"Mereka pasti hancur, Ma," timpal Belinda namun bulir bening di kelopak mata gadis itu tak bisa dibendungnya. Ia menangis dan kali ini sangat memilukan hati setiap telinga yang mendengar. Rasa di dalam dadanya hampa seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga. "Tenanglah sayang, kamu pasti bisa mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari Aditya," ujar Yuni menenangkan anak gadisnya. "Tapi mengapa harus dengan Dahlia, Ma!? Harusnya aku yang di sana dengan cincin berlian itu, dengan semua hantaran dan lamaran itu. Harusnya aku yang jadi Nyonya Central Glory! Harusnya aku, Ma!" teriak Belinda histeris. "Sabar sayang, sabar." Yuni hanya bisa mengelus kepala putrinya yang menangis sesegukan tak henti. Andai ia pun bisa memutar waktu, ingin rasanya saat hari lamaran itu, mulutnya disumpal saja dengan lakban hitam. Tapi semua tak mungkin. Hatinya pun tak kalah sakitnya, jika membayangkan Marni Si Tukang Cuci itu sekarang jadi orang kaya. Sedangkan di sisi lain, Tarno gelagapan
Read more