Share

Bab 110. Istri Pram

Penulis: Zuya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Zia lekas menghampiri suara itu setelah memberi mainan kepada Fariz agar anteng.

“Ada apa, Mbak? Kenapa teriak-teriak?” tanya Zia.

“Ooh, jadi seperti ini penampilan pelakor itu. Dasar perusak rumah tangga orang kamu!” Wanita asing itu dengan cepat menghampiri Zia dan menjambak kerudungnya.

“Mbak, apa-apaan ini? Saya salah apa?” tanya Zia sambil memegangi kerudung agar tidak lepas.

“Pelakor yang bersembunyi di balik pakaian syar’i. Wah! Kelihatannya pakaian tertutup, pakai cadar, tapi sering menggoda suami orang! Nggak pantes kamu pake ini semua! Menodai pakaian muslim!” Wanita berambut panjang itu terus berusaha melepaskan cadar Zia.

“Siapa suami Mbak? Saya tidak kenal!” bentak Zia.

“Saking banyaknya pria yang kamu dekati sampai kamu bingung yang mana suami saya, hah! Lepaskan tanganmu, biar saya lihat seperti apa wajah di balik cadar ini!” Wanita itu terus berusaha. Berbanding seimbang dengan Zia yang terus mempertahankan penutup wajah dan penutup kepalanya.

“Mbak! Cukup! Lepas
Zuya

Ada yang tanya berapa bab lagi? Mungkin 15-an bab lagi untuk menggenapi 120k kata sesuai kontrak. Itu pun kalau sudah benar-benar selesai semua konfliknya. Kalau belum, ya, lihat nanti saja. Emang enaknya bab panjang atau cukup segini saja langsung end? Sad ending tapi. Wkwkwk ✌️

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Yanie Abdullah
Jangan terlalu panjang, malah bosan yang baca .
goodnovel comment avatar
Wahyuni Zhafran Haljan
tentunya dgn bersatunya duren Faruq dan zia...
goodnovel comment avatar
lussy alya
Thor kasihanilah zia masa di tuduh pelakor sih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 111. Drama Part 2 dan 3

    Setelah disusui, Fariz tidak mau tidur. Alhasil, Zia membawa putranya keluar. Wanita itu sudah lumayan tenang. Ia siap jika harus adu mulut lagi dengan istrinya Pram. Di luar, sudah banyak orang yang siap melihat drama part dua.“Duduklah, Mbak,” ujar seorang pria. Ia duduk di tengah. Sementara istrinya Pram ada di samping kirinya.Zia duduk dengan Fariz ada di pangkuannya. Bayi itu sudah anteng dengan mainan di tangan.“Tadi ada yang memanggil saya katanya ada keributan di sini. Selaku RT, saya bertanggung jawab mendamaikan. Bisa diceritakan apa masalahnya?” Pria itu memulai obrolan.“Dia ini pelakor di rumah tangga saya, Pak. Dia menggoda suami saya. Saya beberapa hari ini membuntuti dan mengetahui kalau suami saya yang bernama Pram sering ke sini menemui dia. Lalu, saya pernah menemukan nota belanjaan tapi bukan untuk saya. Ada juga bukti transfer. Saya bawa buktinya dan saya yakin semua itu untuk dia.” Istri Pram mengeluarkan nota pembelian kalung dan foto mutasi transfer dari apl

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 112. Tidak Sanggup

    “Zia, buka pintunya!” teriak Faruq lagi sambil mengetuk pintu. Di dalam, Zia menulikan telinga. Hanya menangis dan menangis saja yang bisa dilakukan.“Mas Faruq.” Suara Latifa terdengar parau.“Pulang! Tunggu saya di rumahmu. Kita selesaikan apa yang harusnya saya selesaikan dari dulu,” desis Faruq, masih membelakangi.“Ta-tapi, Mas. Tadi Mas salah–““Pergi saya bilang!” bentak pria bercelana jin tersebut.“Ingat, tunggu saya di rumahmu. Kalau sampai kamu tidak ada di rumah, saya akan laporkan kamu ke polisi karena telah mengganggu ketenteraman Zia.” Faruq sama sekali tidak melihat wajah Latifa. Ia benar-benar muak.Latifa menangis, lalu mengangguk. Dengan langkah pelan, ia berjalan meninggalkan kos-kosan Zia. Barulah Faruq memutar tubuh menghadap orang-orang.“Pak, Bu, Mas, Mbak. Semua yang dibilang wanita barusan itu salah besar. Zia tidak pernah melakukan hal buruk. Zia wanita terjaga, mulia, dan karena itulah banyak fitnah diterima. Saya sebagai saksi, Zia wanita baik-baik. Jadi,

