Beranda / Pernikahan / HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS / Bab 96. Haruskah Aku Mundur Saja?

Share

Bab 96. Haruskah Aku Mundur Saja?

Penulis: Trinagi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu yakin Sin, bakal pergi merantau?" Tanya ibu saat aku sedang memasukkan ke dalam tas, perlengkapan yang akan kubawa nantinya.

"Iya, Bu. Sinta yakin." jawabku mantap.

"Tapi, Nak. Ibu khawatir, selama ini kamu tidak pernah berpergian sendirian, apalagi jauh. Ibu takut kamu kenapa-kenapa di jalan."

"Ibu, jangan khawatir, kan ada Rasti nanti yang mengawani Sinta. Ibu berdoa saja semoga pekerjaan Sinta disana lancar. Dan disayangi sama atasan. Rejeki mengalir deras." ujarku seraya melipat beberapa potong baju dan memasukkan ke dalam koper.

"Nak, tolong fikirkan yang matang-matang sebelum membuat keputusan. Orang tua mana yang akan tenang jika ditinggalkan oleh buah hatinya. Nduk, tolong jangan pergi." ujar ibu dengan mata berkaca-kaca.

"Ibu, jangan khawatir ya? Sinta sudah dewasa, sudah bisa mengurus diri sendiri. Ibu jaga kesehatan disini, jangan banyak pikiran. Kalau kangen, sekarang sudah canggih, Bu. Kita bisa ngobrol melalui telpon yang ada vidionya. Nanti gaji pertama Sinta, Ibu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 97. Menjadi Wanita Malam

    Akhirnya kami sampai juga di kota tempat tujuan aku akan mengais rezeki nantinya. "Ras, kita cari makan dulu. Aku lapar banget dari kemarin siang belum makan satu suap pun." pintaku pada Rasti saat kami sudah turun dari dalam bus. "Kenapa kamu tidak makan, sih? Gak usah terlalu banyak fikiran. Enjoy ajalah. Hidup ini kita jalani bukan diratapi." ejek Rasti seraya menggenggam lembut tangan ini. Kami bergandengan tangan berjalan menuju ke warung yang berada sekitar tiga ratus meter dari terminal. "Bukan banyak pikiran, Ras. Lambungku gak bisa mengisi makanan kalau sedang dalam perjalanan. Jangankan nasi, air putih aja tidak bisa. Langsung mual dan muntah." ujarku membela diri. Diri ini memang sangat takut makan nasi jika dalam bus karena mabuk perjalanan dan akhirnya muntah. Padahal jika naik mobil pribadi, aku anteng aja. Tidak ada drama mual apalagi muntah. Kalau naik bus ada saja keluhan ku. Yang bau rokok lah. Bau parfumlah. Padahal sudah minum obat anti mabuk tetap saja tidak ta

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 98. Menderita Penyakit Aneh

    Hari ini ada tawaran untuk melayani seorang lelaki bule. Lelaki tua tapi kata Rasti duitnya banyak. Hati nurani ini sangat malas untuk melayaninya. Entah kenapa aku tidak bisa bersandiwara, tidak bisa membohongi diri sendiri. Berpura-pura menyukai tetapi nyatanya bikin muntah."Ras, kau ajalah yang melayani lelaki tua itu. Aku kok malas sama dia. Gak menarik sedikit pun," pintaku pada Rasti yang sedang sibuk menata rambutnya karena sebentar lagi ia akan di bawa oleh pengusaha kaya yang ada di Jakarta."Mana bisa begitu, Sin. Dia minta kamu, berarti dia itu suka hanya sama dirimu, sayang," ujar Rasti seraya mencolek dagu ini."Tolonglah, Rasti. Aku tidak sanggup." pintaku menghiba memohon untuk digantikan saja tugasku oleh Rasti."Aneh kamu, Sin. Masak aku yang gantikan?" Alasan Rasti ada benarnya juga. Dengan kesal aku juga mulai berdandan karena sekitar setengah jam lagi om Bram akan datang menjemput."Bisa batalin enggak sih, Ras. Aku gak mood," "Udah, kamu terima aja bokingan om B

