Home / Pernikahan / HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS: Chapter 91 - Chapter 100

123 Chapters

Bab 91. Kedatangan Ibu dan Sinta

"Ya Allah, Bu. ATM yang mana lagi yang mau Ibu pinta?" Aku menyugar kasar rambut ini. Selama dalam penjara, ibu dan juga Sinta tidak pernah menjenguk sekali pun. Sekarang, datang-datang malah minta ATM gaji, biar dia saja yang pegang.Dimana hati nurani wanita yang telah melahirkan aku ke dunia ini. Kadang diri ini berfikir, apakah aku ini anak pungut sehingga diperlakukan tidak adil seperti ini?"ATM gajimu lah. Emang kamu punya tabungan lain selain simpanan gaji?" tanya ibu dengan nada ketus.Mereka hanya tahu, senang saja. Tapi kesusahan aku, apa mereka mengetahuinya? Kalau pun mereka tahu, belum tentu mereka akan membantu.Buktinya mereka tidak pernah menjenguk diri ini di penjara. Jangankan menjenguk menanyakan kabar saja tidak pernah. Apa yang aku makan sehari-hari saja mereka tidak mau tahu."Rama gak punya gaji lagi loh, Bu. 'Kan Rama sudah dipecat." "Apa? Kamu dipecat?" Ibu kaget mendengar jika anak laki-laki yang selalu di banggakan selama ini sudah di berhentikan secara t
Read more

Bab 92. Penyesalan

"Kalau Rama tidak membayar hutang ibu, mungkin sekarang Ibu yang merasakan dinginnya berada dalam penjara, bukan Rama, Bu." Karena kesal akhirnya suara sedikit meninggi sehingga ibu kaget. Biasanya anak lelaki ibu yang satu ini selalu penurut dan berlemah lembut tutur kata. Karena pikiran sudah buntu dan beban hidup semakin banyak membuat emosi ini tidak bisa aku kendalikan lagi."Kenapa malah Ibu yang kamu salahkan? Emang Ibu pernah menyuruh kamu untuk membayar utang-utang itu?" bentakan itu sangat menusuk ke relung hati ini. Beliau tidak pernah menghargai semua pengorbanan yang aku lakukan.J"Rama tidak menyalahkan Ibu. Tapi Rama kasian saja melihat Ibu dianiaya warga karena Ibu mencuri untuk membayar uang arisan sosialita." sindir aku."Memang dasar kamu saja yang bejat. Pekerjaan haram kamu itu jangan kau kait-kaitkan dengan Ibu. Aku tidak terima." Tangan wanita yang telah melahirkan diri ini ke dunia menoyor kepala sehingga tubuh ini sedikit maju ke depan."Ibu gak mau tau. Kamu
Read more

Bab 93. Menikah

"Kakak disini mewakili Ibu dan keluarga, selaku anak tertua meminta tolong pada kamu Raka untuk menjaga dan membimbing adiku semata wayang itu. Tolong sayangi dia. Sayangi juga keponakanku, Niken seperti kamu menyayangi anakmu sediri. Jangan sakiti dia.""Dan jika kamu sudah bosan terhadap Agnes nantinya, kembalikan dia secara baik-baik kepada kami seperti disaat kamu mengambilnya." Kak Ayu memberikan sebuah pesan di depan tamu undangan yang terdiri dari para kerabat dan handai taulan. Sedikit terisak terdengar saat wanita berwajah sendu itu berbicara."Kalau kamu tidak mencintainya dan tidak menyayanginya lagi, kembalikan pada keluarganya. Jangan kamu khianati dengan berselingkuh di belakangnya." ujar kak Ayu lagi.Tanpa aba-aba pak Haji Bakri berdiri dan berjalan menuju dimana kami sedang duduk saat ini. Lalu beliau berseru, "Tenang aja, Nak Ayu. Raka tidak akan macam-macam sama Agnes. Jika dia macam-macam, dia akan berhadapan langsung dengan Uwak." Pak Haji Bakri menenangkan hati
Read more

