Home / Urban / Adik Ipar Terkaya / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Adik Ipar Terkaya: Chapter 21 - Chapter 30

39 Chapters

Part 21: Barang Bukti

Tidak berapa lama, Lukman datang menghampiri Habib. "Belum selesai laporannya?" tanya Lukman sembari duduk tepat di samping Habib. Habib hanya menghela napas lalu membuangnya dengan kasar.Pria itu menunduk tidak berani mendongak. Panas dingin itulah yang dia rasakan pada saat ini. Bagaimana tidak tenang, baru saja naik jabatan kini sudah terancam dipecat akibat keteledorannya."Aa-aku mohon jangan pecat saya, Pak," ucap pria itu dengan mengiba. Lukman heran mendengar perkataan kawan kerjanya itu."Apa sebenarnya yang terjadi?" tanya Lukman penuh penasaran. Dia menatap Habib dan lelaki yang sedang bertugas sebagai piket pada saat itu. Tidak ada sama sekali jawaban yang dia terima. Rasa penasaran kini menyeringai otaknya. Sehingga tidak bisa diam dan terus menggali informasi apa yang disembunyikan ke dua pria itu."Tolong pecat abdi negara yang tidak berkompeten dan bad attitude," jelas Habib dengan nada santai. Namun, sorot matanya sangat menyalang melihat pria yang di depan mata kepa
Read more

Part 22: Bercocok Tanam

"Itu hasil rekaman semua percakapan ibu tirimu! Kamu akan mengetahui itu semua.""Tanpa dikasih tahu ayahnya, ia sudah tahu akal busuknya ibu tirinya. Namun, dengan adanya hasil rekaman itu. Bisa dijadikan bukti yang kuat."Kalau kamu mau balas dendam dan ingin mendapatkan apa yang kamu inginkan, bisa saja. Asal kamu bisa menyingkirkan Habib dari keluarga kita." Habib dan Hermawan diam dan menguping percakapan Rossa dengan seseorang. Suara itu jelas tertangkap Indra pendengar mereka berdua karena pintu kamar tidak tertutup rapat. Masih ada celah yang terbuka walaupun hanya sedikit.Suara langkah kaki terdengar jelas menghampiri kamar Hermawan. "Apa aku bersembunyi saja, Yah?" tanya Habib pelan tepat di daun telinga sang ayah. "Tidak perlu, Nak!" jawab Hermawan parau.Tidak berapa lama suara pintu terbuka dan Rossa melahirkan wajah terkejut atas kehadiran Habib."Oh Tuhan, ternyata ada gembel di sini." Rossa berucap dengan memonyongkan bibir ke atas. Dia mengedipkan mata memberi kode
Read more

Part 23: Bukti Kuat

Habib tidak habis pikir atas ulah ibu tirinya yang sudah kelewat batas. Segala macam cara dia lakukan demi mendapat harta warisan dari sang ayah. Akhirnya ia memilih angkat kaki dari rumah milik sang ibu kandung demi bisa bebas dari keluarga benalu tirinya.Sesampainya di hotel tempat menginap. Ia langsung menempelkan kunci kamar. Tanpa buang-buang waktu dirinya langsung membuka baju untuk segera mandi. Namun, dirinya baru saja teringat atas istri tercinta."Nabila!" teriak Habib parau. Baru saja ia menanggalkan celana bagian dalam. Baru teringat kepada sang istri. Namun, tidak ada sama sekali sahutan. Ke mana Nabila?!" tanya Habib penuh ragu. Cepat-cepat ia membasuh tubuhnya dengan air lalu memakai sabun dan shampo. Tidak butuh waktu lama ia sudah selesai dan tubuhnya kini dibalut handuk. Sesekali ia mencatut wajahnya di depan lemari kaca. Sudah mau hampir seminggu Habib dan Nabila tinggal di hotel pilihan Habib. Namun, ia tidak ada merasa rugi untuk sekedar mengeluarkan uang buat t
Read more