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS    Bab 98. Pulang

    "Apa keluhannya." tanya dokter cantik saat aku baru saja duduk di kursi depan mejanya."Anu, Dok. Hmmm ..." Jujur aku sangat malu mengatakan sakit yang aku derita saat ini. Pasti dia akan mengira aku wanita panggilan. Emang benar aku wanita panggilan tetapi hanya sebentar saja. Nanti disaat uang sudah terkumpul, pekerjaan hina ini akan aku tinggalkan."Katakan saja, Bu. Kalau Ibu hanya diam saja begini, bagaimana saya tau penyakit ibu? Dan bagaimana saya akan memberikan resep obatnya?" Ia berucap lagi sambil memperbaiki posisi kacamata."Begini, Bu. Kemarin sore area sensitif saya mengeluarkan cair*n kental berwarna putih mendekati hijau begitu," ujarku seraya menunduk malu. "Apakah Ibu demam? Atau terasa sakit atau panas di daerah tersebut?" tanyanya seakan beliau tahu keluhan yang aku rasakan."Iya, Bu. Dan di area itu sampai sekarang rasanya sakit seperti terbakar. Nyeri saat buang air kecil dan juga saat berhubungan badan, Dok." Dokter itu menghela napas panjang. Ia memperbaiki c

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Mulai Hidup Baru

    "Ya enggak lah, Bu. Emang tampang Sinta seperti tampang pelac*r?" tanyaku tersenyum. "Bukan begitu maksud Ibu. Namanya orang tua, takut anaknya salah jalan," ujar ibu seraya membetulkan posisi duduknya."Tapi Sinta tidak seperti yang Ibu tuduhkan, kok," ujarku sembari mengambil beberapa potong rendang di dalam mangkok kaca."Enak banget rendangnya, Bu." Aku terus saja mengunyah tanpa memedulikan ibu yang sedari tadi tersenyum melihat tingkah anak perempuannya."Ibu bahagia melihat kamu banyak makan, Sin. Ibu kepingin melihat kamu gemuk lagi, jangan kurus kayak gini, seperti mayat hidup," ucap ibu sembari memijat bahuku."Yang penting sehat Bu. Orang gemuk itu banyak penyakitnya," ujarku berusaha menghibur."Lezatnya," ujarku lagi. Sudah lama tidak merasakan makanan selezat ini. Perut ini sangat lapar apalagi selama dalam perjalanan tidak bisa masuk nasi satu suap pun karena kalau tetap dipaksa pasti akan mual dan muntah. Alhasil sekarang jadi seperti orang kelaparan yang sudah seta

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Membuka Usaha di Desa

    Penyakit yang aku derita belum ada kemajuan yang berarti. Malah semakin hari keluhannya semakin menjadi-jadi. Setiap buang air kecil terasa sakit sekali. Rasanya obat yang di berikan dokter tempo hari itu, tidak ada perkembangan ke arah yang lebih baik.Ingin berobat lagi, tapi diri ini malu jika berobat di kampung sendiri. Takut berjumpa tetangga atau saudara, nanti jadi bahan gunjingan. Jika sampai ketauan, kasihan ibu harus menanggung malu akibat perbuatan anak perempuan yang selalu disayang dan dibanggakan ini ternyata perbuatannya tidak jauh berbeda dari sampah masyarakat.'Tidak ada cara lain selain mencoba scroll di internet. Mana tahu ada solusinya tanpa harus berobat ke dokter.' batinku.Setelah mengetik gejala penyakit yang aku derita, akhirnya aku bisa sedikit lega. Ternyata gejala penyakit yang aku derita hanya keputihan biasa. Ya sudahlah kalau begitu aku beli saja obatnya di apotik. Biasanya obat tersebut banyak tersedia di apotik dan juga harganya terjangkau.Tanpa ber

