William segera kembali ke rumah yang jarang ditempati itu. Dia menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bosnya. "Ini sangat nyaman." William berbaring dan memejamkan mata. "Memang tidak sebagus rumah sang bos, tapi rumah sendiri jauh lebih nyaman." Lelaki itu dengan cepat pergi ke alam mimpi. Dia benar-benar merindukan suasana kamar di rumahnya sendiri. William tidur dengan nyenyak sampai alarm membangunkannya. Dia bergegas mandi dan menjemput tuannya. Suasana pagi hari benar-benar membuat William lebih segar. Selain karena sudah cukup tidur, ia juga merasa lega karena Alan dan Alana akan pindah sekolah. William mengetuk pintu kamar majikannya sambil memanggil nama bosnya. Suara ketukan pintu membuat Henry menoleh. Ia tidak beranjak, melainkan melanjutkan aktivitasnya mengancingkan kancing kemejanya dan menyuruh asistennya untuk masuk. "Selamat pagi, Bos." William menghampiri bosnya dan membantunya mengenakan jas. Ia merapikan beberapa lipatan yang menonjol di tubuh majikannya.
Henry bergegas kembali ke kantor setelah menunggu lama di depan sekolah Alana, namun ia tidak dapat bertemu dengan anak itu. Sedangkan bagi Sonya, usahanya tampaknya sia-sia. Ia mengikuti Henry kemana-mana dalam waktu yang cukup lama dan berhenti di depan sebuah taman kanak-kanak, namun tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. "Apa yang dilakukan Henry di depan TK?" gumam Sonya sambil melaju pergi setelah mobil Henry melaju lebih dulu, "siapa yang akan ditemuinya?" Lagi-lagi Sonya membuang-buang waktu. Karena sepulang sekolah, Henry kembali ke kantornya. Lelaki itu sudah sendirian sejak di dalam mobil. Itu berarti William tidak ikut. "Aku masih bertanya-tanya, siapa yang akan ia temui di tempat itu?" gumam Sonya sambil memainkan jari-jarinya. "Aku capek, lebih baik aku berhenti mengikuti Henry. Aku tidak menemukan apa-apa." Wanita itu melihat jam tangannya dan kemudian mengemudikan mobilnya menjauh dari area kantor. Sementara itu, di dalam kantor, Henry berjalan lesu menuju ruan
"Henry, apakah William masih melakukan banyak pekerjaan?" Sonya bertanya dengan pelan, "Saya ingin meminta bantuannya." Sonya menelepon Henry untuk berpura-pura meminta bantuan William. "William bukan pesuruh," kata Henry sambil sedikit meninggikan suaranya, "dan lagi pula, dia mendapat izin untuk pulang lebih awal karena sedang tidak enak badan." Henry merasa sensitif, dia sangat kesal karena sangat sulit untuk bertemu dengan Alana. "Tidak apa-apa jika kamu tidak bisa, tapi tidak perlu marah-marah seperti itu." Sonya segera menutup telepon tanpa menunggu jawaban dari Henry. 'Ternyata Henry tidak tahu apa-apa. Berarti ada hubungan yang serius antara Amanda dan William. Mungkin kedua anak itu adalah anak mereka,' pikir Sonya sambil tersenyum simpul. Ia belum sempat melihat wajah Alan yang begitu mirip dengan Henry. Tubuh William yang besar menghalangi Alan, sehingga Sonya tidak bisa melihat wajah anak itu dengan jelas. "Aku butuh lebih banyak informasi, bisa jadi Henry berbohong
