Semua Bab Wasiat Cinta Untuk Chiara: Bab 11 - Bab 20

70 Bab

Bab 10 - kejanggalan

Ada sesuatu yang berbeda dari Naomi hari ini. Wajah jelita itu tampak lebih murung dari biasanya, lebih muram dari sebelumnya. Bahkan gadis itu seakan tak menyadari ketika Nardo beberapa kali memberinya pertanyaan. Sebagai calon suami, tentu Nardo merasa khawatir. Banyak hal yang terlintas di kepalanya, namun satu hal yang paling mendominasi; Naomi marah padanya setelah insiden malam di mana ia menolak untuk 'tidur bersama'.Sedikit menggelengkan kepala, Nardo kembali mendorong kursi roda Naomi menuju bangsal rawat inap Chiara, calon adik iparnya. Nardo adalah seseorang yang paling tahu bagaimana Naomi, tidak mungkin gadis itu menjadi benci padanya hanya karena hal sepele seperti itu, apalagi setelahnya Naomi sempat mengutarakan cinta. Maka dari itu ia mencoba berpikir positif, barangkali Naomi hanya merasa gugup dan kelelahan setelah beberapa jam ini mengecek segala persiapan karena upacara pernikahan mereka akan dilaksanakan keesokan harinya. "Nah, kita udah sampai." Senyuman Nardo
Baca selengkapnya

Bab 11 - akhir segalanya

"Kamu jangan begadang malam ini." Nardo memberikan nasihatnya pada sang calon istri. Mereka sudah ada di teras rumah Naomi sekarang, mengantarkan gadis itu pulang. Posisi pria itu berjongkok di depan kursi roda si calon istri, menatap dalam-dalam mata indah yang selalu mampu membuat dadanya bergetar."Siap, kamu juga." Naomi memberikan senyum seadanya. Ia memejamkan mata ketika Nardo memberikan sebuah ciuman di keningnya. "Aku pulang dulu kalau begitu.""Mas Nardo ..."Pria itu urung bangkit berdiri ketika Naomi menyebut namanya. Ketika ia kembali menatap mata sang calon istri, terdapat berbagai macam emosi yang mampu tertangkap oleh kedua mata birunya. Emosi yang entah mengapa tak mampu Nardo mengerti.Sedangkan Naomi tak langsung mengucapkan maksudnya, sesaat gadis itu tampak meragu. Namun, tepat di detik ke sepuluh, pada akhirnya sebuah kalimat mengalir begitu saja dari mulutnya. "Aku mencintaimu. Apa pun yang terjadi nanti, tolong jaga dirimu baik-baik."Janggal.Sungguh, Nardo s
Baca selengkapnya

Bab 12 - mendadak

Nardo sudah memiliki firasat tidak enak saat calon ayah mertuanya menelepon dirinya di pagi buta, padahal dirinya sedang berlatih dan bersiap-siap untuk upacara pernikahan. Ia sudah menduga bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi. Pikirannya memburuk, namun ia berusaha membuangnya jauh-jauh. Meskipun sukar, ia tetap berusaha berpikir positif. Selama perjalanan ia hanya diam, sedangkan ayah dan ibunya yang duduk di kursi mobil depan tampak menunjukkan raut wajah tegang. Kepala kedua orang tua si calon mempelai pria tentu sedang menerka-nerka apa yang akan mereka temui di dalam gedung putih yang cukup besar di depan sana."Sebenarnya apa yang telah terjadi? Kenapa pihak besan meminta kita untuk ke rumah sakit? Apakah ini ada hubungannya dengan kondisi adiknya Naomi?" Karina membuka suara saat suaminya sedang melajukan mobil dengan teramat pelan menuju parkiran. Wajah ayunya menunjukkan kebingungan."Papa juga tidak tahu, Ma. Namun, Papa rasa bukan karena Chiara." Sembari memutar kemudi M
Baca selengkapnya

