Home / Rumah Tangga / Sepiring Talak di Pagi Hari / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Sepiring Talak di Pagi Hari: Chapter 101 - Chapter 110

131 Chapters

Bab 101. Lamaran Resmi?

Zia berjalan sambil menunduk untuk menyembunyikan tangis. Ia bertanya kepada salah satu temannya yang kebetulan melintas. “Lihat Fariz, nggak, Mbak?” tanya Zia dengan suara parau. “Tadi sama temanmu dikasih ke Mbak Yuli. Sekarang ada di kamar mungkin. Kamu nangis, Mbak Zi?” Zia mengangguk. “Biasa, aku lebay, Mbak. Pisah sama temenku tadi kayak nggak rela." Ia berbohong. "Ya udah, aku ke kamar dulu. Makasih, Mbak." Wanita itu langsung menuju kamar. Di ranjang, ada Fariz yang terlelap. Zia ikut merebahkan diri di sana sambil mendekap sang buah hati. Diciumi pipi gembil Fariz dengan air mata yang seolah-olah enggan mengering. “Apa kita nggak pantas bahagia, Nak? Kenapa selalu saja ada yang nggak suka sama kita. Nggak di Yogya, nggak di sini. Sama saja,” ucap Zia lirih. “Apa kita terlalu hina untuk ada di dunia ini? Apa kita nggak pantas hidup? Entah dosa apa yang Ibu perbuat hingga banyak yang menghujat. Ibu lelah, Sayang?” lanjutnya sambil terpajam. Yuli masuk kamar sambil membaw
last updateLast Updated : 2023-05-12
Read more

Bab 102. Fariz!

“Oh, alhamdulillah.” Hanya itu yang terucap dari bibir Zia. Wanita itu lantas melangkah dengan masih menggendong Fariz. Sesekali ia mengajak sang putra bercanda. Zia sengaja mencari jalan lain untuk menghindari agar tidak bertemu atau berpapasan dengan Faruq. Bara kebencian di hati Zia masih belum padam. Zia langsung ke kamar, tanpa pernah berniat keluar sampai acara kelar. Ia tidak tertarik dengan keramaian di depan. “Ini untuk Fariz.” Saat antara tidur dan terjaga, sebuah suara membuat mata Zia kembali terbuka. Ada Yuli yang berdiri menyerahkan sesuatu. Zia menggeleng. “Fariz belum makan makanan kayak gitu, Mbak. Buat anak Mbak Yuli aja.” “Fariz dari tadi dicari sama Pak Faruq. Nyuruh aku buat ambil.” Zia yang sudah berpenampilan tanpa cadar, tersenyum masam. “Buat apa? Nggak usah. Biar dia di sini aja. Mbak Yuli tahu sendiri kelakuan Latifa kemarin kayak apa. Aku dan Fariz nggak mau disalahkan lagi, difitnah jadi pelakor lagi.” “Apa aku bilang aja kelakuan busuk Bu Latifa kem
last updateLast Updated : 2023-05-14
Read more

Bab 103. Usir Dia

Zia lantas berlari mendekat dan mengambil alih Fariz yang terus menangis dari gendongan Latifa kasar.“Kamu ini nggak sopan banget main ambil gitu aja! Dia bayi!” bentak Latifa.“Dia anak saya. Saya khawatir dengan dia dan bisa mengira-ngira batas bahaya.” Zia meninggalkan Latifa tanpa pamit ataupun berterima kasih.“Heh, kamu ini benar-benar, ya! Dasar wanita kasar!” teriak Latifa.Faruq keluar kamar sambil membawa tas medis yang biasa dibawa ke mana-mana. Ia berpapasan dengan Zia. Pria itu benar-benar ingin memeriksa Fariz dan menitipkan sebentar bayi tersebut kepada Latifa karena masih mengambil tas.“Ada apa ini?” tanya Faruq keheranan karena teriakan Latifa.“Wanita itu nggak punya sopan santun, Mas. Anaknya saya gendong, main ambil aja seenaknya. Nanti kalo anaknya kenapa-napa gimana? Habis itu pergi gitu aja tanpa pamit atau terima kasih.” Latifa menunjuk Zia.Zia mengabaikan aduan Latifa dan terus berjalan dengan Fariz yang masih menangis.“Bu Zia,” panggil Faruq.Zia tidak pe
last updateLast Updated : 2023-05-15
Read more