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 113. Titip Salam

    Faruq sebenarnya berat meninggalkan kos-kosan Zia. Hanya saja, ia harus menyelesaikan masalahnya dulu dengan keluarga Latifa agar selesai hari itu juga. Toh, dipanggil sampai berulang kali pun, Zia tidak mau keluar. Percuma juga di sana. Sambil sesekali memijat kening, mobil Faruq membelah jalanan kota hingga tiba di Kelurahan Ngronggo. Di sanalah rumah sang mertua. Dengan dada masih diselimuti amarah, pria itu mengetuk pintu setelah memarkirkan kendaraan. Pada ketukan kedua, pintu terbuka. Seorang ART mempersilakan masuk. “Sudah ditunggu Bapak di ruang keluarga, Mas Dokter,” ujar ART itu setelah saling bertukar salam. “Apa kabar, Mak?” tanya Faruq sambil tersenyum. Bagaimanapun juga, ia sangat kenal dengan wanita itu. “Alhamdulillah baik, Mas Dokter. Mas Dokter bagaimana?” “Saya alhamdulillah baik juga. Apa Latifa ada di rumah?” “Ada. Tadi pulang sambil menangis. Katanya Mas Dokter akan kemari, makanya sama Bapak sudah ditunggu.” Faruq mengangguk-angguk. Ia yakin Latifa sudah

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 114. Sekian Purnama

    “Sudah ada perkembangan kabar?” tanya seseorang melalui sambungan telepon.“Belum ada, Bray. Coba kamu nyewa detektif. Siapa tahu cepet ditemukan,” ujar suara di seberang.“Ya sudah. Terima kasih.”Pria yang saat ini berada di balkon kamarnya itu lantas mematikan sambungan telepon. Ia terpejam, lantas mendongak menatap langit malam.Sudah banyak purnama dilewati Faruq dalam kesendirian dan kesunyian. Sudah banyak cara dilakukan untuk menemukan sekeping hatinya yang dibawa kabur wanita bercadar yang kini entah di mana keberadaannya. Semua temannya yang ada di Yogyakarta dimintai tolong. Mulai dari sesama dokter siapa tahu menjadi salah satu pasiennya, sampai rekan kepolisian. Namun, sampai saat ini belum ada hasil maksimal. Zia tidak terlacak ada di kota gudeg tersebut.Mencari Anggi pun juga dilakukan. Namun, minimnya informasi identitas tentang wanita itu, membuat kesulitan pencarian.Untuk mengisi kesunyian, pria itu menjadi workaholic sampai beberapa kali jatuh sakit.“Sudah, move

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 115. Fase Kritis

    Sepeninggal Lukman, Zia kembali merasakan sakit luar biasa. Kondisinya makin memburuk. Ia terus mengigau memanggil nama sang putra. Wanita itu sendirian di sana. Ada ikatan batin antara bocah tampan dan ibunya itu. Fariz seolah-olah tahu ibunya sedang tidak baik-baik saja. Di rumah Rahma, bocah itu menangis sangat kencang dan sulit ditenangkan. Hidung Zia mengeluarkan darah segar. Namun, di ruang kelas tiga tidak ada CCTV. Pun tidak mungkin Zia berteriak minta tolong atau menekan bel sebab tubuhnya sudah tidak kuasa apa-apa lagi. “Allah.” Zia berucap lirih. Tubuhnya benar-benar sudah tidak kuat. Namun, suara tangis dan tawa Fariz dalam angan seolah-olah terus memanggil, memberi kekuatan agar ia terus bertahan. Zia divonis terkena demam berdarah. Saat ini, ia mengalami fase kritis. Sakitnya beberapa hari belakangan tidak terlalu dirasa karena tuntutan pekerjaan. Ia tetap bekerja meski tubuhnya mengirim sinyal adanya hal buruk menimpa. Keadaan Za sudah antara hidup dan mati. Namun, s