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bertemu Kawan Lama

    Karena rasa sakit di perut yang tidak sanggup aku tahankan lagi, akhirnya aku nekad berobat ke rumah sakit. Tujuanku ke poliklinik kulit dan kelamin. Setelah mendaftar aku menunggu di kursi tunggu. Untuk menghalau rasa suntuk akibat menunggu terlalu lama, aku membuka ponsel pintar. Membuka aplikasi biru melihat status teman memposting kebahagiaannya disana. Saat aku sedang sibuk dengan ponselku, tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara wanuta yang sangat aku kenal. Ya ... dia adalah Mira. 'Ngapain dia disini. Apa ada saudaranya atau keluarganya disini?' batinku bertanya."Sinta, mau berobat? Siapa yang sakit?" Hampir saja aku tidak mengenali wanita yang pernah tinggal seatap denganku di kota. Penampilannya yang selalu cantik, segar dan wangi, kini berbanding terbalik. Dulu tubuhnya montok, padat, berisi dan juga kulitnya putih bersih dan juga mulus. Sekarang malah kurus kering dan tangan beserta kakinya penuh dengan bentolan merah berair. Sedangkan kulitnya sudah hitam bagaikan ikan go

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Pendosa Yang Takut Mati

    "Assalamualaikum!"Rumah Rasti sepi tidak seperti biasanya. Semoga saja ada Rasti di rumah, aku sudah sangat kangen kepadanya. Biarpun kami tinggal satu desa dan berdekatan tetapi jarang berjumpa karena kesibukan masing-masing.Tok ... tok ... tok.Pintu berulang kali aku ketuk tapi tidak ada tanda-tanda bahwa di dalam sana ada penghuninya.Mondar mandir dari pintu dapur ke pintu depan, hening. Karena lelah, akhirnya aku duduk di kursi teras. Entah kenapa saat ini tubuhku gampang lelah. Padahal makanan yang aku konsumsi makanan sehat dan cukup bergizi.Setelah beberapa saat aku menunggu di teras, kaki ini hendak beranjak pergi. Tiba-tiba terdengar langkah kaki dari dalam rumah. Ceklek.Pintu terbuka lebar, Rasti keluar dengan memakai kerudung instan berwarna navy. Tumben anak itu dirumah saja memakai jilbab, padahal biasanya pakaian dia kenakan sangat mini. Baju pendek, tipis dan pas badan, yang menampakkan lekukan tubuh."Sinta!" Rasti kaget melihat kedatanganku secara tiba-tiba."

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Pak Slamet

    "Bu, nanti siang Sinta mau belanja, barang-barang di warung banyak yang sudah kosong," ujarku pada ibu saat melipat mukenah setelah mengerjakan salat subuh berjamaah."Naik apa, Nak?" tanya beliau seraya beranjak dari duduknya dan menuju ke dapur untuk menyiapi sarapan."Kayak biasalah, Bu." ujarku sembari mengikuti ibu dari belakangnya."Hari ini hari minggu, di jalan desa rame anak-anak muda balapan liar. Kamu jangan bawa motor sendirian, Ibu khawatir." "Iyalah, Bu. Nanti Sinta naik becak ajalah." Kuputuskan naik becak saja, kebetulan aku pun sedang malas membawa motor sendiri.Jam masih menunjukkan di angka 07.00, waktu aku untuk memberi pakan ikan dan ayam.Saat sedang asyik memberi makan ikan tiba-tiba ponselku berdering. Ternyata dari Akmal kawan sekolahku dulu. "Ini dengan Sinta ya?" tanya Akmal diseberang sana."Iya, ini siapa?" Aku juga penasaran dengan nomor asing yamg masuk ke ponselku."Aku Akmal. Masak kamu sudah lupa dengan cowok ganteng yang sering mendapat rangking p