Bab 94. Berlibur

Agnes sangat bahagia saat aku mengatakan akan mengajak berlibur ke Bali."Kita ke Bali, Mas?" tanya Agnes, ekspresi wajahnya antara kaget sekaligus tidak percaya."Iya. Honey moon kita berdua sekalian mengajak jalan-jalan Niken juga," jawabku santai"Serius? Mas gak sedang bercanda, kan?" tanya Agnes dengan mimik wajah serius. "Mas sedang tidak bercanda. Tunggu sebentar." ujarku, lalu menuju ke tas kerja yang aku letakkan di atas meja kerja khusus yang terletak di dalam kamar.Kubuka tas itu lalu merogohnya isinya. Kemudian mengeluarkan tiga lembar tiket penerbangan dan menyerahkan kepada wanita yang telah aku halalkan dua hari yang lalu."Ini, tiket untuk kita bertiga. Kita akan berangkat besok pagi. Sekarang beritahu Niken dan juga persiapkan semua keperluan kita selama di Bali." ujarku seraya menatap wajah sendunya.Kami saling berhadapan. Ada rasa canggung yang kulihat dari raut wajahnya."Makasih ya, Mas. Aku sangat bahagia menjadi istrimu. Semoga seterusnya kita selalu dilimpah
Read more

Bab 95. Terjebak

Pov Sinta."Bu, kita tidak mungkin begini-begini terus." ujarku pada ibu yang sedang duduk lesehan di tikar usang yang di gelar di ruang tamu.Beliau sedang sarapan pagi, hanya nasi putih dengan taburan sedikit lenyedap rasa ayam yang aku beli di warung bang Tejo.Selama bang Rama dipenjara hidup kami sangat menderita. Jangankan mendapat tempat tinggal yang layak, untuk makan sehari-hari saja kami kekurangan."Jadi mau bagaimana lagi? Sudah nasib kita begini." jawab ibu seraya memasukkan nasi ke dalam mulutnya."Aku bosan hidup miskin terus. Kita harus bangkit.""Bangkit bagaimana? Mau buka usaha, kita tidak punya modal lagi. Ya udah terima saja nasib kita menjadi buruh cuci. Yang penting bisa buat makan kita sehari-hari. Syukur juga kamu tidak punya anak. Kalau enggak, beban Ibu semakin berat.""Bagaimana kalau Sinta merantau aja, Bu?""Merantau kemana? Jangan aneh-aneh, deh." tanya ibu seraya mencuci tangannya. Beliau sudah selesai sarapan dan sebentar lagi akan berangkat ke rumah b
Read more

Bab 96. Haruskah Aku Mundur Saja?

"Kamu yakin Sin, bakal pergi merantau?" Tanya ibu saat aku sedang memasukkan ke dalam tas, perlengkapan yang akan kubawa nantinya."Iya, Bu. Sinta yakin." jawabku mantap."Tapi, Nak. Ibu khawatir, selama ini kamu tidak pernah berpergian sendirian, apalagi jauh. Ibu takut kamu kenapa-kenapa di jalan.""Ibu, jangan khawatir, kan ada Rasti nanti yang mengawani Sinta. Ibu berdoa saja semoga pekerjaan Sinta disana lancar. Dan disayangi sama atasan. Rejeki mengalir deras." ujarku seraya melipat beberapa potong baju dan memasukkan ke dalam koper."Nak, tolong fikirkan yang matang-matang sebelum membuat keputusan. Orang tua mana yang akan tenang jika ditinggalkan oleh buah hatinya. Nduk, tolong jangan pergi." ujar ibu dengan mata berkaca-kaca."Ibu, jangan khawatir ya? Sinta sudah dewasa, sudah bisa mengurus diri sendiri. Ibu jaga kesehatan disini, jangan banyak pikiran. Kalau kangen, sekarang sudah canggih, Bu. Kita bisa ngobrol melalui telpon yang ada vidionya. Nanti gaji pertama Sinta, Ibu
Read more

Bab 97. Menjadi Wanita Malam

Akhirnya kami sampai juga di kota tempat tujuan aku akan mengais rezeki nantinya. "Ras, kita cari makan dulu. Aku lapar banget dari kemarin siang belum makan satu suap pun." pintaku pada Rasti saat kami sudah turun dari dalam bus. "Kenapa kamu tidak makan, sih? Gak usah terlalu banyak fikiran. Enjoy ajalah. Hidup ini kita jalani bukan diratapi." ejek Rasti seraya menggenggam lembut tangan ini. Kami bergandengan tangan berjalan menuju ke warung yang berada sekitar tiga ratus meter dari terminal. "Bukan banyak pikiran, Ras. Lambungku gak bisa mengisi makanan kalau sedang dalam perjalanan. Jangankan nasi, air putih aja tidak bisa. Langsung mual dan muntah." ujarku membela diri. Diri ini memang sangat takut makan nasi jika dalam bus karena mabuk perjalanan dan akhirnya muntah. Padahal jika naik mobil pribadi, aku anteng aja. Tidak ada drama mual apalagi muntah. Kalau naik bus ada saja keluhan ku. Yang bau rokok lah. Bau parfumlah. Padahal sudah minum obat anti mabuk tetap saja tidak ta
Read more