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 116. Penyambutan

    Meski merasa kikuk, Zia tetap menyapa dua orang itu dengan sopan.“Assalamualaikum. Bu Farah, Pak Faruq. Apa kabar?”“Harusnya kami yang tanya. Kenapa kabarmu sekarang kayak gini?” tanya Farah balik.Dari balik cadar, Zia hanya tersenyum. Mereka lalu dipersilakan masuk.“Mas Lukman, apa Mas tahu tentang semua ini?” tanya Zia pelan saat berjalan bersisian dengan pria itu.Lukman mengangguk.“Kenapa lakuin ini? Mas utang penjelasan sama aku.” Pandangan mata Zia menyorot tajam.Di dalam, Zia berbaring di kasur yang telah ditata sebelumnya oleh Lukman. Pria itu juga membuatkan minum dan menyiapkan camilan untuk tamunya. Sementara dari datang, mata Faruq tidak sedikit pun beranjak dari Zia.Zia-nya yang makin kurus. Zia-nya yang hidup dalam kesederhanaan dan itu membuatnya miris.“Bu Farah, Pak Faruq. Tahu dari mana gubuk saya?” tanya Zia.“Dari seseorang. Sebenarnya saya masih sangat marah sama kamu. Tiba-tiba pergi, menghilang tanpa pamit. Ngakunya di Yogya, ternyata selama ini kamu ada

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 117. Menikah Secepatnya

    “Menikah. Secepatnya.” Faruq mengulang. Ia mendesis menahan sakit. Sesekali ia terpejam.“I-iya, Pak. Asal Bapak sembuh dulu.” Zia sudah tidak berpikir panjang mengenai dampak perkataannya. Di pikirannya, hanya ada harapan kesembuhan untuk Faruq.“Terima kasih.”Faruq lalu mengangguk ke arah Farah, tanda ia sudah selesai bicara. Farah keluar dari ruang IGD di mana Faruq masih ditangani. Panggilan masih belum dimatikan. Di luar, Farah dan Zia melanjutkan percakapan.“Apa yang terjadi sama Pak Faruq sebenarnya, Bu?” tanya Zia sambil terisak.“Pas berhenti di lampu merah, ada pohon tumbang dari samping kiri yang mengenai mobilnya.”“Ya Allah. A-apa Pak Faruq parah?”“Lumayan. Kepalanya ada yang dijahit, tulang bahu kirinya cedera dan sepertinya harus dioperasi.”Zia menangis entah untuk apa.“Doakan untuk kesembuhannya, ya, Zi.”“Pasti, Bu. Pasti.”“Ya sudah, saya matikan dulu panggilannya. Mau lihat kondisi Faruq di dalam. Nanti saya kabari lagi. Assalamualaikum.”“Waalaikumussalam. Sem

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 118. Bertemu Satria

    Inilah yang paling ditakutkan Zia saat ke Yogyakarta. Bertemu sang mantan dan ternyata kecemasan itu terbukti adanya. “Fariz! Kamu apakan anak saya!” bentak Zia kepada Satria. Ia juga merebut sang anak yang masih menangis dari dekapan pria itu. “Mas Lukman!” Zia berteriak dan menatap nyalang pria yang bertanggung jawab membawa Fariz. “Maaf, tadi pas aku bayar balon, Fariz maksa turun dari gendongan. Belum sempat mencegah, dia berlari dan jatuh. Lalu ditolong ....” Perkataan Lukman tidak selesai. Ditolong Satria. Itulah yang ingin Lukman sampaikan. Satria sedang mengawasi suasana di acara pernikahan Anggi ketika ada bocah yang terjatuh di sampingnya. Bocah itu menangis dan Satria menolong serta mendekapnya. Satria juga membantu membersihkan tanah yang mengotori baju dan tubuh Fariz. Faruq yang menyusul Zia di situ, memicing. Ia belum bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Sementara Satria terus menatap Fariz dan Zia bergantian. Wajah bocah itu tidak asing baginya dan suara wa