Bab terbaru

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Kasihan Mas Rama

    Tiga tahun sudah berlalu sejak mas Rama meminta hak asuh Niken jatuh ke tangannya. Sekarang lelaki yang pernah menjadi suamiku itu tidak mempersoalkan lagi Niken tinggal sama dia atau ikut denganku. Baginya yang penting buah hati kami berdua bahagia dan tidak kurang kasih sayang sedikit pun dari kedua orang tuanya."Ma, besok Niken mau nginap di rumah papa!" ujar Gadis berusia tiga belas tahun itu seraya duduk disebelah aku yang sedang menonton drama korea."Dijemput kan?" tanyaku memastikan. Bukan aku tidak mempercayai kepada Niken, tetapi untuk memastikan keamanannya saja."Iya, Ma. Dijemput besok siang dari sekolah. Kayak biasalah, Ma. Papa menelpon Mama jika kami sudah berangkat," jelas Niken panjang lebar."Kalau di jemput, ya udah gak apa-apa," ujarku."Mama gak ngajar hari ini? Kok santai banget nonton drakor?" tanya gadis kecilku yang sudah menginjak remaja tersebut."Mama gak enak badan tadi, Nak." Ketika berbincang-bincang dan menyantap makanan yang di beli oleh Niken sepul

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Menyesal Tidak Ada Gunanya

    "Biar saja Niken bersama saya, Mas," ujarku disaat mas Rama meminta izin untuk membawa Niken tinggal bersamanya."Kenapa kamu keberatan Niken bersama aku, Nes? Niken kan anak aku juga. Apa kamu takut dia akan kelaparan jika tinggal bersama aku? Enggak, Nes. Apapun akan kulakukan untuk membahagiakan darah dagingku. Aku bukan lagi Rama yang dulu," tegas Mas Rama."Saya tau Mas juga sayang sama Niken. Bapak mana sih yang gak sayang sama darah dagingnya sendiri? Tapi Mas, kalau Niken bersama saya, saya pastikan Mas akan lebih leluasa mencari rejeki tanpa kepikiran Niken bakal tinggal sama siapa di rumah," ucapku mencoba meyakinkan mantan lelaki yang pernah sangat aku cintai waktu itu."Kamu tenang saja. Niken akan aku bawa kemana saja aku pergi, Nes." Nampaknya mas Rama sangat menginginkan Niken untuk tetap tinggal bersamanya. Dan aku bukan seorang ibu yang bisa hidup terpisah dengan anak yang masih butuh perlindungan kedua orang tuanya. Jangan tinggal terpisah, tidak berjumpa sehari saj

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bermain Dengan Niken

    "Papa!" Niken berteriak kencang dan berlari ke arahku saat dia sudah keluar dari pintu gerbang sekolah. Hari ini aku menjemputnya dan akan menginap semalam dirumah sesuai janji kami kemarin sore."Niken!" Aku renggangkan kedua tangan seraya berjongkok, kemudian memeluk putri cantikku. Aku mengangkatnya tinggi dan membawa kepelukan. Niken tertawa serta menjerit kesenangan. Hanya inilah yang bisa aku lakukan untuk membuatnya bahagia. "Papa mau mengajak Niken menjumpai nenek, mau?" tanyaku sambil tetap menggendong bocah berusia sepuluh tahun itu."Mau ... mau," jawabnya antusias. Dia tidak tahu jika neneknya sekarang sedang dirawat di rumah sakit jiwa."Tadi udah bilang sama papa Raka dan mama kan bahwa Niken akan dijemput Papa?" tanyaku sekali lagi untuk memastikan."Udah, Pa!" seru Niken dengan mimik lucunya.Merasa tidak enak hati, akhirnya aku menelpon Agnes dan Raka untuk memastikan bahwa Niken sudah meminta izin kepada kedua orang tuanya menginap di rumahku."Gak apa-apa, Mas. Kas

