Home / Pernikahan / Rahasia Anak Kembar Sang CEO / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Rahasia Anak Kembar Sang CEO : Chapter 11 - Chapter 20

115 Chapters

Bab 11. Informasi Penting

"Dia mengigau," kata William setelah mendengar ocehan gadis kecil yang masih memejamkan mata. "Alana, bangunlah, sayang." William mengusap pipi Alana dengan lembut karena anak itu terlihat sangat gelisah dan berkeringat. Alana membuka matanya dan menangis. "Paman, aku melihat ayahku datang," kata Alana. "Lalu mengapa kamu menangis?" tanya William, "apakah dia membuatmu sedih?" Alana menggelengkan kepalanya sambil menangis. "Aku belum melihat wajahnya, tapi Paman membangunkan aku." "Ya Tuhan, kalau begitu maafkanlah Paman." William mengatupkan kedua tangannya sambil meminta maaf kepada gadis itu. "Kamu terlihat gelisah tadi, jadi Paman membangunkanmu." "Tidak apa-apa, Paman. Aku tidak marah padamu." Alana tersenyum sambil menggenggam tangan William. "Ayahku ingin membawaku pergi, tapi aku tidak mau berpisah dengan Ibu, Alan, dan Paman. Aku lebih menyayangi Ibu daripada ayahku karena ayahku tidak menyayangiku dan Alan." William membelai kepala anak itu dengan lembut. "Alana, anak y
Read more

Bab 12. Ikatan Batin

William bergegas menemui bosnya dan segera pergi menemui Alana. "Willy, mampir dulu ke toko boneka, aku mau menepati janjiku untuk memberikan boneka pada Alana," perintah Henry saat mereka dalam perjalanan ke rumah sakit. "Tapi toko bonekanya belum buka, Bos," jawab William. "Apa pun yang terjadi, aku harus mendapatkan boneka itu sekarang." Henry tidak mau tahu, dan dia harus ikut dengan boneka itu. Dia yakin William bisa melakukan apa saja yang tidak bisa dilakukannya. William menghentikan kendaraannya di bahu jalan dan kemudian menelepon seseorang untuk mengantarkan boneka itu kepadanya saat itu juga. Setelah menelepon, William tidak langsung pergi. Dia menunggu orang yang diteleponnya datang. Sambil menunggu, William mengirim pesan kepada Amanda bahwa ia dan Henry sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. "Apa lagi yang kamu tunggu?" tanya Henry, "ayo pergi, kita harus segera sampai di sana." Henry melihat jam di tangan kirinya. Pria berjas hitam itu tidak tahu siapa yang sedan
Read more

Bab 13. Mata-mata Sonya

"Geledah semua kamar pelayan!" William memerintahkan para petugas keamanan di rumah sang bos. "Ya Tuhan, apa yang terjadi?" gumam para pelayan di rumah Henry yang melihat orang kepercayaan bos mereka begitu marah hingga menggeledah setiap ruangan di rumah para pelayan. Ya, para pelayan di rumah Henry memiliki tempat tinggal di belakang rumah utama. "Pak Jo, suruh mereka keluar. Cepat!" William memerintahkan pria berusia enam puluh tahun itu. Pak Jo adalah seorang pelayan setia yang telah bekerja puluhan tahun sejak Henry masih bayi. "Baik, Tuan." Pria tua itu segera melaksanakan perintah William. Tiga orang satpam yang ditugaskan William untuk mencari jam tangan Tuan Henry yang hilang, segera dengan sigap masuk ke dalam kamar pelayan sesuai perintah. Ketiga pria berbadan tegap yang mengenakan pakaian serba hitam itu mencari dengan teliti setiap kamar pelayan. Bahkan kamar Pak Jo pun tak luput dari penggeledahan. Mereka memasuki satu per satu kamar pelayan di rumah Henry tanpa ter
Read more