Sonya tidak ingin William tahu bahwa dia telah mengikuti mereka, ia segera meninggalkan tempat itu. "Sudah cukup untuk hari ini." Sonya tersenyum ketika melihat rekaman itu. Ia segera pergi, meninggalkan Amanda dan William yang masih berada di taman bermain. Sonya mengemudikan mobilnya dengan senyum penuh kemenangan. "Saya akan menggunakan ini sebagai senjata di saat yang tepat." Sesampainya di rumah, ia segera menghubungi pelayan yang menjadi mata-matanya di rumah Henry. Namun, tidak ada jawaban dari pelayan tersebut meskipun ia telah menghubunginya berkali-kali. Hal itu membuat Sonya marah dan membanting telepon genggamnya. Sedetik kemudian, ia mengambil kembali ponselnya dan menggosok-gosokkan benda datar itu. "Ini senjataku yang paling berguna," gumam Sonya sambil memeriksa ponselnya, "untung saja masih hidup." Karena tidak ingin menunda rencananya, dia menghubungi pembantu itu lagi. Nani tersentak ketika ponsel di sakunya terus berdering, membuatnya panik ketika menyada
"Katakan padanya kalau Bos Henry tidak tahu tentang kedua anak Amanda. Dan juga katakan bahwa saya sudah menikah dengan Amanda."William harus mengatakan semua ini untuk menjaga keamanan Amanda dan kedua anaknya. Dia akan melakukan apa saja untuk melindungi keluarganya.Meskipun Amanda dan anak-anaknya berada dalam bahaya, William tidak bisa mengirim mereka ke luar kota karena akan sulit baginya untuk menjaga mereka.Nani terkejut mendengar perkataan William, tapi ia berusaha keras menyembunyikan keterkejutannya saat mendengar orang kepercayaan majikannya menikahi mantan istri bosnya."Baik, Tuan, saya akan menyampaikan kepada Nona Sonya seperti yang Anda perintahkan," kata Nani tanpa berani menatap William, "kalau begitu, saya permisi dulu, Tuan." Pelayan itu membungkuk hormat pada William, lalu bergegas pergi, meninggalkan sang asisten CEO."Tunggu!" William berseru, menghentikan langkah pelayan itu.'Ya Tuhan, apa yang terjadi?' Nani bergumam dalam hati sambil berbalik. "Iya, Tuan."
Nani baru saja selesai menelepon Sonya. Ia menurunkan telepon dan memasukkannya ke dalam saku baju pelayan.Tepat di depan Nani ada William, yang sedari tadi memperhatikannya."Tuan." Nani menelan ludah, lalu menunduk saat menyadari bahwa William ada di sana. "Saya telah mematuhi semua perintah Anda."William menyilangkan tangannya di depan dada. "Apa yang dikatakan Sonya? Apakah dia percaya padaku?""Sepertinya Nona Sonya percaya dengan informasi yang saya sampaikan, Tuan," jawab Nani tanpa berani menatap William."Apa lagi yang dia katakan?" tanya William menyelidik. Dia pernah mendengar bahwa pelayan itu menolak tugas yang diberikan kepada Nani, tapi William tidak tahu apa itu."Nona Sonya meminta saya untuk mencari bukti bahwa Tuan dan Nyonya Amanda sudah menikah?" Nani meremas-remas jemarinya.Ia khawatir William akan marah padanya karena penjelasannya pada Sonya tidak membuat Sonya percaya dengan apa yang ia katakan."Itu berarti dia meragukan penjelasan kamu!" William berkata de
"Tunggu sebentar," gumam Amanda agar si kembar berhenti, "Kurasa ada Paman baik di luar. Kalian tunggu di sini. Ibu ingin bertemu Paman William dulu."Entah dari mana, William tiba-tiba datang. Ketika Amanda bertatap muka dengan pria itu, Amanda mendapati wajah William yang khawatir."Ada apa?" Amanda bertanya pada pria yang selama ini menjadi pelindungnya. Tidak biasanya William datang di siang hari, apalagi di jam kerja. "Apa terjadi sesuatu padamu?""Amanda, kemasi barang-barangmu dan si kembar sekarang juga. Ayo, pergilah," kata William, lalu mengirim pesan kepada seseorang.Entah siapa yang diteleponnya, tapi William terlihat serius menatap layar ponselnya, dan jari-jarinya mengetik dengan cepat.Amanda mengerutkan kening, tidak mengerti apa maksud William menyuruhnya mengemasi barang-barangnya. "Apa yang salah? Kenapa kita harus pergi dari sini?" Amanda bertanya setelah William memasukkan ponselnya ke dalam saku mantel."Saya akan memberitahumu nanti. Tapi untuk saat ini, tolong