Bab 98. Menderita Penyakit Aneh

Hari ini ada tawaran untuk melayani seorang lelaki bule. Lelaki tua tapi kata Rasti duitnya banyak. Hati nurani ini sangat malas untuk melayaninya. Entah kenapa aku tidak bisa bersandiwara, tidak bisa membohongi diri sendiri. Berpura-pura menyukai tetapi nyatanya bikin muntah."Ras, kau ajalah yang melayani lelaki tua itu. Aku kok malas sama dia. Gak menarik sedikit pun," pintaku pada Rasti yang sedang sibuk menata rambutnya karena sebentar lagi ia akan di bawa oleh pengusaha kaya yang ada di Jakarta."Mana bisa begitu, Sin. Dia minta kamu, berarti dia itu suka hanya sama dirimu, sayang," ujar Rasti seraya mencolek dagu ini."Tolonglah, Rasti. Aku tidak sanggup." pintaku menghiba memohon untuk digantikan saja tugasku oleh Rasti."Aneh kamu, Sin. Masak aku yang gantikan?" Alasan Rasti ada benarnya juga. Dengan kesal aku juga mulai berdandan karena sekitar setengah jam lagi om Bram akan datang menjemput."Bisa batalin enggak sih, Ras. Aku gak mood," "Udah, kamu terima aja bokingan om B
Read more

Bab 98. Pulang

"Apa keluhannya." tanya dokter cantik saat aku baru saja duduk di kursi depan mejanya."Anu, Dok. Hmmm ..." Jujur aku sangat malu mengatakan sakit yang aku derita saat ini. Pasti dia akan mengira aku wanita panggilan. Emang benar aku wanita panggilan tetapi hanya sebentar saja. Nanti disaat uang sudah terkumpul, pekerjaan hina ini akan aku tinggalkan."Katakan saja, Bu. Kalau Ibu hanya diam saja begini, bagaimana saya tau penyakit ibu? Dan bagaimana saya akan memberikan resep obatnya?" Ia berucap lagi sambil memperbaiki posisi kacamata."Begini, Bu. Kemarin sore area sensitif saya mengeluarkan cair*n kental berwarna putih mendekati hijau begitu," ujarku seraya menunduk malu. "Apakah Ibu demam? Atau terasa sakit atau panas di daerah tersebut?" tanyanya seakan beliau tahu keluhan yang aku rasakan."Iya, Bu. Dan di area itu sampai sekarang rasanya sakit seperti terbakar. Nyeri saat buang air kecil dan juga saat berhubungan badan, Dok." Dokter itu menghela napas panjang. Ia memperbaiki c
Read more

Mulai Hidup Baru

"Ya enggak lah, Bu. Emang tampang Sinta seperti tampang pelac*r?" tanyaku tersenyum. "Bukan begitu maksud Ibu. Namanya orang tua, takut anaknya salah jalan," ujar ibu seraya membetulkan posisi duduknya."Tapi Sinta tidak seperti yang Ibu tuduhkan, kok," ujarku sembari mengambil beberapa potong rendang di dalam mangkok kaca."Enak banget rendangnya, Bu." Aku terus saja mengunyah tanpa memedulikan ibu yang sedari tadi tersenyum melihat tingkah anak perempuannya."Ibu bahagia melihat kamu banyak makan, Sin. Ibu kepingin melihat kamu gemuk lagi, jangan kurus kayak gini, seperti mayat hidup," ucap ibu sembari memijat bahuku."Yang penting sehat Bu. Orang gemuk itu banyak penyakitnya," ujarku berusaha menghibur."Lezatnya," ujarku lagi. Sudah lama tidak merasakan makanan selezat ini. Perut ini sangat lapar apalagi selama dalam perjalanan tidak bisa masuk nasi satu suap pun karena kalau tetap dipaksa pasti akan mual dan muntah. Alhasil sekarang jadi seperti orang kelaparan yang sudah seta
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status