Semua Bab HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS: Bab 101 - Bab 110

123 Bab

Membuka Usaha di Desa

Penyakit yang aku derita belum ada kemajuan yang berarti. Malah semakin hari keluhannya semakin menjadi-jadi. Setiap buang air kecil terasa sakit sekali. Rasanya obat yang di berikan dokter tempo hari itu, tidak ada perkembangan ke arah yang lebih baik.Ingin berobat lagi, tapi diri ini malu jika berobat di kampung sendiri. Takut berjumpa tetangga atau saudara, nanti jadi bahan gunjingan. Jika sampai ketauan, kasihan ibu harus menanggung malu akibat perbuatan anak perempuan yang selalu disayang dan dibanggakan ini ternyata perbuatannya tidak jauh berbeda dari sampah masyarakat.'Tidak ada cara lain selain mencoba scroll di internet. Mana tahu ada solusinya tanpa harus berobat ke dokter.' batinku.Setelah mengetik gejala penyakit yang aku derita, akhirnya aku bisa sedikit lega. Ternyata gejala penyakit yang aku derita hanya keputihan biasa. Ya sudahlah kalau begitu aku beli saja obatnya di apotik. Biasanya obat tersebut banyak tersedia di apotik dan juga harganya terjangkau.Tanpa ber
Baca selengkapnya

Bertemu Kawan Lama

Karena rasa sakit di perut yang tidak sanggup aku tahankan lagi, akhirnya aku nekad berobat ke rumah sakit. Tujuanku ke poliklinik kulit dan kelamin. Setelah mendaftar aku menunggu di kursi tunggu. Untuk menghalau rasa suntuk akibat menunggu terlalu lama, aku membuka ponsel pintar. Membuka aplikasi biru melihat status teman memposting kebahagiaannya disana. Saat aku sedang sibuk dengan ponselku, tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara wanuta yang sangat aku kenal. Ya ... dia adalah Mira. 'Ngapain dia disini. Apa ada saudaranya atau keluarganya disini?' batinku bertanya."Sinta, mau berobat? Siapa yang sakit?" Hampir saja aku tidak mengenali wanita yang pernah tinggal seatap denganku di kota. Penampilannya yang selalu cantik, segar dan wangi, kini berbanding terbalik. Dulu tubuhnya montok, padat, berisi dan juga kulitnya putih bersih dan juga mulus. Sekarang malah kurus kering dan tangan beserta kakinya penuh dengan bentolan merah berair. Sedangkan kulitnya sudah hitam bagaikan ikan go
Baca selengkapnya

Pendosa Yang Takut Mati

"Assalamualaikum!"Rumah Rasti sepi tidak seperti biasanya. Semoga saja ada Rasti di rumah, aku sudah sangat kangen kepadanya. Biarpun kami tinggal satu desa dan berdekatan tetapi jarang berjumpa karena kesibukan masing-masing.Tok ... tok ... tok.Pintu berulang kali aku ketuk tapi tidak ada tanda-tanda bahwa di dalam sana ada penghuninya.Mondar mandir dari pintu dapur ke pintu depan, hening. Karena lelah, akhirnya aku duduk di kursi teras. Entah kenapa saat ini tubuhku gampang lelah. Padahal makanan yang aku konsumsi makanan sehat dan cukup bergizi.Setelah beberapa saat aku menunggu di teras, kaki ini hendak beranjak pergi. Tiba-tiba terdengar langkah kaki dari dalam rumah. Ceklek.Pintu terbuka lebar, Rasti keluar dengan memakai kerudung instan berwarna navy. Tumben anak itu dirumah saja memakai jilbab, padahal biasanya pakaian dia kenakan sangat mini. Baju pendek, tipis dan pas badan, yang menampakkan lekukan tubuh."Sinta!" Rasti kaget melihat kedatanganku secara tiba-tiba."
Baca selengkapnya