Bab 104. Vitamin Penambah Stamina

Sejak mengintip dan melihat wajah Zia tanpa penutup, hari-hari Faruq tidak tenang. Semacam ada rasa bersalah karena merasa mencuri pandang, tetapi di satu sisi rasa ingin memiliki makin kuat. Akan tetapi, apalah daya. Keinginan itu terhalang keadaan. Wanita yang sudah dalam khitbah pria lain, haram dilamar.Sesuai rencana, setelah klinik pribadinya tutup dan membersihkan diri, Faruq melajukan mobilnya menuju yayasan. Seperti biasa, bayang-bayang wajah Zia saat menunduk, ketika ujung kerudung lebarnya tertiup angin, saat tersenyum saat disapa temannya, terus mengusik.“Astagfirullah. Aku kenapa, Ya Allah? Jauhkan atau bahkan hilangkan perasaan ini jika aku benar-benar tidak bisa memilikinya,” gumam Faruq sambil mengemudi.Tidak dipungkiri, saat mengingat wajah ayu Zia, perutnya seperti tergelitik rasa aneh yang bahkan tidak dirasakan saat bersama almarhumah istrinya.Tiba di yayasan, Faruq memarkirkan mobil. Ia berjalan masuk rumah Dewi. Lebih masuk lagi, ia mendengar tangis Fariz. Ras
last updateLast Updated : 2023-05-16
Read more

Bab 105. Gengsi vs Insecure

“Dia suka sama kamu. Dia cemburu saat kamu dilamar teman priamu yang kapan hari ke sini itu.” Perkataan Dewi membuat mata Zia membola. Zia menggeleng kuat. “Nggak. Nggak mungkin, Bu. Beliaunya saja yang terlampau benci sama saya. Itu cuma alasan.” “Zi, saya sudah seperti kakak baginya. Tadi malam dia sendiri yang bicara sama saya. Selama tiga tahun ini, dia tertutup masalah perasaan setelah istrinya meninggal. Saya tahu betul perubahan sikapnya. Saat memperlakukanmu dan Fariz memang terlihat beda. Perkataan pedas yang terucap, semata-mata karena dia kecewa pada diri sendiri kenapa sampai keduluan orang lain dan jalannya dengan mencoba membenci kamu agar perasaannya memudar.” Zia sudah sering mendengar ucapan serupa dari Yuli. Namun, ia tidak menyangka kalau perkataan itu juga terucap dari ketua yayasan. Ia juga selalu menampik akan hal itu, tetapi melihat kedekatan Faruq dan Fariz, memang terasa beda. “Bu, demi Allah saya di sini niat mencari perlindungan, tidak ada niat terselubun
last updateLast Updated : 2023-05-17
Read more

Bab 106. Pergilah!

Dengan sungkan, Zia masuk. Ia merasa tidak enak sebab seorang Farah sampai mau membukakan pintu untuknya.“Kita mau ke mana, Bu?” Zia kembali bertanya setelah Farah duduk sempurna. Di dekapannya, Fariz tertidur pulas.“Ada. Nanti kamu juga bakal tahu.”Mobil pun mulai melaju, membelah jalanan malam.“Kebetulan bertemu Bu Farah. Saya mau pamit dari yayasan, Bu. Terima kasih banyak atas pertolongan dan tempat tinggal yang diberikan untuk saya dan Fariz. Saat ini, saya hanya bisa berterima kasih. Untuk yang lain-lain, maaf saya belum bisa. Tapi saya janji, kalau saya sudah ada uang banyak nanti, akan saya cicil berapa uang untuk pengobatan saya dan Fariz.”“Zi, kamu bilang cicil mencicil lagi, saya pukul kamu. Saya tegaskan sekali lagi, ya, kalau pertolongan saya dan Faruq itu murni pertolongan, ikhlas, bukan meminta ganti,” timpal Farah sambil fokus mengemudi.Zia menunduk. “Maaf, Bu. Saya hanya tidak enak. Sudah ditolong, tapi malah pergi.”“Kalau begitu, nggak usah pergi. Simpel, ‘kan
last updateLast Updated : 2023-05-17
Read more

Bab 107. D*mn it!

Dengan jari jempol, Zia meraba cincin yang tersemat di jari manisnya. Itu bukan cincin pemberian dari Lukman, tetapi cincin imitasi dari anak bungsu Yuli. “Tante Zi, aku tadi beli cincin di sekolah. Katanya Tante mau pergi dari sini. Ini buat kenang-kenangan,” ujar bocah itu. “Wah, terima kasih, Cantik.” Tentu saja dengan senang hati Zia menerima dan meminta anak itu memasangkan sendiri di jarinya langsung. Saat dipasangkan di jari tengah, tidak muat. Alhasil, cincin itu bertengger di jari manisnya dan itu membuat Faruq salah paham. Zia terduduk di ayunan bekas Faruq duduk. Aroma parfum pria itu masih tertinggal di sana. Air mata wanita itu terus berderai. Entah mengapa untuk saat ini ia hanya ingin menangis. Farah tidak kalah syok. Meski sudah mencium aroma merah jambu di diri adiknya dan dari cerita Dewi, ia tidak menyangka kalau Faruq akan senekat itu menyatakan perasaan. Jika ditembak seorang pria, wanita akan merasa bahagia. Namun, tidak demikian dengan Zia. Ia justru takut.
last updateLast Updated : 2023-05-18
Read more

