"Aku tidak akan membiarkan kamu sendirian lagi, sayang," ucap Habib setelah bersua dengan Nabila-istrinya. Ia menghujani ciuman baik di kening maupun di pucuk kepala."Seharusnya aku yang meminta maaf dan ini mutlak salahku, sayang," balas Nabila parau. Dia mau pergi mencari camilan, akan tetapi ada segerombolan preman membekap mulut dan tidak lama Nabila tidak sadarkan diri. Semenjak itulah, Nabila tidak tahu lagi ke mana dirinya dibawa oleh preman itu."Kalau ada perlu apa-apa, kamu telepon aku, sayang. Aku akan siap menjadi suami yang baik selama dua puluh empat jam." Habib tidak mau kecolongan lagi atas tragedi yang ada."Kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Habib memperhatikan dari ujung kaki sampai ujung rambut dengan seksamaNabila masih merasa lelah diikat satu malam di rumah tertinggal itu. Tidak tahu itu rumah siapa."Aku baik-baik saja, sayang. Cuma, aku takut janin yang ada di dalam rahimku terganggu karena satu harian aku tidak ada makan dan minum.""Kalau begitu, kita ke rum
"Cepat angkat kaki dari sini sekarang juga!" murka Dokter Hilmi. Sebelum terjun menghadapi keluarga pasien. Selalu diwanti-wanti agar tetap memberikan pelayanan baik keluarga menengah ke bawah maupun kelas tinggi. Namun, perawat satu ini tidak mengindahkan apa yang disarankan oleh pimpinan rumah sakit. Kenapa masih diam mematung di dalam!" hardiknya kembali. Pokoknya tidak ada maaf bagimu setelah melakukan kesalahan fatal kepada Pak Habib. Asal kamu tahu, dia itu adalah salah satu pemegang saham terbanyak di rumah sakit ini."Benar adanya apa kata Hilmi. Rumah sakit ini milik swasta. Pernah suatu ketika keadaan finansial rumah sakit oleng karena seseorang telah berhasil mencuri uang itu dengan elegan. Setelah ditelurusi, cucu dari pihak rumah sakit itu lah yang menggerogoti keuangan sehingga hampir saja gulung tikar. Untuk mengantisipasi, pemimpin rumah sakit dengan sigap menggalang donatur yang mampu membuat keadaan rumah sakit kembali pulih. Ternyata, Pak Hermawan telah menjadi dona
Nabila baru saja usai memeriksa kandungannya. Ada dua janin di dalam perutnya membuat dirinya bahagia. Dia saja tidak tahu kenapa bisa ada dua janin di sana. Sementara keturunan kembar tidak ada kalau dari keluarganya. "Maaf kalau aku terlalu lama di sana," ucap Habib dengan napas ngos-ngosan. Ia berlari menuju ruang dokter. "Apakah masih lama antriannya?" tanyanya kembali penuh khawatir kepada sang istrinya. Ia takut kalau terlalu lama menunggu bisa membuat Nabila merasa bosan."Baru saja selesai." Nabila mengulas senyum. Rasa bahagia terpancar di raut wajahnya. Habib merasa heran ada apa gerangan. "Se-serius?!" tanya Habib heran."Ya." Nabila menyodorkan hasil USG yang diberikan oleh dokter. Silakan lihat foto ini. "Aku tidak tahu apakah harus senang atau bahagia," ucap Nabila parau. Dia sengaja mengukir wajah sedih untuk mencoba mengerjain suaminya.Ada apa?! Kenapa kamu malah mencipta sedih?! Apa yang sesungguhnya terjadi?" tanya Habib penuh heran. Ia cepat menerima amplop warna
Rasa balas dendam di dalam diri Habib kini terbayarkan. Dia sebenarnya bukan niat mau balas dendam. Melainkan mau memberi pelajaran kepada Fadli agar tidak serta merta berbuat seenaknya kepada bawahan."Paling hasil mencuri kamu kasih kepada istrimu," sindir Fadli setelah kesal mendengar perkataan Habib. Atau kamu pura-pura elit, tetapi ekonomi sulit. Dasar manusia yang tidak tahu diri!" sindirnya kembali dan tidak mau kalah."Apa kamu sudah bosan bekerja di sini?! Atau mau menganggur sekalian seumur hidupmu?!" bentak Habib sesekali menyendok sphagetti mashroom suace ke dalam mulutnya. "Apa hubungannya bosan bekerja dengan kamu? Ada-ada saja!" sindir Fadli tidak mau kalah. Dia pergi melangkah masuk ke dalam area dapur.Nabila dan Habib menikmati makanan yang tersaji. Sesekali Nabila merasa heran tingkah yang dicipta suaminya baru saja. Namun, dia tidak terlalu ambil pusing.Habis makan ini kita ke lantai utama. Aku mau lihat-lihat desain rumah," ucap Habib sembari meneguk es lemon te
