Semua Bab Terpaksa Menikahi Ibu Guruku: Bab 21 - Bab 30

45 Bab

21. Ultah Bu Guru

Jam istirahat sekolah, Rizal dan Ali masuk kelas dengan raut wajah berseri-seri. Mereka saling berbisik lalu tertawa bersama. Begitu melihat aku dan Bimo di dalam kelas, mereka langsung datang menghampiri. “Bro! Minggu depan Bu Yura ulang tahun!” seru Ali. Bimo melirikku yang hanya mampu menelan ludah. Beneran? Hal sepenting ini harusnya aku – suaminya- yang lebih tahu, kan. Kenapa malah Rizal dan Ali. “Tau dari mana?” Aku berusaha terlihat cuek meski sebenarnya kepo setengah mati. “Tadi nggak sengaja lihat data guru pas di kantor,” jawab Rizal. “Cari kado, ah, ntar pulang sekolah.” Aku melotot. lancang sekali Rizal ini! “Lo berdua ngapain sih? Ngegebet guru segala. Nggak sopan tau!” “Nggak sopan gimana, kita cuma mau kasih kado, nggak ngapa-ngapain juga!” bela Ali. “Terus tujuannya ngasih kado apa?” “Ya, biar makin deket aja sama Bu Yura, kali aja ada kesempatan. Tul nggak?” Ali menyenggol lengan Rizal minta dukungan. “Lo mau ngasih kado juga?” Rizal melirikku. “Ayok! Kita
Baca selengkapnya

22. Kantor Polisi

“Heh, bocah! Lu lagi, lu lagi. Kangen sama kantor polisi ya lu!” salah seorang petugas Polisi bernama Pak Suroto menepuk bahuku dengan gulungan koran. Aku meringis. Sudah kesekian kalinya kami bertemu di kantor polisi. Beliau sampai hapal.“Hubungi sekolah mereka!” titahnya, yang langsung dilaksanakan oleh salah seorang anak buah.Sambil menunggu pihak sekolah datang menjemput, seperti biasa, Pak Roto akan memberikan kami nasehat. Isinya pun aku sampai hapal di luar kepala. Bosan. Untunglah, tak lama, kulihat mobil sekolah datang. Mr. Dika turun dari pintu mobil sebelah kiri depan. Biasanya memang guru-guru muda yang diutus kalau ada masalah seperti ini.Guru Bahasa Inggrisku itu lantas membuka pintu mobil bagian belakang. Aku membelalak, ketika kulihat Azyura yang turun.“Gimana, menang?” tanya Mr.Dika saat kami saling bertatap muka. Aku dan yang lainnya hanya menunduk tanpa mengucapkan sepatah katapun.“Arka masih bisa bawa motor?” Mr.Dika memperhatikan luka-luka di wajah dan lenga
Baca selengkapnya

23. Salah Sangka

“Arkaaa!” Seseorang memanggilku kala aku baru saja memarkir motor. Aina, dari suaranya tentu saja aku hapal. Ia mendekat, tanpa permisi menyentuh wajahku. “Ya ampun Arka, kenapa babak belur gini? Gara-gara balapan kemaren ya?” “Jangan sentuh!” Kujauhkan wajahku dari tangannya, seketika raut mukanya menjadi masam. “Arka, kamu berubah deh!” katanya seraya memeluk lenganku. “Lepas Aina! Ngga enak dilihat orang!” Aku berusaha melepaskan tangannya. “Nggak ada orang kok!” jawabnya santai, malah semakin mengukuhkan cekalan tangannya yang bergelayut manja di lenganku. Aku memang sedikit terlambat ke sekolah, makanya parkiran siswa sudah sepi. “Bahkan sudah bonyok begini, kamu masih terlihat tampan!” Ia berkata sambil memandang wajahku dalam-dalam, bikin risih. Heran juga dulu kenapa aku sempat naksir sama dia ya. Untung nggak sampai jadian. “Arka!” Aku terkejut, ketika sebuah suara dengan tegas memanggil namaku. “Yu- eh Bu Yura?” Ia menghentikan motor matiknya di depan jalan masuk park
Baca selengkapnya