Part 24: Satu Per Satu Pergi

Habib merasa senang ketika mendapat kabar kalau istrinya sudah aman terkendali. 'Tidak sia-sia aku memakai jasa Intel dengan membayar mahal,' ucapnya dalam hati setelah membaca pesan chat di ponselnya."Apakah kamu sudah memutar video itu?!" tanya Habib memastikan kepada Rossa dengan gaya sombong. Ia tidak mau melewatkan momen di mana sebentar lagi ibu tirinya akan mendekam di balik jeruji besi."Tidak perlu. Orang aku tidak bersalah dan terlibat dalam peristiwa kehilangan Nabila." Rossa mencoba bersikap tenang agar tidak terkecoh oleh keadaan. "Oh ya, kalau tidak ada uang, nggak usah sok blagu mau melaporkanku segala ke pihak berwajib. Buat makan saja kamu tidak sanggup. Bagaimana mau bayar pengacara untuk mengurus ini dan itu.""Bukan urusanmu, Rossa!" jawab Habib datar dan tenang. "Aku tidak pernah meminta uang sama sekali kepadamu. Bahkan kamu dan anakmu lah yang menumpang hidup kepada harta kekayaan ayahku sudah lebih dua tahun."Rossa merasa panas akibat sindiran tajam yang dilo
Read more

Part 25: Dikatai Sakit Jiwa

"Aku tidak akan membiarkan kamu sendirian lagi, sayang," ucap Habib setelah bersua dengan Nabila-istrinya. Ia menghujani ciuman baik di kening maupun di pucuk kepala."Seharusnya aku yang meminta maaf dan ini mutlak salahku, sayang," balas Nabila parau. Dia mau pergi mencari camilan, akan tetapi ada segerombolan preman membekap mulut dan tidak lama Nabila tidak sadarkan diri. Semenjak itulah, Nabila tidak tahu lagi ke mana dirinya dibawa oleh preman itu."Kalau ada perlu apa-apa, kamu telepon aku, sayang. Aku akan siap menjadi suami yang baik selama dua puluh empat jam." Habib tidak mau kecolongan lagi atas tragedi yang ada."Kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Habib memperhatikan dari ujung kaki sampai ujung rambut dengan seksamaNabila masih merasa lelah diikat satu malam di rumah tertinggal itu. Tidak tahu itu rumah siapa."Aku baik-baik saja, sayang. Cuma, aku takut janin yang ada di dalam rahimku terganggu karena satu harian aku tidak ada makan dan minum.""Kalau begitu, kita ke rum
Read more

Part 26: Lupa Bawa Uang Tunai

"Cepat angkat kaki dari sini sekarang juga!" murka Dokter Hilmi. Sebelum terjun menghadapi keluarga pasien. Selalu diwanti-wanti agar tetap memberikan pelayanan baik keluarga menengah ke bawah maupun kelas tinggi. Namun, perawat satu ini tidak mengindahkan apa yang disarankan oleh pimpinan rumah sakit. Kenapa masih diam mematung di dalam!" hardiknya kembali. Pokoknya tidak ada maaf bagimu setelah melakukan kesalahan fatal kepada Pak Habib. Asal kamu tahu, dia itu adalah salah satu pemegang saham terbanyak di rumah sakit ini."Benar adanya apa kata Hilmi. Rumah sakit ini milik swasta. Pernah suatu ketika keadaan finansial rumah sakit oleng karena seseorang telah berhasil mencuri uang itu dengan elegan. Setelah ditelurusi, cucu dari pihak rumah sakit itu lah yang menggerogoti keuangan sehingga hampir saja gulung tikar. Untuk mengantisipasi, pemimpin rumah sakit dengan sigap menggalang donatur yang mampu membuat keadaan rumah sakit kembali pulih. Ternyata, Pak Hermawan telah menjadi dona
Read more

Part 27: Diperbudak

Nabila baru saja usai memeriksa kandungannya. Ada dua janin di dalam perutnya membuat dirinya bahagia. Dia saja tidak tahu kenapa bisa ada dua janin di sana. Sementara keturunan kembar tidak ada kalau dari keluarganya. "Maaf kalau aku terlalu lama di sana," ucap Habib dengan napas ngos-ngosan. Ia berlari menuju ruang dokter. "Apakah masih lama antriannya?" tanyanya kembali penuh khawatir kepada sang istrinya. Ia takut kalau terlalu lama menunggu bisa membuat Nabila merasa bosan."Baru saja selesai." Nabila mengulas senyum. Rasa bahagia terpancar di raut wajahnya. Habib merasa heran ada apa gerangan. "Se-serius?!" tanya Habib heran."Ya." Nabila menyodorkan hasil USG yang diberikan oleh dokter. Silakan lihat foto ini. "Aku tidak tahu apakah harus senang atau bahagia," ucap Nabila parau. Dia sengaja mengukir wajah sedih untuk mencoba mengerjain suaminya.Ada apa?! Kenapa kamu malah mencipta sedih?! Apa yang sesungguhnya terjadi?" tanya Habib penuh heran. Ia cepat menerima amplop warna
Read more