Bab 14. Pengampunan

"Tentu saja orang yang menyuruhmu memata-matai Tuan Henry," jawab William, "Kamu hanya berpura-pura bahwa Tuan Henry dan saya tidak tahu tentang rencanamu." "Ya, Tuan." "Saya tunggu di ruang kerja Tuan Henry satu jam lagi," kata William. William dan ketiga satpam meninggalkan paviliun. Pak Jo mengikuti di belakang. "Tuan William, tunggu sebentar!" Seruan Pak Jo menghentikan langkah William. "Kalian kembali bekerja!" William memerintahkan ketiga petugas keamanan di rumah itu. "Tuan, saya minta maaf sebelumnya karena telah mengganggu Anda." "Ada apa, Pak Jo?" "Maafkan saya atas pekerjaan saya yang tidak becus, saya tidak tahu kalau ada maling yang masuk ke rumah ini." William tersenyum pada pria tua itu. "Itu bukan salah Pak Jo dan Nani juga tidak salah. Sebenarnya dia tidak mencuri, saya hanya menjebaknya untuk mengatakan yang sebenarnya. Dia adalah mata-mata Nona Sonya," kata William, "terima kasih atas informasinya, Pak Jo. Tolong terus awasi dia." "Baik, Tuan." William mel
Read more

Bab 15. Kepulangan Alana

"Ya, Tuan. Sekali lagi terima kasih untuk kesempatan kedua. Terima kasih telah memaafkan permintaan maaf saya," kata Nani, terlihat senang. Henry hanya mengangguk, lalu melambaikan tangannya untuk mengusir Nani. Begitu melihat Nani keluar dari ruangan, dia menatap Pak Jo dengan tajam. "Disiplinkan semua pelayan, Pak Jo! Jangan sampai terjadi lagi. Periksa semua calon pelayan, dan perketat keamanan di rumah belakang!" Henry memberi perintah kepada kepala pelayannya. "Baik, Tuan. Saya akan melaksanakan perintah Anda," jawab Pak Jo sambil menundukkan kepala di hadapan tuannya untuk menunjukkan rasa hormat. "Pergilah!" Henry kemudian memerintahkan pria tua itu keluar dari ruangannya. Pak Jo mengangguk. Dia berpamitan dengan sopan dan meninggalkan kantor majikannya. Setelah itu, Henry menuju kursi kerjanya. Dia bersandar dan mulai memejamkan mata. Begitu banyak yang terjadi dengan dirinya, membuat ia tidak bisa berfikir jernih. Terlebih bayangan mantan istrinya yang selalu mengusik ha
Read more

Bab 16. Menunggu Alana

Dahi William berkerut dalam. "Mana yang Bos tanyakan saat ini?" Dia bingung karena keinginan Henry tidak hanya satu. Dia takut salah menjawab. "Yang mana lagi jika bukan soal Amanda? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk mencari alamat rumahnya? Aku selalu mengingatkanmu tentang hal ini, kenapa kamu tidak pernah memberikan laporan padaku?" tanya Henry dengan nada yang sedikit tidak senang. "Maaf, Bos. Maafkan saya karena lupa," jawab William. Henri hanya berdecak, lalu kembali menatap asistennya itu dengan tajam. Tanpa berbicara pun, William sudah tahu jika sang bos membutuhkan jawaban secepatnya. "Saya belum menemukan alamat Nyonya Amanda. Tetapi saya pernah berbicara dengannya ketika bertemu beberapa hari yang lalu." William berbohong kepada bosnya lagi. "Mungkin Nyonya Amanda tidak ingin keberadaannya diketahui siapa pun. Saya sudah menyuruh orang untuk menguntit, tetapi Nyonya Amanda selalu saja bisa lolos. Saya tidak sabar, akhirnya menemuinya di rumah sakit. Tapi ....” "T
Read more

Bab 17. Gagal Bertemu

"Mungkin ada pelajaran tambahan," jawab William. "TK mana yang punya pelajaran tambahan?" tanya Henry tidak percaya, pelajaran apa? Mereka masih kecil." "Mungkin pelajaran menyanyi," jawab William sambil tersenyum. "Kamu sok tahu sekali. Apa kamu tahu apa yang mereka pelajari di sana?" tanya Henry sambil tertawa kecil, "bagaimana kamu bisa tahu? Kamu bahkan belum punya anak." William hanya tersenyum menanggapi perkataan Henry. Tidak mungkin dia mengatakan bahwa dia sering mengecek apa yang dipelajari Alana di sekolah. "Saya hanya menebak-nebak saja, Bos. Anak seusia Alana pasti sangat senang belajar menyanyi." William berpikir seperti itu karena Alana dan Alan sering bernyanyi lagu anak-anak. "Itu masuk akal," kata Henry sambil menyandarkan punggungnya. Ia sudah merasa bosan menunggu terlalu lama. "Haruskah kita menunggu sampai Alana keluar, atau kita kembali ke kantor?" William memanfaatkan kebosanan Henry. "Kita tunggu sebentar lagi." Jawaban Henry membuat William khawatir.
Read more