Bab terbaru

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 131. Sepinggan Kebahagiaan

    “Mas!” panggil Zia. Ia mendatangi Faruq di ruang fitness pribadi yang ada di rumahnya. “A-pa, Sa-yang,” jawab Faruq sambil berolahraga angkat beban. “Aku mau kasih tahu sesuatu. Tapi udahi dulu olahraganya.” Faruq menatap sang istri sebentar, lalu menuruti apa yang dipinta. Dengan napas masih terengah-engah, Faruq duduk sambil mengelap peluh dengan handuk kecil. Zia menyerahkan amplop. “Apa ini? Tagihan?” Faruq membolak-baliknya. “Iya. Tagihan dalam jumlah gede pokoknya. Cepetan buka!” Faruq pun membuka amplop itu dan ternyata isinya tiga buah testpack berbeda merek bergaris dua. “Ka-kamu hamil?” Faruq tergagap. Zia mengangguk. “Hm’eh. Gimana ini? Aku takut.” Faruq terdiam. Harusnya ia yang takut, harusnya ia yang khawatir. Istrinya pun ternyata punya rasa yang sama. Jika ketakutannya juga ditunjukkan, pria itu takut sang istri tambah kepikiran. “Ssst! Jangan mikir macam-macam. Kita berdoa saja semoga semuanya selamat dan baik-baik saja. Mulai sekarang kalau Mas ada dinas k

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 130. Seleksi Alam dan Tuhan

    “Katanya, Latifa hamil,” jawab Faruq sambil menunjukkan pesan teks dan gambar dari Mahardika. “Apa! Ini kabar luar biasa, Mas Sayang!” Zia terlonjak, memeluk suaminya erat. “Ya, dan katanya lagi, kemungkinan mulai bulan depan Mahardika akan dimutasi ke Surabaya. Itu artinya, Latifa juga akan dibawa ke sana. Alhamdulillah, semoga dengan semua ini kehidupan semuanya jauh lebih baik.” “Aamiin. Semoga setelah jauh dari Mas, obsesinya itu bisa mereda.” “Dan kamu nggak ada yang ngusik!” Faruq kembali menggotong istrinya menuju ranjang. ** “Zia sudah siap dirias, Mbak?” tanya Faruq kepada Farah yang baru masuk kamar. “Belum, dikit lagi. Jangan usik dia dulu. Nanti kalau selesai, pasti kamu Mbak panggil,” jawab Farah, lalu keluar lagi. Hari ini adalah walimatul ursy sekaligus resepsi pernikahan di Kilisuci Ballroom Hotel Grand Surya Kediri. Sementara Zia dirias, Faruq harus mengungsi di kamar kakaknya. Fariz tengah bermain di sampingnya. “Boy, kalau punya adek, kamu pengen cowok apa

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 129. Secawan Madu (21+)

    “Ya, Mas jijik.” Zia mendorong kasar tubuh suaminya hingga pria itu mundur selangkah. “Pergilah. Aku ingin menyelesaikan mandi,” ujar Zia sambil berusaha menutupi tubuh depannya. Faruq kembali merapatkan diri dengan istrinya. Dicekalnya pinggang ramping itu. Tubuh keduanya kembali saling menempel. “Mas jijik dengan kelakuan mantan suamimu itu. Dia yang membuat tubuhmu jadi seperti ini.” Faruq menyapu bibir Zia dengan ganas. Ia juga menciumi semua bekas luka itu termasuk luka bekas operasi cesar, membuat Zia kembali terpejam sambil menggigit bibir menahan agar suara khas gejolak gairah terdengar. Tangannya refleks meremas rambut sang suami. “Bekasnya memang tidak bisa hilang, tapi Mas pastikan tidak akan ada lagi tambahan luka di tubuhmu. Mas sangat mencintaimu.” Faruq menatap Zia serius. Dengan tubuh masih berpakaian lengkap meski basah, Faruq kembali mendekap tubuh sang istri. “Ya sudah, lekaslah mandi. Jangan lama-lama. Mas mau ganti pakaian di ruang sebelah. Bajumu sudah pind