Bab 13 - hilang dan bertahan

Jenazah Naomi sudah tiba di rumah duka saat matahari sudah naik sepenggalah. Para kerabat dan teman-teman dekat sudah berkumpul di sana dengan pakaian serba hitam untuk mengucapkan 'turut berbelasungkawa' dan juga memberikan salam terakhir untuknya.Gadis itu tutup usia di umur yang masih cukup muda, di usianya yang ke dua puluh tujuh. Bahkan tepat di hari yang seharusnya menjadi hari paling membahagiakan di hidupnya; hari pernikahannya. Kepergiannya meninggalkan sejuta kepedihan, terutama untuk Nardo; sang calon mempelai pria.Sebelum acara tutup peti, pria blasteran Jerman itu menyempatkan diri untuk melihat wajah mendiang kekasihnya untuk yang terakhir kali. Adalah Nardo orang paling terluka atas kepergian Naomi. Seakan disambar petir, mimpinya untuk membina rumah tangga dengan orang yang ia cintai harus hangus tak bersisa. Segala harapan indah itu kandas, berubah menjadi duka.Nardo tahu jika apa yang terjadi pada Naomi sangat berat untuk gadis itu terima, tetapi dia tidak pernah
Baca selengkapnya

Bab 14 - rindu yang tidak akan terobati

Gemercik curah air hujan yang jatuh menghantam bumi mendominasi suasana di antara keduanya kala itu. Damai, membuat kedua sejoli yang sedang dimabuk cinta semakin larut dalam atmosfer mesra di dalam ruang kamar berpenerangan temaram di sana.Nardo tampak begitu nyaman memejamkan mata berbantalkan paha Naomi, sedangkan gadis itu tiada henti merekahkan senyum bahagia seraya menyusuri wajah sang calon suami dengan jari-jari lentiknya. Mengagumi betapa eloknya rupa seorang pria yang sebentar lagi akan mempersunting dirinya.Menghabiskan waktu berdua di sela kesibukan masing-masing adalah opsi terbaik yang mereka ambil kali ini. Dan apartemen Nardo yang berada di daerah Jakarta Selatan adalah tempat yang mereka pilih untuk melepas rindu."Kok kamu brewokan sih, Yang? Cukuran gih, kamu kelihatan tua tahu!"Nardo membuka mata dengan enggan ketika belaian lembut tangan Naomi pada bulu-bulu halus di sekitar wajahnya terhenti, disusul dengan ucapan bernada protes sang calon istri. Secara otomat
Baca selengkapnya

Bab 15 - sesuatu yang disembunyikan

"Buka mulutmu lagi, Sayang." Wanita baya itu dengan telaten menyuapi anak gadisnya. Sesendok bubur dia dekatkan kembali pada mulut Chiara, namun gadis itu malah menutup mulutnya dengan telapak tangan setelah suapan ke tiga."Cukup, Ma. Chia sudah kenyang."Ambar membuang napas. Dia mencoba sabar atas penolakan Chiara, sebab dirinya tahu jika masakan rumah sakit memang hambar. Nyaris tidak ada rasa. "Ya sudah, minum dulu baru minum obatnya." Setelah menaruh kembali mangkuk di atas baki, Ambar memberikan segelas air putih pada putrinya."Oke, siap." Tentu saja Chiara segera menerimanya, lalu meneguknya banyak-banyak. "Bagaimana perasaan kamu sekarang, Nak? Masih ada yang sakit?"Chiara kembali menyerahkan gelas yang isinya tinggal separuh itu kepada ibunya sebelum menjawab. "Chia sudah merasa sehat sekarang, Ma. Tidak ada yang sakit sama sekali. Chia rasa jantung ini sangat cocok dengan Chia, sedikit pun tidak ada efek samping. Tidak pernah Chia merasa sebaik ini sebelumnya." Gadis it
Baca selengkapnya

Bab 16 - rasa yang ditinggalkan

Ambar langsung bergegas berdiri saat presensi Indra terlihat oleh kedua matanya. Suaminya itu baru saja menemui dokter yang menangani Chiara. Sudah dua minggu berlalu semenjak putri bungsunya melakukan operasi pencangkokan jantung, tentunya Ambar ingin tahu tentang bagaimana perkembangan kesehatan putrinya.Meskipun jarak masih lumayan jauh, namun senyum tipis Indra sudah terlihat oleh pandangan kedua mata Ambar, pertanda bagus. Tidak sabar, wanita baya itu datang menghampiri lalu berdiri di depannya dengan tatapan menuntut penjelasan."Bagaimana, Pa?" tanyanya."Dokter sudah memperbolehkan Chiara pulang."Embusan napas lega Ambar terlepas begitu saja mendengar ucapan suaminya. "Syukurlah ..." namun, senyuman itu tak bertahan lama. Sedetik kemudian raut wajahnya kembali berubah sendu. Ambar mendongak dengan bimbang. Ada kecemasan yang mampu terbaca di wajah si wanita baya. "Lalu, apa yang harus kita katakan pada putri kita, Pa? Tidak mungkin kita terus menerus menyembunyikan fakta kem
Baca selengkapnya