Part 28: Suara Kentut Lebih Berharga

Rasa balas dendam di dalam diri Habib kini terbayarkan. Dia sebenarnya bukan niat mau balas dendam. Melainkan mau memberi pelajaran kepada Fadli agar tidak serta merta berbuat seenaknya kepada bawahan."Paling hasil mencuri kamu kasih kepada istrimu," sindir Fadli setelah kesal mendengar perkataan Habib. Atau kamu pura-pura elit, tetapi ekonomi sulit. Dasar manusia yang tidak tahu diri!" sindirnya kembali dan tidak mau kalah."Apa kamu sudah bosan bekerja di sini?! Atau mau menganggur sekalian seumur hidupmu?!" bentak Habib sesekali menyendok sphagetti mashroom suace ke dalam mulutnya. "Apa hubungannya bosan bekerja dengan kamu? Ada-ada saja!" sindir Fadli tidak mau kalah. Dia pergi melangkah masuk ke dalam area dapur.Nabila dan Habib menikmati makanan yang tersaji. Sesekali Nabila merasa heran tingkah yang dicipta suaminya baru saja. Namun, dia tidak terlalu ambil pusing.Habis makan ini kita ke lantai utama. Aku mau lihat-lihat desain rumah," ucap Habib sembari meneguk es lemon te
Read more

Part 29: Kira-kira Permintaan Apa?

"Hanya air mata senjata yang paling ampuh untuk menebus segala hal," sindir Habib menjauh dari perempuan yang bersimpuh di hadapannya. "Penyesalan selalu datang terlambat. Sejak awal sudah saya peringatkan agar tidak berkata kasar dan sombong. Namun, kamu tidak menghiraukannya. Sekarang silakan nikmati dan tuai atas keangkuhan yang kamu cipta wahai perempuan tidak ada etika!" imbuhnya sembari melakukan siaran langsung di sosial medianya. "Aku mohon dengan sangat. Tolong maafkan atas kelancanganku, Pak! Aku tidak akan mengulanginya lagi," pinta Seri dengan sejuta jurus dan air mata terus sebak. Beberapa pengunjung merasa terhibur drama yang ada di depan mata. "Tidak! Sekali hitam, tetap hitam. Jangan kamu harap bisa berubah putih!" jawab Habib tegas dan tidak ada sama sekali luluh. "Mungkin selama ini kamu di atas awan. Saat ini lah kamu saya jatuhkan, itupun karena ulahku sendiri!" imbuh Habib tidak mau diam."Mohon maaf atas kelancangan staf saya. Saya sudah memutuskan untuk segera
Read more

Part 30: Abaikan Hal Itu!

Baru saja sampai di hotel. Habib sudah mendapat teror panggilan yang tidak dikenal. Ia mengabaikan panggilan itu."Sayang, apa yang kamu pinta dariku?" tanya Nabila setelah merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dia merasa kelelahan setelah berkeliling satu harian di luar.Aku minta kamu untuk tetap setia menjadi ibu dari anakku dan menjadi istri Soleha buatku," balas Habib. Ia melangkah menghampiri sang istri tercinta lalu rebahan di samping sang istri. "Boleh kah aku meminta jatah sekarang?" tanya Habib menggoda genit kepada sang istri.Nabila mengernyitkan dahi seolah tidak merestui permintaan suaminya. Habib menelan kecewa karena hasratnya akan tertunda. Padahal, sudah lama dirinya menahan itu. Namun, ia mencoba bersabar dan mengerti keadaan istri tercinta."Bukannya aku tidak mau, sayang. Aku masih kelelahan karena keluar satu harian di luar," ucapnya memberi pengertian kepada sang suami.Pangilam telepon seluler terus berdering membuat Habib bangkit dari atas ranjang. Ia mencoba m
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status