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 128. Namanya Mahardika

    “Assalamualaikum. Ada apa, Ka?” Faruq mengangkat panggilan seraya masih menggandeng sang istri, membawanya duduk di bibir ranjang.Zia melepas cadar, lalu berkata lirih, “Loudspeaker, Mas.”Faruq mengangguk dan panggilan dilakukan dengan pengeras suara.“Latifa dirawat di rumah sakit, Mas. Dari tadi teriak nyebut nama Zia. Saya ingat-ingat, itu nama calon istri Mas bukan?”“Iya dan hari ini dia resmi jadi istri saya. Apa yang terjadi?”Zia mulai didera ketakutan.“Maaf kalau telepon saya mengganggu. Tapi saya ingin bertanya apa yang sudah dilakukan istri Mas ke Latifa sampai dia sekacau itu.”Spontan Faruq menatap Zia. Wanita itu merebut ponsel suaminya. “Maaf, Mas. Apa dia beneran bunuh diri? I-ini saya Zia yang bicara.”“Ya, dia mengamuk bahkan melukai dirinya sendiri. Apa yang sudah Mbak lakukan ke dia?”Zia menghela napas berat dan mengeluarkan pelan. “Baik, akan saya ceritakan apa yang terjadi.”Zia menceritakan semua yang terjadi tadi pagi saat Tuti menemuinya. Faruq yang juga b

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 127. Ancaman Latifa

    “Mengancam bunuh diri?” Zia mengulang. Beruntung Tuti datang setelah ia memakai cadarnya. Ia masih duduk, enggan berdiri sebab gaun pengantinnya lumayan panjang. Salah berdiri takutnya malah menginjak baju dan bisa-bisa jatuh.“I-iya. Hanya kamu yang bisa menghentikannya.” Tuti terlihat sangat khawatir. Ia sempat mengunci pintu kamar agar tidak ada orang yang masuk.“Bu, mohon maaf sebelumnya. Bukankah Latifa sudah punya suami? Harusnya Ibu mencari suaminya, bukan saya.”“Tapi ini ada urusannya sama kamu. Bukan sama suaminya.”“Tapi dia masih menggertak, ‘kan? Belum bunuh diri sungguhan?”Tuti menggeleng. “Tolong. Bilang sama Faruq agar membatalkan pernikahan ini. Demi Latifa.”Sikap Tuti berbanding terbalik dengan saat dulu pernah melabrak Zia saat di rumah sakit. Keangkuhan dan kesombongannya seolah-olah runtuh berganti tampang permohonan.“Kenapa harus saya, Bu? Bukannya Ibu bisa bicara sendiri ke Mas Faruq?”Tuti menggeleng. “Kalau saya yang meminta, dia tidak akan mau. Kalau kamu

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 126. Trauma

    Zia bangkit. Ia berjalan cepat meninggalkan Faruq dan Fariz yang masih ada di samping peristirahatan terakhir Rizkia. “Yang, tunggu!” Faruq mengejar sampai ia tiba di samping sang istri. Dicekalnya pergelangan tangan Zia dengan tangan kiri sementara yang kanan menggendong Fariz. “Bukan gitu maksud Mas. Mas hanya trauma. Mas nggak mau kehilangan kamu! Apalagi kamu bilang kayak gitu barusan. Untuk itu cukup Fariz saja yang jadi anak kita. Sungguh, Mas sanggup lagi jika harus kehilangan istri lagi.” “Memang tadi Mas tahu aku mau ngomong apa? Main motong gitu aja.” “Tahu. Pengen mati syahid kayak Rizkia, 'kan? Mas jadi mikir mungkin lebih baik anak kita cukup Fariz saja. Sudahlah, ayo pulang. Kita bicara lagi kalau sudah di rumah.” Zia terdiam. Sepertinya Faruq menyembunyikan banyak hal. Ia harus mengorek lebih jauh jika nanti tiba di rumah. Sepanjang perjalanan pulang, hanya didominasi suara cerewet Fariz. Sementara Zia menolak membahas hal apa pun dan meminta suaminya fokus menyeti