Pak Slamet

"Bu, nanti siang Sinta mau belanja, barang-barang di warung banyak yang sudah kosong," ujarku pada ibu saat melipat mukenah setelah mengerjakan salat subuh berjamaah."Naik apa, Nak?" tanya beliau seraya beranjak dari duduknya dan menuju ke dapur untuk menyiapi sarapan."Kayak biasalah, Bu." ujarku sembari mengikuti ibu dari belakangnya."Hari ini hari minggu, di jalan desa rame anak-anak muda balapan liar. Kamu jangan bawa motor sendirian, Ibu khawatir." "Iyalah, Bu. Nanti Sinta naik becak ajalah." Kuputuskan naik becak saja, kebetulan aku pun sedang malas membawa motor sendiri.Jam masih menunjukkan di angka 07.00, waktu aku untuk memberi pakan ikan dan ayam.Saat sedang asyik memberi makan ikan tiba-tiba ponselku berdering. Ternyata dari Akmal kawan sekolahku dulu. "Ini dengan Sinta ya?" tanya Akmal diseberang sana."Iya, ini siapa?" Aku juga penasaran dengan nomor asing yamg masuk ke ponselku."Aku Akmal. Masak kamu sudah lupa dengan cowok ganteng yang sering mendapat rangking p
Baca selengkapnya

Indahnya Berbagi

"Assalamualaikum." Diri ini berdiri di ambang pintu, mencari keberadaan bocah-bocah kecil yang sedari tadi meminta makan pada ayahnya, pak Slamet."Wa alaikum salam, eh Mbak sudah selesai beli pulsanya?" tanya pak Slamet. Seraya mempersilahkan aku masuk."Masuk, Mbak. Istri saya masih dikamar, sedang menyusui si bontot." ujarnya sembari menggelar tikar usang. Ruang tamu dengan lantai sudah pecah-pecah dan berpasir, tidak layak dikatakan sebuah rumah."Udah, Pak. Anak-anak mana?" tanyaku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan."Mereka lagi tidur, Mbak," jawab pak Slamet. Aku sempat berfikir, 'apakah untuk menghalau rasa lapar, jadi anak-anaknya disuruh tidur saja?'"Pak, ini saya bawa nasi bungkus. Tolong bangunkan saja mereka. Kasian juga tidur dalam keadaan perut masih lapar." Aku sodorkan bungkusan plastik yang berisikan nasi bungkus dan ayam goreng serta soto medan."Terima kasih banyak, Mbak. Saya tidak tau bagaimana cara membalas kebaikan Anda," ujar pak Slamet, terlihat matany
Baca selengkapnya

Virus Mematikan

Hari ini becak motor yang aku pesan untuk pak Slamet sudah selesai dimodifikasi. Sekarang lelaki paruh baya tersebut, sudah bisa narik kendaraan roda tiga itu dengan mesin, tidak lagi mendayung."Mbak Sinta, terima kasih telah banyak membantu saya sekeluarga, semoga Allah membalas kebaikan mbak Sinta denga rezeki yang berlimpah," ungkap pak Slamet."Terima kasih, Pak atas doanya," jawabku."Ayo, anak-anak ada yang mau naik becak keliling kota, gak." tawarku pada ketiga anak pak Slamet. Sebelum mengais rezeki di kota, alangkah baiknya menyenangkan hati anak-anak dahulu. Semoga dengan begitu rezeki pak Slamet akan semakin lancar."Bapak tenang aja, ya? Bensinnya full tank!" ujarku menjawab kekhawatiran di wajah lelaki beranak empat itu."Gak usah, Mbak. Kami sudah terlalu banyak merepotkan mbak Sinta," ujar lelaki berambut ikal itu tertunduk. Terlalu banyak beban yang dipikul itu semua terlihat dari tatapan matanya."Bukan saya yang isi kok, Pak. Itu bonus dari agen karena kita sudah me
Baca selengkapnya

Berjumpa Mantan Ipar

Hari ini, aku mengajak ketiga anak pak Slamet untuk berjalan-jalan mengelilingi kota dengan mobil yang baru aku beli beberapa minggu yang lalu. Mereka berebutan duduk di kursi paling depan. "Kak, aku minta duduk di depan aja. Ya kan, Tante." Mereka satupun tidak ada yang mau kalah, aku hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua anak pak Slamet. Sementara Rina tidak banyak menuntut. Dia bersedia duduk dimana saja. Yang penting bisa sampai ke tujuan dengan selamat katanya. "Gak boleh. Kakak duluan yang duduk di depan," ucap Rangga seraya mendorong Aska sang adik. "Rangga, Aska. Jangan begitu, Nak. Kalian berdua kenapa berantem saja sih." sentak bu Marni kesal. "Mau duduk di depan atau belakang gak ada beda. Tetap kalian itu sampenya bersamaan kan?" Mereka berdua mengangguk dan akhirnya yang duduk di depan bukan Rangga atau Aska melainkan Rina. "Bu Marni kami berangkat dulu ya. Besok anak-anak saya antar pulang. Insya Allah." kataku pada bu Marni yang sedang menggendong anak
Baca selengkapnya