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Agnes melahirkan

    Hari lahiranku, rasanya akan segera tiba. Saat hendak sarapan, aku merasakan ada cairan keluar dari jalan lahir. Cairan kental berwarna merah muda. Karena rasa sakit belum begitu terasa, aku masih menyempatkan mengantar Niken berangkat ke sekolah, setelahnya singgah ke klinik bersalin untuk menanyakan perihal yang aku rasakan saat ini. "Ini tanda-tanda mau melahirkan, Bu. Cuma masih lama karena masih pembukaan satu," ucap bu Bidan. "Kalau begitu, saya pulang dulu untuk menyiapkan keperluan bayi saya, Bu." pamitku pada wanita muda berusia lima tahun di atas aku. "Boleh, Bu. Hmmm ... Raka gak ikut, Bu?" tanya bu bidan. Beliau sangat mengenal keluarga kami, apalagi anaknya merupakan sahabat Niken di sekolah dan juga merupakan anak didikku juga. "Belum saya beritahu, Bu. Kasihan merepotkan," ucapku seraya beranjak dari tempat tidur kamar pasien. "Jangan gitu, bu Agnes. Suaminya harus diberitahu juga, kan buatnya bersama-sama. Masak lahiran sendirian," ucap bu bidan terdengar sedikit

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bahagia Bersama Putriku

    Setelah salat subuh, aku memasak nasi goreng untuk sarapan. Hari ini, aku buat agak banyak karena ingin memberi sedekah sedikit untuk pekerja karena ibu sudah di temukan.Setelah membagikan sarapan, ku rebahkan tubuh ini di gubuk kecil dekat kolam ikan. Angin bertiup lembut menghadirkan rasa kantuk pada mata ini. Hingga tak sadar, diri ini terlelap. Sebuah dering telpon membuat ku terjaga. Nama Niken tertera disana. Aku segera mengangkat dan mengucapkan salam."Papa, jadi jemput Niken hari ini?" tanya gadis kecilku."Jadi dong! Anak Papa dimana sekarang?" Kubalik bertanya."Udah di dekat rumah Papa, nih," jawabnya."Ya udah. Papa jemput dimana ni? Atau langsung ke rumah aja ya, Nak?" titahku."Jemput di mini market sejahtera ya, Pa! Niken tunggu disitu." "Baik, tunggu Papa ya?" Aku menutup telpon dan bergegas pergi.Niken sedang menunggu di bangku di teras mini market tersebut. Dia nampak seperti kebingungan. Mungkin takut tidak jadi ku jemput."Niken!" "Papa!" Niken berteriak kenca

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Mantan Mertua Masuk Rumah Sakit Jiwa

    Aku sangat kaget melihat mantan mertua berjalan sepanjang rel kereta api. Beliau menghitung batu kerikil yang berada di rel tersebut. Aku mengikuti wanita yang telah menjadikan aku menjanda dari belakang, karena ku pandang bu Lastri bagaikan orang yang sedang linglung. "Bu, mau kemana?" tanyaku saat melihat wanita berkerudung coklat susu itu menuju ke arah pemakaman."Mau menemani anak saya. Kasian dia sendirian di dalam situ." Tunjuknya ke area tempat pemakaman. "Apa? Ah enggak-enggak saja ibu? Ibu pulang aja ya? Biar saya telpon mas Rama untuk menjemput Ibu ya?" "Apa hak kamu menyuruh aku pulang?" Karena tidak bisa di ajak bicara baik-baik akhirnya aku menelpon mas Rama, anaknya yang jelas-jelas lebih tahu apa yang terjadi pada bu Lastri."Mas, mantan mertua saya nampaknya sedang depresi. Dia mau masuk ke area pemakaman," ucapku pada mas Raka melalui sambungan telpon."Jadi bagaimana?""Mas, bisa bantu saya? Saya mau menelpon mas Rama untuk menjemput ibunya. Saya yakin dia gak t

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Rindu Yang Sangat Menyakitkan

