Home / Urban / Adik Ipar Terkaya / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Adik Ipar Terkaya: Chapter 11 - Chapter 20

39 Chapters

Part 11: Potong Saja

"Ja-jangan lakukan itu! Aku mohon dengan sangat," jawab Rasti istrinya Abizar. Ya ... nama istri Abizar adalah Rasti. Dia sebenarnya tidak tahu terlalu banyak masalah yang sengaja dicipta Abizar. Dia hanya fokus mengurus anak dan usaha kerbau di kampung yang diserahkan Abizar kepadanya."Kalau begitu cepat angkat kaki dari rumahku ini!" hardik Habib dengan sorot mata menyalang. Seketika darahnya mendidih akibat tamu tidak diundang datang ke rumahnya.Tidak lama kemudian, punggung Rasti sama sekali tidak kelihatan. Habib menutup daun pintu kembali lalu ia dan Nabila melangkah ke menuju ruang makan. Selera makannya Habib sudah hilang. Akan tetapi, Nabila memaksa agar tetap menghabiskan nasi yang ada di piringnya."Tidak elok membuang-buang makanan, Bang," ucap Nabila lembut. Habib langsung menghabiskan sisa makanannya walaupun dalam keadaan terpaksa. ***Hari ini cuaca sangat bagus. Tiba-tiba, perut Nabila mules dan keram membuat dirinya merasa perih dan sakit. Sesekali dia mengelus pe
Read more

Part 12: Persetan!

"Beri aku kesempatan untuk membahagiakanmu," ucap Habib mencoba meyakinkan istrinya-Nabila."Mau sampai kapan?" tanya Nabila menolak.Nabila melangkah masuk ke dalam kamar. Dia sudah lelah dan capek menghadapi cobaan hidup bertubi-tubi. Habib mengekor begitu saja. Ia terkejut melihat apa yang dilakukan Nabila. "Kamu mau ke mana?!" tanya Habib pelan. Ia mencoba mencegah aktivitas yang dilakukan Nabila. "Kamu jangan gegabah mengambil keputusan mau angkat kaki dari rumah ini?" bujuk Habib pelan."Aku sudah tidak cinta dan sayang lagi kepada pria yang selalu bergantung kepadaku. Aku lelah, aku muak dan aku sudah tidak bisa bersabar lagi," balasnya menepis lengan suaminya."Kamu kenapa berubah seperti ini?! Walaupun aku tetap dihina, aku tidak melepas tanggungjawabku begitu saja kepadamu. Aku masih bisa memberi nafkah walaupun masih sebatas lepas makan.""Aku tahu itu," jawabnya spontan dan diam begitu saja tanpa bergerak. Bulir bening jatuh begitu saja tanpa pamit dari sudut ekor matanya.
Read more

Part 13: Pasrah

"Kenapa kamu masih bingung dan berdiri di sini!" sindir Rasti. Dia melipat kedua tangan lalu dia letak sejajar dengan dada. "Lebih baik angkat kaki dari sini sebelum diseret paksa sama satpam," imbuhnya memperingatkan Habib. "Bagaimana bisa kalian mengganti nama ibuku menjadi nama kalian?!" sela Habib tidak terima. "Apa yang tidak bisa di dunia ini? Aku bisa melakukan apa saja apapun itu yang aku mau.""Benar-benar manusia berhati iblis! Aku tidak akan membiarkan rumah semegah ini jatuh kepada tangan yang salah!" racau Habib semakin tersulut emosi. Ia melangkah menghampiri ayahnya yang diam dan tidak berdaya duduk di kursi roda.***Habib pergi pulang dengan penuh hinaan. Ia datang ke rumah peninggalan almarhum ibunya untuk melihat keadaan sang ayah. Hatinya mencelos melihat ayahnya yang sudah tidak berdaya. Mempunyai harta berlimpah tidak menjamin senang dan bahagia. Itulah yang dirasakan Habib. Harapan untuk membahagiakan ayahnya sudah pupus di tengah jalan. Harta yang paling berha
Read more