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 125. Hempaskan Bibit Pelakor

    “Assalamualaikum.” Zia mengucapkan salam, lalu langsung menuju ke samping ranjang suaminya. Faruq terpejam, terlihat sedang tidur.“Bu Latifa apa kabar?” tanya Zia sopan. Mati-matian ia menahan diri agar tidak marah melihat keberadaan Latifa di sana.Latifa melengos tanpa berniat menjawab.Zia mengambil tangan kanan suaminya pelan karena terpasang jarum infus, lalu menciumnya takzim.Latifa menyeret tangan Zia keluar ruang inap setelah Zia melepaskan tangannya dari Faruq.“Berani-beraninya kamu kembali menampakkan diri,” ucap Latifa dengan napas memburu.“Kamu sekarang istri dr. Faruq Dahlan, Sp. A. Hempaskan rasa minder, bangun kepercayaan dirimu setinggi-tingginya. Kamu punya hak atas Mas. Kasih perhitungan sama Latifa biar dia menjauh dari kehidupan kita karena penolakan Mas sudah tidak mempan.” Perkataan Faruq kembali terngiang di benak Zia. Suaminya benar. Ia sekarang punya kuasa penuh atas Faruq, termasuk menjaganya dari bibit pelakor seperti Latifa.“Memangnya ada yang salah?”

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 124. Kepergok

    “Bu-bu Latifa?” Zia hendak melepaskan diri dari pelukan suaminya, tetapi pelukan itu justru makin erat.“Jangan salah paham. Saya bisa menjelaskan. Manggilnya aku kamu aja kali, ya, mulai sekarang? Biar kesannya nggak formal dan kaku banget. Gimana?” tanya Faruq. Zia masih diam.“Ngambek? Cemburu? Alhamdulillah kalau istri saya, eh, istri Mas cemburu.” Faruq tertawa, lalu menggelitiki istrinya.Ada rasa tak biasa dirasakan Zia saat Faruq menyebut dirinya dengan sebutan mas. Ah, pria itu memang pandai membuatnya jungkir balik.“Lepas! Nggak lucu.” Zia berusaha melepaskan diri, tetapi tidak berhasil.“Dengerin Mas sini, jangan ngambeknya yang diduluin. Jadi, Latifa itu sudah menikah dengan dokter umum yang dinasnya di Puskesmas Grogol. Dia menikah karena dijodohkan orang tuanya pasca Mas menolak keinginan mertua turun ranjang. Mungkin Latifa menikah karena terpaksa, melihat bagaimana dulu dia ngebet banget dinikahi Mas. Entah apa yang terjadi dengan rumah tangganya, sebulan lalu dia dat

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 123. Sebuah Tempat Cincin

    “Yang, ditanya, kok, diem?” Faruq terpejam. Sementara hidungnya sibuk menghidu aroma harum tubuh sang istri. “Eh, i-itu. Sa-at saya di rumah sakit kemarin, di-dia terpaksa lepas sama saya, nggak mau ASI lagi,” jawab Zia terputus-putus. Faruq terkekeh. “Grogi, ya, diginiin?” Bukannya melepaskan pelukan, tangan pria itu justru bergerilya nakal. “Mulai sekarang, kamu harus membiasakan diri dengan stimulasi kayak gini. Nggak usah grogi, dibuat santai saja. Saya nggak bakal nerkam kamu. Mungkin hanya menghamilimu.” “Pak!” Faruq tertawa. “Saat bertemu pertama kali di kontrakanmu kemarin, kalau saya tidak punya iman kuat, saya hampir saja kalap ingin memelukmu.” Faruq kembali berbisik. “Pak, geli. Ta-tangannya tolong dikondisikan,” ucap Zia sambil menangkap jari telunjuk suaminya. Faruq tertawa. “Sumpah saya itu gemes banget sama kamu. Fariz udah tidur lagi?” “Sudah kayaknya.” “Ya sudah, ayo kita sholat Isya’ dulu.” Faruq melepaskan pelukan, lalu meletakkan kepalanya di atas pipi Z

DMCA.com Protection Status