Bab 17 - kabar buruk

Tiga kursi yang mengelilingi meja makan itu telah terisi. Lengkap, semua anggota keluarga berkumpul di sana untuk makan pagi, seperti biasanya. Suara denting sendok dan garpu saling beradu di atas piring keramik yang berisi sajian menu menggugah selera sedikit membuyarkan suasana hening yang tercipta."Mama berencana liburan ke Lombok minggu depan. Kamu mau ikut?" di sela acara makannya Karina membuka satu pertanyaan untuk Sang putra. Ia melirik sejenak ke arah Nardo sekedar untuk menanti jawaban atas pertanyaannya. "...."Alih-alih menjawab, pria tampan salinan ayahnya itu tak memberikan respons sama sekali, seakan ucapan Sang ibunda tak berhasil menembus indera rungunya. Nardo hanya mengaduk-aduk makanannya tanpa minat. Pria itu memang kehilangan nafsu makan akhir-akhir ini."Nardo?" merasa tak mendapatkan atensi, Karina memanggil nama putranya, sampai pria itu tersentak kembali dalam kehidupan nyata setelah angannya melanglang buana entah ke mana. "Ya?" tanyanya."Kamu melamun."N
Baca selengkapnya

Bab 18 - kenyataan pahit

Jika obat dari merindu adalah sebuah pertemuan, lantas bagaimana caranya menyembuhkan rasa rindu pada seseorang yang telah tiada? Chiara memejamkan mata pedih di ambang pintu kamar Naomi. Sudah berulang kali ia menyeka air mata, tapi berkali-kali pula air kesedihan itu kembali meluncur membasahi pipi, seakan tidak akan ada habisnya. Dia sangat merindukan kakaknya, rindu yang tidak akan mungkin ada penawarnya. Sekarang mereka sudah berbeda dunia.Chiara baru tahu jika kamar mendiang sang kakak telah pindah ke lantai dasar. Kamar yang semula adalah kamar tamu itu kini berubah dipenuhi warna pastel pada setiap sisi temboknya, khas Naomi. Hampa adalah hal pertama yang gadis itu tangkap, sebab dirinya menyadari jika kamar yang sedang dia pijak kini sudah kosong, tidak lagi berpenghuni sebab pemiliknya telah pergi. Dengan langkah sangat pelan gadis itu mendekati sebuah lemari kaca, lemari yang dipenuhi oleh piala-piala mendiang kakaknya. Dia menatapnya nanar dengan setitik air mata. Tanga
Baca selengkapnya

Bab 19 - tak lagi sama

"CUT!" Nardo berteriak cukup lantang dengan sebuah megafon di tangannya, memberi aba-aba. Secara otomatis para pemain dalam set di depan sana menghentikan segala peran yang mereka mainkan. Di detik itu pula seorang Clappers memasukkan sebuah clapper board ke dalam frame dalam keadaan terbalik, menepuknya sekali lalu membaca segala informasi yang tertulis di sana."Oke, perfect! Syuting hari ini cukup sampai di sini. Kerja bagus, ucap Nardo setelahnya. Terlihat para pemain serta para kru mulai membubarkan diri, syuting sudah selesai. Seakan tak ingin membuang waktu, Nardo segera membereskan segala barang bawaannya, memasukkannya ke dalam tas. Namun, suara lembut seorang perempuan yang memanggil namanya menghentikan pergerakan pria itu."K-kak Nardo ..."Ketika pria yang dipanggil mengangkat dagu, wajah memerah Almera lah yang masuk ke dalam retinanya. "Hm?" Pria itu hanya menggumam bertanya, keningnya sedikit berkerut. Almera tidak langsung menjelaskan maksudnya, dia justru terliha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status