Part 14: Terbongkar

"Akhirnya kamu datang juga kemari," ucap Rasti dengan nada sarkasme. Sorot mata yang dia cipta sangat sinis. Tidak ada sama sekali basa-basi mempersilakan masuk ke dalam rumah. Padahal rumah ini warisan ayah dan ibunya. Nabila meneguk saliva dengan kasar."Aa-aku terpaksa datang ke sini untuk sekedar singgah,"jawabnya parau. Suaranya serak menahan Isak tangis."Banyak bacot!" sindir Rasti tidak terima. "Jangan harap kamu bisa singgah ke mari. Ini bukan rumah ke dua orang tuamu." Nabila berpikir sejenak. Sejak kapan rumah itu bukan rumah ayah dan ibunya? Daripada sakit hati, Nabila memutuskan untuk pergi dan mengurungkan niatnya singgah. Namun, langkah kakinya terhenti ketika Rasti menghalangi. "Mau ke mana lagi?!" tanya Rasti menyeringai. Dia menatap ke dua bola mata Nabila tanpa berkedip. "Bukan kah kamu lupa kalau surat tanda yang kamu tanda tangani itu adalah setuju menghibahkan semua harta warisan peninggalan ayah dan ibumu?" bisiknya kembali sambil mengulas senyum. "Durjana syai
Read more

Part 15: Ceramah atau Mengejek?

Part 15: Ceramah atau Mengejek?"Lepaskan!" murka Habib. Walau bagaimana pun. Ia tidak tega melihat ayah kandungnya disiksa begitu saja di depan mata kepalanya sendiri."Bilang sama pria sampah ini lekas ditandatanganinya surat warisan itu!" jawabnya memekakkan telinga. Habib mencoba melepas tangan ibu tirinya dari leher ayahnya. Kamu kira dia lepas begitu saja!" imbuhnya menyeringai.Rasti mengambil kuda-kuda kalau Habib berbuat tidak senonoh kepada ibunya. "Bunuh saja aku sekarang juga!" desak Hermawan. Rossa tertawa bahagia. Dia menunduk lalu mendekatkan wajahnya ke arah muka suaminya. Kini jaraknya sudah sejengkal. Habib melihat reaksi ibu tirinya dengan seksama dan mempersiapkan kuda-kuda juga. "Aku bukan seekor keledai yang sangat bodoh. Sebelum kertas itu kamu tandatangani, aku tidak akan membiarkanmu mati konyol begitu saja." "Kalau kamu memang haus akan harta warisan. Kenapa tidak menyuruh kakek nenek moyangmu kaya raya?! Kenapa harta suami ke duamu yang kamu incar?!" ucapan
Read more

Part 16: Dipecat Secara Tidak Hormat

"Gembel kok ada di sini?!" sindir Fadli. Dia heran kenapa Habib ada di dalam restauran hotal bintang lima. Ide jahat menjalar di otaknya. "Silakan bersihkan lantai itu!" desaknya sembari menyuruh Habib jongkok untuk mengeringkan lantai yang baru saja dia siram dengan air putih dari gelasnya. "Kenapa kamu masih diam! Kamu itu tidak cocok sebagai tamu di sini. Cocoknya itu sebagai cleaning service!" imbuhnya dengan menaikkan volume suaranya dari biasanya. Semua mata tertuju kepadanya.Nabila terkejut melihat suaminya diperlakukan dengan tidak wajar. "Kenapa kamu menyiram suamiku!" ucap Nabila sembari melangkah menghampiri Habib. Tadi dirinya ke arah dessert sehingga berpisah dengan suaminya. Nabila jongkok lalu mencoba membersihkan kepala suaminya yang disiram Fadli dengan kuah curry.Dia memang pantas diperlakukan seperti ini!" Perkataan Fadli membuat Nabila heran. "Asal kamu tahu! Suamimu ini penipu dan sebentar lagi aku akan memastikan kalian berdua bakalan mencuci piring karena tida
Read more

Part 17: Dekil seperti Gembel

Sudah dua hari Habib dan Nabila menginap di hotel itu. Namun, Nabila hendak buka suara semenjak kejadian yang dialaminya. Meskipun itu dalam mimpi. Akan tetapi, dia tidak berani buka suara. Dia takut kalau mimpinya itu jadi kenyataan."Apa yang terjadi sama kamu, Nabila?!" tanya Habib. Ia heran melihat istrinya uring-uringan dan awut-awutan. Habib memang berniat mau membahagiakan istrinya dengan konsep stay cation. Usahnya sia-sia melihat Nabila tidak bahagia.Nabila menggeliat dan langsung terbangun dari atas dipan. "Aa-aku tidak mau mati mengenaskan," jawabnya sambil melihat perutnya yang sudah mulai buncit.Habib merasa heran mendengar perkataan istrinya. Ma-maksudnya?!" tanya Habib dengan melahirkan wajah bingung."Aku mati mengenaskan." Nabila mengatur duduknya agar lebih leluasa bernapas. "Kemarin malam aku ditikam Bu Rossa." Ekor matanya mengarah kepada Habib. Dia takut kalau suaminya marah karena berhubungan dengan ibu tirinya. "Untung saja tragedi itu mimpi.""Sudahlah! Lupak
Read more