"Saya masih di TK, Bos," jawab William sambil meletakkan jari telunjuknya di bibirnya agar tidak ada yang bersuara lagi.William khawatir Alana akan berbicara, dan Henry sudah hafal suara gadis kecil itu. Dia tidak akan bisa menghindar jika Henry bertanya.Amanda segera membawa putranya ke kamar untuk mengemasi barang-barangnya setelah menyadari bahwa William sedang berbicara dengan Henry.Dia ingin menghindari Alan dan Alana mendengar percakapan mereka."Taman kanak-kanak?" Henry bertanya dengan heran, "apa yang kau lakukan di sana? Apa kau akan bertemu Alana?""Sudah dua hari ini setiap jam istirahat saya mencari Alana di setiap sekolah," jawab William, "sepertinya Nyonya Amanda sudah memindahkan sekolahnya ke tempat lain."Bukan hanya sekali, tapi sudah berkali-kali William berbohong kepada atasannya. Bukan karena ia ingin berkhianat, tapi karena ia peduli pada atasannya."Terima kasih, Willy, kamu selalu peduli padaku. Bahkan tanpa aku suruh pun, kamu selalu membantuku," kata Henry
Nyonya Vena malah bersimpuh di hadapan Amanda. Ia berbicara dengan suara yang serak sambil menunduk. "Amanda, tolong maafkan aku. Aku menyesal telah berencana mengambil Alan dan Alana darimu. Aku menyadari betapa pentingnya hubunganmu dengan cucuku, yang tak pernah kurasakan sebelumnya."Amanda tercengang mendengar permintaan maaf dari Nyonya Vena. Ia tidak pernah menduga bahwa Nyonya Vena akan bersimpuh di hadapannya dan meminta maaf dengan begitu tulus. Hatinya dipenuhi oleh rasa haru dan mulai melunak."Aku telah melihat betapa besar pengaruhmu dalam hidup cucuku. Aku menyadari kesalahanku dan berjanji untuk tidak memisahkanmu dari mereka. Kamu adalah seorang ibu yang hebat dan cucuku membutuhkanmu. Aku minta agar kamu mengampuniku."Amanda merasa terharu dan ingin memberikan kesempatan kedua kepada Nyonya Vena. Ia dapat melihat perubahan yang tulus dalam hati wanita itu. "Nyonya Vena," ucap Amanda dengan penuh pengertian, "aku sangat menghargai permintaan maafmu. Aku juga berhara
Di sebuah ruang keluarga yang terasa sunyi, Pandu duduk di sofa dengan wajah tegang dan pandangan tajam yang menatap ibunya. Di sampingnya juga ada Amanda."Kenapa kalian tidak membawa cucu-cucuku?" tanya Nyonya Vena berpura-pura baik."Bu, kami memutuskan untuk kembali menikah." Amanda langsung berbicara pada intinya. "Aku harap Ibu merestui kami."Nyonya Vena hanya diam, ia tidak bisa berkata-kata. Walaupun Amanda sudah melahirkan dua orang cucu untuknya, tapi ia tidak mau Amanda menjadi menantunya untuk yang kedua kali karena ia tidak mau mempunyai menantu miskin.Pandu tersenyum sinis melihat ibunya hanya diam tanpa mengucapkan satu patah kata pun. "Sudah kuduga, Ibu baik kepada Amanda hanya ingin membuatnya sengsara.""Mas ...." Amanda menggenggam tangan Pandu supaya lelaki itu tidak melanjutkan ucapannya."Amanda, kita sudah dibodohi oleh wanita tua ini, apa kamu masih memercayainya?" Pandu memulai percakapan dengan nada tegas."Mas, aku yakin Ibu sudah berubah, apalagi saat ini