Bab 108. Dasar Duda Mes*m

“Pantas Faruq sampai tergila-gila sama kamu,” ucap Farah lagi. Sementara Faruq memilih melarikan diri agar tidak tertangkap basah mencuri pandang wajah yang biasanya tertutup rapat. Zia kembali memakai cadarnya. “Pak Faruq tidak pernah melihat wajah saya, Bu. Kalau sampai lihat, pasti menyesal sudah bilang suka sama saya karena saya sangat jelek.” “Ish, kamu itu si paling insecure. Nggak boleh kayak gitu. Jadi wanita itu harus punya rasa percaya diri yang tinggi." Zia menggeleng. Ia sudah telanjur tidak percaya diri dan itu sulit dihilangkan. Ia merasa dibuang dan itu membentuk doktrin di otaknya kalau ia sungguh tidak berarti. Wanita bergamis maroon tersebut pun menceritakan sedikit kisah kelamnya kenapa sampai bisa memakai penutup wajah itu. “Kamu memang benar-benar wanita pilihan, Zi. Itulah kenapa Allah selalu menguji sekaligus melindungimu dalam satu waktu.” “Dan salah satu pelindung saya itu Bu Farah. Saya beruntung dipertemukan dengan Ibu.” “Dengan Faruq juga?” Kali ini
last updateLast Updated : 2023-05-19
Read more

Bab 109. Janda Gatel

Jam delapan pagi, Zia berpamitan kepada seluruh penghuni yayasan. Ucapan maaf dan terima kasih terus Zia layangkan ketika berpelukan dengan teman-temannya.“Zi, kalau kamu kerepotan ngurus Fariz dan usaha barumu nanti berhasil, panggil aku, ya. Aku bantu,” bisik Yuli saat keduanya berpelukan.“Ikut aku sekarang aja, sih, Mbak.”“Jangan. Nanti saja. Nggak enak sama Bu Farah kalau keluarnya barengan.”“Mbak Yuli yakin?”Yuli mengangguk.“Jangan lupain aku,ya, Mbak. Dan sampai kapan pun, aku nggak akan lupain Mbak. Kecuali kalau amnesia,” kelakar Zia sambil tertawa.Yuli memukul pelan punggung Zia, lalu mengurai pelukan.“Jaga diri baik-baik di tempat baru,” ujar Yuli sambil mengelus pipi Zia.Zia mengangguk.Zia lalu bersalaman dan berpelukan dengan semuanya. Ada pertemuan, ada perpisahan. Zia bersyukur bertemu dengan teman-teman di sana, tetapi ia harus rela berpisah demi sebuah perubahan.Perubahan untuk menyongsong hidup baru di tempat baru kelak. Modal sudah ada, tenaga juga masih t
last updateLast Updated : 2023-05-19
Read more

Bab 110. Istri Pram

Zia lekas menghampiri suara itu setelah memberi mainan kepada Fariz agar anteng. “Ada apa, Mbak? Kenapa teriak-teriak?” tanya Zia. “Ooh, jadi seperti ini penampilan pelakor itu. Dasar perusak rumah tangga orang kamu!” Wanita asing itu dengan cepat menghampiri Zia dan menjambak kerudungnya. “Mbak, apa-apaan ini? Saya salah apa?” tanya Zia sambil memegangi kerudung agar tidak lepas. “Pelakor yang bersembunyi di balik pakaian syar’i. Wah! Kelihatannya pakaian tertutup, pakai cadar, tapi sering menggoda suami orang! Nggak pantes kamu pake ini semua! Menodai pakaian muslim!” Wanita berambut panjang itu terus berusaha melepaskan cadar Zia. “Siapa suami Mbak? Saya tidak kenal!” bentak Zia. “Saking banyaknya pria yang kamu dekati sampai kamu bingung yang mana suami saya, hah! Lepaskan tanganmu, biar saya lihat seperti apa wajah di balik cadar ini!” Wanita itu terus berusaha. Berbanding seimbang dengan Zia yang terus mempertahankan penutup wajah dan penutup kepalanya. “Mbak! Cukup! Lepas
last updateLast Updated : 2023-05-20
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status