Baca selengkapnya

Limbung

Senja temaram, mengantarkan benak Bayu pada sosok Adelia. Gadis itu terlihat menarik setiap hari, meski perutnya semakin membesar. Entah mengapa, kehamilan gadis tersebut membuatnya lebih cantik di mata sang pria. Sering Bayu memperhatikan Adelia diam-diam. Bagaimana cara gadis itu tersenyum saat berbicara dengan calon bayinya. Mengusap perut dengan kasih sayang, kadang menempelkan earphone ke sana, sekadar memperdengarkan musik klasik. Bayu juga menyesali ego yang membumbung tinggi. Tak pernah sekalipun dia menemani Adelia memeriksakan kehamilan. Bukan apa-apa, dia hanya tidak mau gadis itu besar kepala dan mengira bahwa hatinya telah melunak. Namun, jika boleh jujur, ada yang bergetar di dada Bayu saat beradu pandang dengan mata jernih milik Adelia. Sorot mata gadis tersebut tak pernah berubah, masih menenangkan dan membuat nyaman. Seperti musim semi selalu hadir di dadanya. Terasa hangat, indah, dan berpelangi. Berlebihan memang, tetapi itulah yang dia rasakan saat ini. Meskipun,
Baca selengkapnya

Luluh?

Pagi yang cerah. Sang surya tidak begitu garang bersinar, tetapi cukup menembus kaca tempat Deyana berdiri. Wanita itu mendengkus kesal, melihat dua puluh pesan WhatsApp yang dia kirim ke telepon genggam Bayu, masih abu-abu dan centang satu. Benaknya bertanya-tanya, ke mana pria itu? Padahal kemarin, dia sudah memberi kabar berada di bandara Changi. Biasanya, Bayu akan langsung menghampiri setiap kali dia meminta. Namun, kali ini, pria tersebut menghilang tanpa kabar. 'Kamu ke mana, sih?! Bisa-bisanya kamu cuekin aku, kek, gini!' Deyana berjalan mondar-mandir di depan jendela hotel tempat dia menginap. Wajah wanita itu memerah dengan rahang mengeras dan bibir terkatup rapat. Berkali-kali dia menjambak rambutnya sendiri, sebagai bentuk kekesalan. Bila amarah sudah memuncak ke puncak kepala Deyana, dadanya seperti digodam palu besi berkali-kali, menyesakkan, meronta-ronta hendak dilepaskan. Rasanya, ingin menghancurkan apa saja yang ada di sekitarnya. Wanita itu memang kesulitan meng
Baca selengkapnya

Euforia

Pohon-pohon angsana, yang tumbuh berjajar dan dipangkas rapi di sepanjang jalan kota Singapura, seolah-olah sedang berlari berlainan arah, bila dilihat dari balik kaca mobil. Adelia mengagumi pohon yang mempunyai nama latin, 'Pretocarpus inducus' itu, karena dahannya tumbuh merunduk--nyaris menyentuh tanah--bisa dijadikan tempat berteduh, bila matahari bersinar terlalu terik. Pohon yang kulit kayunya berwarna abu-abu kecokelatan, mengingatkan gadis tersebut pada taman yang sering dikunjungi bersama sang ibu, dulu. Hampir setiap sore, wanita yang tak diketahui rimbanya itu, sering mengajak Adelia berjalan-jalan, dan menemani putrinya bermain. Kala itu, sandyakala tampak indah di kaki nabastala. Keduanya duduk di atas rumput yang terhampar luas bak permadani, tepat di bawah dahan-dahan pohon angsana yang berdaun lebat. Sarmila menjawab pertanyaan sang putri, seraya memperbaiki kepangan rambut Adelia yang berantakan sehabis bermain. "Ibu, kenapa Papa jarang pulang? Kalau ketemu, juga h
Baca selengkapnya

Cukup

Hari telah kembali ke tampuk malam. Langit terlihat sangat cerah, penuh bintang berkerlip bersanding dengan sang bulan. Indurasmi nan redup, menyentuh wajah Adelia yang gundah. Wajah gadis itu juga tampak berkabut, serupa dengan suasana hati yang dilamun lara. Sepertinya, malam akan terasa sangat panjang baginya. Baru sehari menemukan 'Mas Bayu-nya' , kini Deyana datang merebut kembali perhatian sang pria. Adelia tersenyum getir. Kepalanya disentil sesuatu yang tak kasat mata, lalu mengatakan, bukan merebut. Akan tetapi, wanita itu mengambil hak yang telah terampas. Masih jelas terbayang di tempurung kepala gadis tersebut, bagaimana tatapan kebencian, ditikamkan Deyana kepadanya. Wanita itu tak mengatakan apa-apa, tetapi diamnya Deyana, membuat hati Adelia serasa ditindih berjuta kilo beban. "Nona, waktunya makan malam. Apa Nona tidak mau turun?" Melinda menghampiri Adelia yang termenung di balkon kamarnya. "Aku enggak selera makan, Bi." Langkah Melinda mendekat, berdiri satu leng
Baca selengkapnya

Cemburu

Sunyi merambat pelan layaknya malam yang menghadirkan banyak kemungkinan. Entah kesedihan atau pun kesenangan. Seperti malam ini, Adelia terpekur duduk di atas pembaringan sambil melihat telapak tangan--yang tadi dia gunakan untuk menampar Deyana. Ada sesal yang merambati rongga dada. Seumur-umur, tak pernah sekali pun dia bersuara keras kepada wanita tersebut, apalagi memukul. Justru selama ini Adelia selalu mengalah. Meski pun, perlakuan Deyana tak pernah baik padanya. Sejak Adelia dibawa pulang ke rumah oleh Fairuz, wanita itu sudah menunjukkan sikap permusuhan. Ada saja kesalahannya di mata Deyana. Wanita itu tak mau semobil dengannya, bila terpaksa, Deyana akan menurunkan Adelia di pinggir jalan. Untuk sampai sekolah tepat waktu, gadis tersebut terpaksa menggunakan ojek. Apa pun yang dibelikan sang papa, pasti Deyana akan merusaknya. Hal demikian, terus berlangsung sampai Adelia dibelikan sepeda motor oleh Fairuz diulang tahunnya yang ketujuh belas. Begitupun Andini, Mama Deyan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status