Home / Pernikahan / ISTRI YANG KUSIA-SIAKAN / Chapter 1 - Chapter 5

All Chapters of ISTRI YANG KUSIA-SIAKAN: Chapter 1 - Chapter 5

5 Chapters

Malam pengantin

"Kamu tidur di bawah. Aku tidur di atas!" Ayra--gadis belia yang pagi tadi telah menyandang status istriku itu tersentak saat mendengar bentakanku. Ia sampai urung merebahkan tubuhnya di ranjang pengantin kami."Lo, Mas. Kita kan ..." ucapnya."Apa?" sahutku tajam, dan Ayra langsung menunduk."A-Aku, kan, istrimu.""Kita sudah menikah ..." lanjut Ayra dengan suara gemetar.Aku tersenyum sinis, kudekati Ayra dengan tatapan yang menakutkan hingga membuat gadis itu langsung melangkah mundur. "Jangan kamu pikir aku bersungguh-sungguh dengan pernikahan kita! apa kau pikir aku menerima pernikahan ini?" bentakku kasar, hingga membuat gadis itu langsung mendongak dengan tatapan tak percaya. Kulihat tubuh Ayra langsung membeku mendengar pernyataanku, sampai suara lirih itu keluar dari bibirnya."Maksud Mas Abram apa?" tanyanya."Apa kurang jelas perkataanku tadi. Kau tidak tuli kan?" balasku dengan tatapan tajam. Ayra hanya diam, matanya berkaca namun aku sama sekali tak merasa iba.Aku mende
Read more

Akting menyesakkan

Dadaku berdebar, mulutku seakan terkunci untuk membuat alasan. Sampai akhirnya, Ayra mendekatiku yang masih terduduk di atas ranjang. Wajahnya yang tadi datar seketika berubah menjadi berseri, dengan senyum malunya."Kata Mas Abram, kalo di atas, ranjangnya bakalan bunyi. Makanya di bawah saja." Gadis itu lantas menyembunyikan wajahnya setelah berkata demikian, sekilas, bisa kulihat pipinya merona. Mama langsung terbahak, begitupun Papa yang tak lagi menatap tajam padaku."Dasar pengantin baru!" Mama menggandeng Papa keluar setelah berkata demikian. Sedang aku, masih tak percaya dengan apa yang keluar dari mulut gadis polos yang kunikahi tadi siang."Kamu ..." lirihku. Ayra melepaskan genggaman dan menjauh dariku setelah pintu kamar kami ditutup Mama."Kenapa gemetar?" tanyaku kemudian."Gak ada! silahkan kembali lanjutkan tidurmu yang terganggu karena tokek peliharaanku!" sergahnya membuang muka. Aku tahu dia malu, sedang aku melotot mendengar ucapannya. Kata 'Tokek' seakan memang s
Read more

Ela menghubungiku

"Besok, Papa sama Mama mau pulang. Kamu disini dulu. Terserah mau pulang kapan. Soal pekerjaan kamu, sementara biar Papa yang urus," ucapnya. Saat ini, kami semua duduk di ruang tamu. Posisi masih tetap sama, dengan Ayra di sebelahku."Aku mau pulang juga, Pa. Gimana, Ay, kamu gak keberatan jika aku memboyongmu besok?" tanyaku lembut, tentu saja itu bukan dari hatiku. Ayra terlihat bingung, pandangannya menatap kedua orangtuaku dan bapaknya secara bergantian. Aku tahu dia tak siap, tapi aku tidak mau berlama-lama disini dan bersandiwara layaknya suami yang baik."Bapak gak papa disini, Ay. Lagipula, sudah kewajiban kamu mengikuti apa kata suamimu selagi itu tidak melanggar aturan." Pak Arman--mertuaku itu berkata begitu bijak, membuatku merasa tak enak. Aku pikir, Pak Arman akan menahan Ayra barang sehari atau dua hari lagi karena Ayra anak semata wayangnya. Terlebih dia di rumah juga akan sendirian jika Ayra kubawa. Istrinya, yang tak lain adalah Ibu Ayra, meninggal saat Ayra masih b
Read more

Memboyong Ayra

Hari sudah beranjak malam. Aku mengajak Ayra masuk ke dalam kamar seelepas melaksanakan shalat isya berjamaah dengan Bapak mertua sebagai imamnya.Jujur saja, aku hampir lupa bacaan shalat karena sudah lama aku tak mengerjakannya. Begitupun juga Papa dan Mama. Gurat wajah mereka terlihat bingung saat Bapak mengajak kami untuk shalat. Bahkan bisa kulihat Papa menunggu gerakan Bapak dulu untuk mengikutinya. Entahlah, kesibukan duniawi membuat keluargaku lupa bahwa ada kewajiban yang harus dilaksanakan. Keluarga kami terlena dengan kenikmatan duniawi yang sudah diberikan tuhan untuk kami."Persiapkan semua barang-barangmu yang akan dibawa besok!" Aku melepaskan tangan Ayra setelah memasuki kamar. Setelah itu, aku meraih ponsel dan menghempaskan tubuhku di ranjang.Ayra tak menjawab, pun menolak. Dia langsung mendekati lemari dan mengeluarkan tas besarnya yang sudah terlihat lusuh. Baguslah, itu artinya, Ayra tak bicara pada orang tuaku jika ia ingin tetap tinggal sebentar seperti kemauan
Read more

Kebodohan Ayra

Waktu sudah beranjak sore saat aku memejamkan mata. Ketika terbangun, kulihat langit dari jendela sudah berubah gelap. Gegas aku bangkit untuk membersihkan tubuh yang lengket karena belum mandi. Guyuran air hangat dari shower membuat semangatku kembali naik setelah tiga hari tersiksa karena menahan dinginnya air di pedesaan tempat tinggal Ayra.Usai mandi, aku langsung keluar kamar setelah memakai pakaian."Mas, mau kemana?" tanya Ayra tiba-tiba, membuat jantungku hampir copot. Aku lupa bahwa sudah tak lagi sendiri, ada Ayra yang sudah menjadi istriku dan tinggal disini."Mau keluar!" balasku ketus, lantas menyambar kunci mobil di atas meja. Aku keluar karena ada janji dengan Ela. Tadi sore, kekasihku itu memintaku menemuinya di sebuah kafe tempat kami biasa bertemu."Mas, tunggu!" Ayra mengejarku yang sudah membuka pintu mobil. Membuat emosiku seketika langsung naik."Apa lagi! kalo mau ikut gak usah!" cecarku, dan dia langsung menunduk. Aku masuk ke dalam mobil, namun lagi-lagi Ayra
Read more
DMCA.com Protection Status