24. Semangkuk Burjo

"Arka mau ikut?" Heh serius Mr.Dika menawariku? “Memang saya boleh ikut Mister?” tanyaku. “Boleh saja, kenapa tidak? Nanti setelah makan baru kamu laporan ke BK ya!” Aku menimbang-nimbuang, ikut atau tidak. Kalau ikut nanti aku jadi obat nyamuk diantara mereka berdua. Obat nyamuk bakar yang terbakar api cemburu. Huh! Tapi kalau tidak ikut, tidak rela rasanya membiarkan mereka berduaan di sana. “Ajak Bimo boleh Mister?” tanyaku spontan ketika melihat Bimo melintas. Kulirik Yura, ia menatapku tajam seolah berkata, ni anak dikasih hati minta jantung! “Oh boleh-boleh, Bimo sini!” Bimo menghentikan langkahnya dan menoleh. “Saya Mister?” “Iya, mau ikut ke warung burjo depan?” “Ditraktir Mister?” Mata Bomo membulat. Kalau sudah berkaitan dengan makanan, Bimo memang selalu antusias. Mr. Dika tertawa kecil, “Iya Bimo, kamu boleh makan sepuasnya nanti.” Aku melirik Mister Dika dan Yura bergantian. Kenapa Mister Dika baik sekali sih? Mau cari muka di depan Yura? Di warung burjo, Mister
Baca selengkapnya

25. Cincin

“Nih, Bro!” Aku melirik uang seratus ribuan yang diangsurkan Bimo. “Apaan?” “Utang. Gue bayar.” “Kapan lo ngutang? Gue nggak inget.” “Waktu itu lo masih kaya, jadinya lupa. Coba sekarang gue ngutang, bakalan lo kejar sampe ke ujung dunia deh kalo belom bayar.” Bimo terkekeh. Aku menyambar uang dari tangan Bimo, mengibaskannya di depan mata sambil tersenyum. “Kalo gitu, entar pulang sekolah anterin gue ke suatu tempat ya!” Suatu tempat yang kumaksud adalah toko aksesoris yang letaknya tak begitu jauh dari sekolah. Mungkin sekitar 100 meter saja jaraknya. “Kita mau ngapain Bro ke sini?” tanya Bimo setengah berbisik. “Di sini isinya barang-barang cewek!” Ia nampak malu karena cewek-cewek memandang kami dengan tatapan aneh. “Beli kado buat Yura,” jawabku cuek. “Kalau itu bagus nggak Mo?” Aku menunjuk satu set aksesoris rambut. Aku pernah lihat Aina mengenakan yang semacamnya dan nampak manis. “Bro, Bu Yura itu perempuan dewasa kasih hadiahnya yang berkelas dikitlah. Masa jepit ra
Baca selengkapnya

26. Tawuran

“Cantik!” kataku saat melihat Yura sudah rapi hendak berangkat ke sekolah. “Apa?” Yura nampaknya tidak terlalu mendengar apa yang kukatakan atau … sengaja ingin mendengar aku memujinya dengan lebih jelas? Aku berdehem sekedar untuk melepas kegugupan. “Cantik juga tas yang kubelikan, padahal harganya murah.” Begitu kalimat yang meluncur dari mulutku akhirnya. “Jangan under estimate sama barang murah. Barang mahal yang biasa kau beli dengan uang Papamu, bisa jadi kualitasnya sama dengan yang murah, mereknya saja yang mebuatnya jadi mahal.” Masih pagi Yura sudah berceramah. “Ya ya…” kuiyakan sajalah biar cepat. “Oh, iya, Yura.” Aku baru ingat sesuatu. “Usahakan Aina tidak melihat tas ini.” “Kenapa?” Ia menoleh padaku dengan alis bertaut. “Ehm, kemarin dia yang membantu memilihkannya, aku takut dia nanti curiga.” “Oh jadi kemarin kamu berdua-duaan lagi dengan Aina?” Ia nampak membuang napas. Apa dia cemburu? “Nggak berduaan, bertiga kok sama Bimo.” “Inget kata Mr.Dika kemarin!”
Baca selengkapnya

27. Dasar Modus!

Terdengar suara cukup berisik dari depan pintu. Sesaat kemudian, kulihat Mr.Dika masuk. Tidak sendiri, ada seorang lelaki paruh baya bersamanya dan seorang lagi yang ikut masuk dengan kepala tertunduk, masih mengenakan celana seragam SMA dengan atasan kaos berwarna hitam. Alex? Mataku membulat menatapnya. Ya benar, itu Alex! Spontan aku mendekat, tanganku mencengkram baju atasan yang dikenakannya, “Tanggung jawab bangs*t!” “Arka!” Mr.Dika berusaha melepaskan cengkraman tanganku. “Dia yang menusuk Bu Yura Mister!” Tubuhku memberontak dalam pelukan Mr.Dika. “Iya, Bapak tahu, tenang dulu.” “Arka!” bentak Papa. “Jaga sikapmu!” Aku baru tenang setelah mendapat teguran keras dari Papa. “Ini Ayahnya Alex Pak, datang ke sini untuk minta maaf pada Bu Yura.” Mr.Dika memperkenalkan Ayah Alex pada Papa. Papa menjabat tangan Ayah Alex. “Saya Ayahnya Arka Pak, saya minta maaf karena anak saya yang memulai memancing keributan dengan anak Bapak.” “Pa!” selaku. “Dia yang mulai Pa, Alex dan tema
Baca selengkapnya