"Hanya air mata senjata yang paling ampuh untuk menebus segala hal," sindir Habib menjauh dari perempuan yang bersimpuh di hadapannya. "Penyesalan selalu datang terlambat. Sejak awal sudah saya peringatkan agar tidak berkata kasar dan sombong. Namun, kamu tidak menghiraukannya. Sekarang silakan nikmati dan tuai atas keangkuhan yang kamu cipta wahai perempuan tidak ada etika!" imbuhnya sembari melakukan siaran langsung di sosial medianya. "Aku mohon dengan sangat. Tolong maafkan atas kelancanganku, Pak! Aku tidak akan mengulanginya lagi," pinta Seri dengan sejuta jurus dan air mata terus sebak. Beberapa pengunjung merasa terhibur drama yang ada di depan mata. "Tidak! Sekali hitam, tetap hitam. Jangan kamu harap bisa berubah putih!" jawab Habib tegas dan tidak ada sama sekali luluh. "Mungkin selama ini kamu di atas awan. Saat ini lah kamu saya jatuhkan, itupun karena ulahku sendiri!" imbuh Habib tidak mau diam."Mohon maaf atas kelancangan staf saya. Saya sudah memutuskan untuk segera
Baru saja sampai di hotel. Habib sudah mendapat teror panggilan yang tidak dikenal. Ia mengabaikan panggilan itu."Sayang, apa yang kamu pinta dariku?" tanya Nabila setelah merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dia merasa kelelahan setelah berkeliling satu harian di luar.Aku minta kamu untuk tetap setia menjadi ibu dari anakku dan menjadi istri Soleha buatku," balas Habib. Ia melangkah menghampiri sang istri tercinta lalu rebahan di samping sang istri. "Boleh kah aku meminta jatah sekarang?" tanya Habib menggoda genit kepada sang istri.Nabila mengernyitkan dahi seolah tidak merestui permintaan suaminya. Habib menelan kecewa karena hasratnya akan tertunda. Padahal, sudah lama dirinya menahan itu. Namun, ia mencoba bersabar dan mengerti keadaan istri tercinta."Bukannya aku tidak mau, sayang. Aku masih kelelahan karena keluar satu harian di luar," ucapnya memberi pengertian kepada sang suami.Pangilam telepon seluler terus berdering membuat Habib bangkit dari atas ranjang. Ia mencoba m
Nabila kini sudah terbaring lemas di atas brangkar rumah sakit. Habib masih belum tenang akibat memikirkan keselamatan sang ayah. Mau izin pamit, Nabila belum kuat dan belum bisa apa-apa. Mau minum saja mesti dibantu oleh Habib."Ya Allah! Hamba mohon petunjuk darimu!" ucap Habib dalam hati.Beginilah hidup sebatang kara. Ketika ada dua masalah menimpa dalam waktu yang sama. Tidak ada kawan untuk bercerita. Jangankan berbagi kisah, mau gantian untuk menopang terpaan cobaan juga tidak ada. Tidak mungkin berbagi duka kepada orang lain.Habib memang sudah lama tidak menghadap kepada penguasa alam. Kali ini ia memang sangat butuh mengadu kepada-Nya. Cuma rasa enggan paling menyeringai di hatinya sehingga tidak jadi bersujud walau hanya sekejap mata."Sayang, maafin aku yang selalu merepotkanmu. Kenapa masih ada di sini?!" tanya Nabila dengan suara serak. Dia merasa pusing setelah berucap barusan kepada sang suami."Aa-aku akan setia menjaga dan merawatmu di sini," jawab Habib parau. Hatin
Sudah dua jam Rossa dan Siska menunggu jasad Hermawan agar segera dibawa pulang. Namun, mereka berdua belum ada kepikiran mau di makamkan di mana. Rasa resah dan gelisah kini menghantui pikirannya masing-masing."Mah! Bagaimana proses pemakamannya? Apakah sudah dikasih tahu kepada masyarakat atau warga tetangga kalau papah sudah meninggal?" tanya Siska dengan penuh selidik."Apa kamu sudah gila! Mama saja sedang bergelut di balik jeruji besi. Bagaimana pula bisa mengurus itu semua. Ini saja tangan Mamah di borgol keluar dari penjara menuju rumah sakit," ketus Rossa dengan wajah cemberut dan masam. "Ada-ada saja, kamu!" imbuhnya semakin geram."Terus si gembel itu pergi ke mana? Kenapa dia malah tidak kelihatan batang hidungnya?!" desis Siska. Larva amarah kini terus meronta agar dimuntahkan. Namun, tidak tahu harus marah kepada siapa."Mana mamah tahu. Kamu lamat-lamat semakin gila. Apa yang membuatmu seperti ini?" seru Rossa tidak terima pertanyaan anaknya seolah meleceh dirinya. Pa