Pandu berdiri di hadapan Amanda. Tatapan penuh harap mengarah pada Amanda yang duduk di hadapannya. Suasana sunyi seketika menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar di telinga mereka bertiga."Sudah cukup lama kita hidup terpisah, Amanda," ucap Pandu dengan suara bergetar, mencoba menekan perasaan gugupnya. "Kita telah melewati banyak hal bersama, dan jujur, aku tak bisa hidup tanpamu."Walau merasa gugup, tapi Pandu memberanikan diri untuk kembali melamar mantan istrinya di hadapan asisten dan sekretarisnya."Sekian lama kita berpisah, tapi cintaku padamu tidak pernah berubah. Walaupun dulu aku sempat sakit hati padamu karena kesalahpahaman, tapi cinta di hatiku tidak pernah pudar."Amanda menatap Pandu dengan wajah yang penuh keraguan, pikiran dan hatinya berkecamuk. Mengingat alasan di balik keputusan mereka berpisah membuat hati Amanda tersayat seperti belati. Dia tahu, kesalahan dan kesalahpahaman telah merusak cinta yang pernah mereka miliki."Tapi, Ma
Tama sampai di rumahnya setelah Mahawira pulang. Ia berpapasan dengan Pandu yang akan pulang ke rumahnya."Bos, kapan kalian sampai?" tanya Tama."Kamu dari mana?" Bukannya menjawab, tapi Pandu malah balik bertanya kepada asistennya itu."Saya ...." Tama menghentikan ucapannya saat ponsel dalam sakunya berdering tanpa henti. Tama merogohnya dan melihat layar ponselnya. "Pak Jo. Sepertinya ada informasi penting," ucap Tama pada Pandu.Tama menjawab panggilan dari kepala pelayan di rumah sang bos."Tuan, ada informasi penting tentang Nyonya besar," ucap Pak Jo dari balik telepon."Kami akan ke sana sekarang. Kita bicarakan di rumah saja.""Apa Anda sudah kembali, Tuan?""Saya dan Bos sudah pulang," jawab Tama, "kami akan segera ke sana."Tama menutup teleponnya segera. "Bos, saya ganti pakaian dulu. Kita akan ke rumah Anda sekarang.""Baju kamu basah, memangnya kamu dari mana?" Pandu keheranan melihat baju asistennya basah."Tadi di sana hujan, saya kehujanan saat kembali ke mobil," jaw
"Terima kasih, Sayang." Tama mencium tangan Tiara berkali-kali."Sayang?" Tiara terkejut. "Kita belum menikah.""Kita bisa mulai membiasakan diri dari sekarang." Tama menatap Tiara sambil tersenyum. Ia tidak menyangka pilihan terakhir jatuh pada sekretaris sang bos. "Saya berjanji akan memperlakukanmu dengan baik."Tiara tersenyum sambil bergumam dalam hati. 'Semoga keputusan saya tidak salah.'Sementara di rumah Tama, Amanda dan anak-anaknya baru saja sampai di rumah setelah pulang dari luar negeri."Bu, kenapa Ayah baik tidak pulang bersama kita?" tanya Alana sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Ada pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh Ayah baik. Jadi, dia harus kembali lebih awal dari kita." Pandu mencoba memberi pengertian kepada anaknya. Padahal ia sendiri tidak tahu urusan penting apa yang membuat Tama begitu terburu-buru untuk segera kembali."Ayah baik itu banyak pekerjaan, lagi pula sekarang kita selalu ditemani Ayah Pandu. Jadi tidak kesepian lagi walaupun
"Saya ambilkan air minum dulu, pasti Bos haus." Tiara semakin gugup. "Silakan masuk!"Tiara membuka pintunya lebar-lebar dan bergegas ke ruang tamu. Tama mengikuti Tiara masuk ke dalam rumahnya.“Silakan duduk, Bos! Saya ambilkan minum dulu.”Tiara segera pergi ke dapur untuk mengambilkan air minum. Sesampainya di dapur, Tiara terkulai lemas dan duduk di lantai.“Ya Tuhan, apa yang harus saya lakukan?” Tiara memegangi dadanya sambil duduk berselonjor di lantai.Beberapa menit kemudian, ia bangun dan berdiri setelah lebih tenang. Kemudian, Tiara membawa segelas air putih untuk Tama.“Silakan di minum, Bos!”‘Dia berada di dapur selama sepuluh menit, tapi hanya membawakan air putih untuk saya. Aya yang dia lakukan di dapur selama itu?’ batin Tama.Tama mengambil gelas minum yang disediakan oleh Tiara. Ia meminum sampai habis air itu karena ia juga sedang gugup.“Airnya mau lagi, Bos?” tanya Tiara saat Tama menaruh gelas kosong di meja.“Boleh, tapi akan lebih bagus lagi kalau ada perasa