Bab 18. Janji William

Bos, kita sudah sampai," kata William. Tanpa disadari, mobil yang dikemudikan William telah membawa Henry ke kantor. Henry sedang melamun, sehingga ia tidak tahu bahwa kendaraan yang ia tumpangi telah berhenti di depan kantor. Lamunan Henry buyar seketika. CEO BARA Corporation itu keluar terlebih dahulu tanpa menunggu William membukakan pintu. Henry berjalan dengan sukarela masuk ke dalam gedung, diikuti oleh William di belakangnya. Beberapa staf menyambut Henry dengan anggukan kepala penuh hormat. Henry membalasnya dengan lirikan mata. Kemudian, mereka memasuki lift khusus. William tidak masuk ke dalam ruang kerja CEO karena pekerjaannya sudah menumpuk sejak ia pergi menemani Henry menunggu Alana pulang sekolah. Namun, baru beberapa menit berlalu, Henry sudah memanggilnya. "Halo, Bos. Ada apa?" William bertanya. "Datanglah ke kantorku sekarang juga. Ada yang ingin aku tanyakan," perintah Henry. "Baik, Bos. Saya akan segera ke sana." Panggilan telepon pun berakhir. William mema
Read more

Bab 19. Kekhawatiran William

"Saya mengiyakan, dan Bu Sonya meminta saya untuk mengabarkannya secepatnya," jawab Nani sambil tetap menunduk. William menghela napas panjang. Dia mengulurkan satu tangan untuk memijat batang hidungnya. Setelah beberapa saat hening, dia berkata, "Baiklah, kamu bisa pergi sekarang. Aku akan kembali lagi besok setelah aku menemukan solusinya." "Terima kasih, Tuan." Nani tersenyum, merasa bangga pada dirinya sendiri karena telah memberikan sesuatu yang penting untuk misinya. Merasa sudah tidak ada urusan lagi di sini, William akhirnya pergi. Ia masuk ke dalam mobil yang telah dibukakan pintunya oleh Pak Jo. Setelah itu, ia segera mengemudikan mobilnya menjauh dari rumah Henry. Ia berniat untuk segera pulang untuk beristirahat di rumah yang jarang dikunjunginya karena terlalu sering menginap di rumah sang bos. Kerinduan akan kamarnya yang tenang sedikit tertunda malam ini. Kini, William tidak lagi tenang setelah mendengarkan laporan dari Nani. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana cara
Read more

Bab 20. Rindu Alana

William segera kembali ke rumah yang jarang ditempati itu. Dia menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bosnya. "Ini sangat nyaman." William berbaring dan memejamkan mata. "Memang tidak sebagus rumah sang bos, tapi rumah sendiri jauh lebih nyaman." Lelaki itu dengan cepat pergi ke alam mimpi. Dia benar-benar merindukan suasana kamar di rumahnya sendiri. William tidur dengan nyenyak sampai alarm membangunkannya. Dia bergegas mandi dan menjemput tuannya. Suasana pagi hari benar-benar membuat William lebih segar. Selain karena sudah cukup tidur, ia juga merasa lega karena Alan dan Alana akan pindah sekolah. William mengetuk pintu kamar majikannya sambil memanggil nama bosnya. Suara ketukan pintu membuat Henry menoleh. Ia tidak beranjak, melainkan melanjutkan aktivitasnya mengancingkan kancing kemejanya dan menyuruh asistennya untuk masuk. "Selamat pagi, Bos." William menghampiri bosnya dan membantunya mengenakan jas. Ia merapikan beberapa lipatan yang menonjol di tubuh majikannya.
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status