Ke Kolam Renang

"Kak Agnes, apa kabarnya?" Berusaha menyapa mantan kakak iparku, mengharap beliau sudah melupakan semua masalah yang pernah terjadi diantara kami."Baik, Sin. Kamu sendiri apa kabarnya?" jawabnya ramah seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman."Kabar baik juga, Kak. Niken sini sama Tante, Sayang." Aku melambaikan tangan mengajak Niken untuk mendekat. Walau bagaimanapun Niken itu merupakan anak dari abangku, penerus generasi Hadiningrat.Niken mendekati kami dengan takut-takut. Mungkin masih teringat bagaimana kami telah membuat dia terluka di masa lalu. Aku menyesal telah menganiaya dia, sungguh kejam aku dimasa itu. Semoga saja mereka sudah memaafkan segala kesalahanku di masa lalu."Ibu, apa kabar? Ibu sehat kan?" tanyanya seraya berjalan mendekati ibu yang sedang berdiri di dekat petugas karcis dan mengulurkan tangan untuk bersalaman. Ibu menyambutnya dengan setengah hati."Sehat," jawab ibu kurang ramah. Mungkin ibu masih sakit hati terhadap kak Agnes."Rangga, Aska, Rina, sini
Baca selengkapnya

Takut Mati

Hari ini, Sinta akan datang berkunjung ke rumahku. Katanya dia kangen bermain dengan Niken dan ingin bersilaturrahmi, mempererat hubungan yang pernah terputus dimasa lalu.TokTok Tok"Assalamualaikum," terdengar suara yang tidak asing lagi di telingaku."Wa alaikum salam," jawabku dari dalam seraya melangkahkan kaki menuju pintu dan membukanya."Sinta? Baru sampe ya? Kamu sendirian saja?" tanyaku seraya mengedarkan pandangan mencari keberadaan kawan yang menemani Sinta. Ternyata dia memang sendirian kemari."Iya, Kak. Aku sendirian. Ibu gak bisa ikut, gak ada yang menunggu warung." jawabnya."Oh ya udah. Masuk yuk." ajakku seraya mengapit tangan kurusnya dan menuntun duduk di kursi ruang tamu.Sinta ikut berjalan masuk ke dalam dan kami duduk berhadapan. Rasanya canggung juga, selama ini bagaikan musuh bebuyutan tetapi hari ini kami berdua bagaikan sahabat lama yang sudah lama tidak pernah bertemu."Kamu kelihatan sangat kurus sekarang, Sin. Kamu sehat-sehat saja kan?" tanyaku khawa
Baca selengkapnya

Rama Bebas

Setelah mendapat remisi, akhirnya aku bisa bebas bersyarat. Dengan hati bahagia aku bisa kembali menghirup udara bebas.Ingin segera pulang dan menjumpai Siska sang belahan jiwa.Malam berganti terasa begitu lama. Membayangkan berdua melepaskan rindu yang sudah sekian lama kupendam sendiri.Mata ini susah untuk kupejam. Akhirnya aku mengambil mushaf alquran dan membaca surah yasin berulang kali sampai mata ini bisa terpejam.Pagi menyapa dan aku menyambutnya dengan riang gembira karena hari ini merupakan hari terakhir aku berada di sel tahanan ini dan semoga aku tidak akan kembali lagi kemari.Setelah berkemas akhirnya aku keluar juga dari hotel prodeo. Bagaikan mimpi buruk aku berada di sana.Segera aku keluar dengan suka cita. Tak berapa lama ada taxi lewat dan aku menyetopnya. Diri ini tidak seperti tahanan yang lain, sering dikunjungi keluarga dan saat bebas begini di jemput oleh keluarga, istri dan anak. Diri ini bagaikan sebatang kara di muka bumi ini."Pak, ke alamat ini ya?"
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status