Tiara duduk di ruang tamu, tangan kanannya memegang ponsel dan tangan kirinya memegangi dada. Tiara merasa gugup dan hatinya berdebar-debar. Ia tidak tahu harus berbicara apa. Atasannya itu adalah laki-laki yang dingin terhadap wanita. Tidak mungkin seorang Tama bercanda dengannya seperti itu, tapi Tiara masih bingung. Apa dia salah dengar atau bagaimana? "Tiara ... kamu mendengar ucapan saya?" Tama memastikan kalau sambungan teleponnya masih terhubung. "I-iya, Bos." "Tiara, saya telah memikirkan ini dengan sangat serius. Saya telah mengenal dirimu cukup lama, dan saya yakin bahwa kamu adalah orang yang tepat untuk dijadikan seorang istri." Tiara merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar kata-kata Tama. Dia tidak bisa berpikir apa yang akan ia katakan pada atasannya itu. 'Ternyata saya tidak salah dengar,' ucap Tiara dalam hati. "Tiara, saya butuh pendapatmu." Tama butuh jawaban dari Tiara. Ia tidak mungkin berbicara terus tentang rencananya, sementara Tiara hanya
Setelah Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara pulang, Amanda membawa anak-anak masuk ke kamar untuk beristirahat. Sedangkan Tama dan Pandu masih berada di ruang tamu.Pandu duduk berhadapan dengan Tama. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran ketika ia melihat ibunya tiba-tiba bersikap sangat baik kepada mantan menantunya, Amanda."Tama," panggil Pandu, lalu mengembuskan napas dengan kasar. "Aku masih tidak yakin dengan ibuku," ucapnya pelan.Asisten pribadinya, Tama mengerutkan kening. "Maksudnya apa, Bos?""Tama, kamu harus melakukan penyelidikan tentang ibuku," kata Pandu dengan suara serius. "Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan sikapnya kepada Amanda."Tama menatap Pandu dengan rasa keterkejutan. "Tapi, Bos, apakah boleh saya tahu alasan di balik permintaan ini? Apa Bos tahu kalau Nyonya Vena mempunyai rencana jahat terhadap si Kembar?"Pandu menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku yakin dia tidak akan menyakiti Alan atau Alana, tapi aku yakin dia merencanakan sesuatu yang ja
"Amanda, apa anak-anak sudah bertemu dengan neneknya?" Tama mengalihkan pembicaraan. Ia sama sekali tidak tahu harus menjawab apa karena ia tidak mempunyai teman wanita."Belum," jawab Amanda, "kami akan bertemu hari ini di sini. Mungkin sebentar lagi ...." Ucapan Amanda terhenti saat mendengar bunyi bel di apartemen Tama. "Itu mungkin mereka.""Saya buka pintu dulu." Tama bergegas membuka pintu, dan benar saja, Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara yang datang. "Silakan masuk, Tuan, Nyonya."Tama mundur beberapa langkah untuk memberikan jalan kepada orang tua bosnya."Tama, tolong bantu aku supaya kedua cucuku tidak membenciku," ucap Nyonya Vena pelan. Ia khawatir Alan dan Alana marah padanya karena pernah mencoba untuk mencelakai kedua cucunya.Amanda sudah mengizinkan mantan ibu mertuanya untuk menemui Alan dan Alana, tapi wanita itu baru siap bertemu hari ini. Itu juga harus ada pendampingan dari Tama karena ia yakin, suami dan anaknya tidak akan membela dirinya."Anda tenang saja, Nyony