    "Rama, kawanin Ibu ke toko ponsel sebentar. Ibu mau membeli ponsel tercanggih." titah ibu membuat aku bertanya-tanya. "Untuk apa, Bu? Kan ponsel Ibu masih bagus?" "Ibu mau menelpon Sinta, Nak. Ibu sudah sangat rindu sama permata hati Ibu." Suara ibu serak seakan ada tangisan yamg sedang ditahankan."Ibu berhentilah meratapi kepergian Sinta. Kasian dia tersiksa di sana," ucapku dengan air mata sudah menganak sungai tidak dapat lagi aku tahankan. Cobaan hidup terberat dalam hidupku adalah ditinggal pergi ayah untuk selamanya dan sekarang menyusul adik semata wayangku, Sinta."Ibu tidak meratapi Sinta. Hanya ingin menelpon dia aja, menanyakan kabar dia. Apa ada yang salah?" tanya wanita yang telah melahirkanku ke dunia ini dengan tatapan kosong."Ibu, Sinta sudah enggak ada lagi di dunia ini. Mana bisa di telpon sih, Bu. Kita sudah berbeda alam dengannya," ujarku seraya memijat lembut betis wanita yang sangat aku sayangi itu."Berbeda alam? Hahaha. Kita sudah berbeda alam, Nak. Jadi ba

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Hancur Duniaku

    "Bu, jenazah Sinta mau dimandikan," ungkap Rama membuyarkan lamunanku."Jenazah? Apa maksud kamu, Rama? Jangan sok tau kamu. Sinta belum mati. Dia hanya tidur saja. Pengaruh obat bius." Ku tepis tangan Rama yang berusaha memeluk bahu ini. "Bu, ikhlasin Sinta. Jangan beratin jalannya," ucap Romi, mantan suami Sinta. Air matanya berlinang. Pasti dia itu berpura-pura sedih. Aku tahu itu. Tidak mungkin dia menangisi anakku yanag sudah menjadi mantan di dalam hidupnya. Apalagi sekarang dia sudah memiliki pengganti Sinta."Ugh ... ini semua gara-gara kamu. Keluar kau dari rumahku." Seketika kudorong tubuh Romi hingga dia hampir terjatuh mengenai tubuh anakku yang masih terbaring diruang tamu."Bu, maafkan saya, tapi saya masih mencintai Sinta. Tidak ada yang bisa menyamainya." tutur Romi membuat aku semakin jijik melihatnya. Tidak perlu lagi ucapan itu keluar dari mulut sampahnya.Jika dia tidak menceraikan Sinta dan menikah dengan wanita lain, tidak mungkin Sinta akan menjajakan diri kepa

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Kehilangan

    Rasanya duniaku hampir runtuh. Siang ini ada seseorang datang ke rumah, memberi kabar bahwa Sinta anak yang sangat aku sayangi, jatuh pingsan dipasar waktu berbelanja keperluan warung.Sekarang dia sudah di bawa ke rumah sakit, menurut informasi yang aku terima Sinta belum sadar dan terpaksa di rawat di ruang ICCU.Dan yang membuat aku hampir berhenti bernafas saat dokter mengatakan penyakit yang diderita Sinta. Penyakit menular seksual yang sangat mematikan itu.Aku malu, anak yang selama ini selalu aku banggakan ternyata selama di kota bekerja sebagai penjaja seks komersial. Putri semata wayang yang kubanggakan, kusayangi dia sepenuh hati, dia sangat ku manja bahkan semua yang dia inginkan pasti aku penuhi, tak peduli dari mana uang itu aku peroleh, yang penting anakku bahagia. Tak kusangka nasib dia seburuk ini."Bu, bagaimana kondisi Sinta?" tanya Rama. Anak yang tidak pernah aku harapkan kehadirannya dimuka bumi ini menanyakan kabar adiknya."Masih belum sadarkan diri," jawabku

DMCA.com Protection Status