28. Suami Siaga

POV Azyura “Kalau sayang sama kamu, harusnya dia juga berbaik-baik denganku, suamimu.” “Uhuks!” Aku yang sedang meneguk air putih tersedak. “Dari kemarin kamu sebut suami-istri-suami-istri terus! Geli aku mendengarnya!” Arka mengambil tisu di meja mengusap mulutku yang basah. “Nyatanya memang begitu, aku suamimu kan!” Ia menatapku lekat, kedua tangannya kini memegang sisi kanan dan kiri ranjangku. “Heh kamu mau apa? Jangan macam-macam ya, di saat aku sedang tidak berdaya!” seruku ketika melihat tubuhnya semakin mendekat ke arahku. “Sssst, jangan bergerak!” Hah, apa maksudnya? Berani sekali dia memerintahku begitu. “Ada serangga di bantal kamu,” katanya seraya memungut sesuatu di samping kepalaku, lalu membuangnya lewat jendela. “Oooh!” jawabku datar. Tiwas degdegan. Arka ... Arka…. 🌷🌷🌷 “Arka pulang, sudah sore.” Aku melirik pada Arka yang tengah duduk di samping ranjangku sambil memainkan ponsel. “Pulang ke mana? Di mana ada kamu, di situlah tempatku pulang.” Aiiiih. “
Baca selengkapnya

29. Suamiku

Sepulang sekolah bergegas aku menuju rumah sakit. Barusan Yura mengirim pesan katanya dokter sudah mengijinkan pulang hari ini. Tentu saja aku harus menjemputnya. “Arka, kamu ke sini?” Aku yang baru saja melepaskan helm menoleh ke arah sumber suara. Duh, Mr.Dika ngapain ke sini sih? “Oh Mr.Dika.” Basa-basi aku menyapanya. “Mau menjenguk Bu Yura?” tanyanya lagi. “I, iya Mister. Saya yang menyebabkan Bu Yura masuk rumah sakit, jadi saya merasa harus bertanggung jawab.” Aku mencoba memberi alasan logis pada Mr.Dika supaya ia tidak curiga. Mr.Dika menepuk pundakku. “Hmmm baguslah, kamu sudah mulai belajar bertanggung jawab. Ayo, kita masuk bersama.” Mr.Dika menatap heran ketika aku menekan tombol lift. Pasti ia berpikir Yura masih di ruangannya yang lama, di lantai dua. “Papa saya meminta kamar VVIP buat Bu Yura Mister. Jadi Bu Yura pindah kamar,” kataku tanpa menunggu ia bertanya. Mr Dika hanya ber-ooh sepertinya paham bahwa Papa pasti ingin memberikan fasilitas terbaik untuk oran
Baca selengkapnya

30. Dihukum

"Terimakasih, ya.” Yura menunjukkan roti di tangannya sembari tersenyum. “Suamiku.” Eh? Suami? Dia bilang suami? Hatiku melonjak kegirangan. “Bilang apa tadi?” tanyaku pura-pura tidak mendengar apa yang barusan dikatakannya. Masih berusaha sok cool, tapi aku ingin mendengarnya lagi. “Su ….” Belum selesai Yura bicara, suara lain tiba-tiba terdengar menggelegar memenuhi ruangan. “Nah di sini rupanya!” Tidak cukup dengan berteriak, Pak Benu guru Geografi yang sebelum jam istirahat tadi mengajar di kelas, juga menjewer telingaku. “Ngapain kamu di sini, sampai lumutan saya nungguin di ruang BK!” “Iya Pak, ini juga baru mau ke sana.” Aku menjawab setengah kesal, karena merasa dipermalukan di depan Yura. “Arka … bikin salah apa lagi, Pak?” tanya Yura. “Biasalah, anak ini, langganan nggak ngerjain PR, tidur pulak saat pelajaran saya!” Sesaat Yura melirikku lalu kulihat ia menarik napas panjang sebelum kembali ke mejanya. Ah dia pasti kesal. Semalam ia sudah mengingatkanku untuk men
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status