Part 18: Sekejap

Laki dan istri sama saja!" celetuk Habib dengan wajah memerah. "Cepat minta maaf kepada Habib!" seru Fadli dengan sedikit memaksa. Sebelum semuanya terlambat," imbuhnya kembali."Terlambat atau tidaknya, aku tetap mendepak istrimu dari sini. Sebentar lagi dia bakalan surat cinta dari pemilik toko ini. Siap-siap menjadi gembel selamanya!" sindir Habib dengan senyum picik."Ja-jangan lakukan itu, Bib! Aku mohon?" ucapnya sambil berlari menghampiri Habib. Dia bersembah lutut di ke dua kalinya, Habib."Bukan kah pepatah mengatakan berpikir dulu sebelum berucap?" sindinya kembali dengan senyum tawa puas dan bahagia. "Dan penyesalan selalu datang terlambat."Benar ... itu semua benar adanya. Fadli kini sudah di pecat karena keangkuha. Dan kesombongannya kepada Habib. Kini hidupnya berubah tiga ratus enam puluh derajat Celcius. Melempar lamaran ke sana ke mari, tidak ada yang mau menerima. Akhirnya dia kesal dan ada dendam terselubung kepada pria yang ada di depannya."Aku akan memaafkan is
Read more

Part 19: Kamu Harus Mati!

Ponsel milik Habib kini jatuh dan pecah. Senyum sumringah terbit di raut wajah Rossa. "Jangan kamu kira bisa menang atau mengalahkan Rossa super king sejagat raya." Ketawanya menggelegar. Habib merasa dipermainkan ibu tirinya. Walaupun bagaimana, ia tidak mau kalah dari seorang benalu yang numpang hidup kepada harta ayahnya. "Suatu saat aku akan menjamin kamu bakalan datang bersimpuh di hadapanmu dengan uraian air mata," imbunya meyakinkan."Tidak bakalan! Jangan merasa mendahului kekuasaan Sang Penguasa Alam," jawab Habib lirih. Dadanya sudah bergemuruh, akan tetapi ia masih bisa menahan larva emosi yang sudah meronta-ronta dari tadi.Hermawan kini terbatuk dan segera meminta tolong. "Ros-Rossa ...!" teriaknya parau. Suara panggilan itu memecahkan keheningan. Tanpa menunggu aba-aba, Habib berlari melangkah menuju asal suara itu. Namun, langkahnya terhenti. "Kamu mau ke mana?!" tanya Rossa dengan menarik lengan Habib. Sorot matanya menyeringai sangat tajam."Aku mau melihat ayahku!" j
Read more

Part 20: Tiga Puluh Juta

"Cepat tangkap gembel itu, Pak!" seru Rasti dengan wajah memerah."Ha-Habib," ucap pria yang memegang pistol itu terbata. Dia tidak menyangka kenapa kawan dekatnya itu disuruh ditangkap. Seketika Habib mengedipkan mata agar lelaki berseragam itu tidak menyebutkan namanya kembali. Ia tidak mau kalau jati dirinya diketahui oleh ibu dan saudara tirinya."Kenapa kamu masih diam?!" desak Rasti mencoba mendorong Lukman. Namanya pria itu adalah Lukman. Dia sahabat dekat Habib waktu mencicipi masa putih abu-abu."Cepat tangkap gembel itu!" desaknya lagi tidak sabaran. Sebelum melanjutkan perintah, Rasti berkata kembali "Dan dia itu seorang pembunuh!"Lukman tidak tega melakukan penangkapan. Ini pasti ada salah paham. Sejenak dia berpikir untuk mencari solusi. Namun, otaknya tidak bisa diajak kompromi."Kalau kamu berani menangkapku, silakan!" tantang Habib dengan sorot mata menyeringai. "Sebelum aku ditangkap, kupastikan kalian manusia bedebah bakalan menyesal," imbuhnya. "Mau beli makan ses
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status