Beranda / Pernikahan / Sepiring Talak di Pagi Hari / Bab 117. Menikah Secepatnya

Share

Bab 117. Menikah Secepatnya

Penulis: Zuya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Menikah. Secepatnya.” Faruq mengulang. Ia mendesis menahan sakit. Sesekali ia terpejam.

“I-iya, Pak. Asal Bapak sembuh dulu.” Zia sudah tidak berpikir panjang mengenai dampak perkataannya. Di pikirannya, hanya ada harapan kesembuhan untuk Faruq.

“Terima kasih.”

Faruq lalu mengangguk ke arah Farah, tanda ia sudah selesai bicara. Farah keluar dari ruang IGD di mana Faruq masih ditangani. Panggilan masih belum dimatikan. Di luar, Farah dan Zia melanjutkan percakapan.

“Apa yang terjadi sama Pak Faruq sebenarnya, Bu?” tanya Zia sambil terisak.

“Pas berhenti di lampu merah, ada pohon tumbang dari samping kiri yang mengenai mobilnya.”

“Ya Allah. A-apa Pak Faruq parah?”

“Lumayan. Kepalanya ada yang dijahit, tulang bahu kirinya cedera dan sepertinya harus dioperasi.”

Zia menangis entah untuk apa.

“Doakan untuk kesembuhannya, ya, Zi.”

“Pasti, Bu. Pasti.”

“Ya sudah, saya matikan dulu panggilannya. Mau lihat kondisi Faruq di dalam. Nanti saya kabari lagi. Assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam. Sem
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
lussy alya
waduhhh ternyata ada si mantan nih
goodnovel comment avatar
Tiraya
masih ada halangan lagii kah.... dari Bang SaT ...ria🫣🫣
goodnovel comment avatar
Gallery Jati Murni Kediri
josss.. luar biasa utk hr ini utk updatenya kak.. .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 118. Bertemu Satria

    Inilah yang paling ditakutkan Zia saat ke Yogyakarta. Bertemu sang mantan dan ternyata kecemasan itu terbukti adanya. “Fariz! Kamu apakan anak saya!” bentak Zia kepada Satria. Ia juga merebut sang anak yang masih menangis dari dekapan pria itu. “Mas Lukman!” Zia berteriak dan menatap nyalang pria yang bertanggung jawab membawa Fariz. “Maaf, tadi pas aku bayar balon, Fariz maksa turun dari gendongan. Belum sempat mencegah, dia berlari dan jatuh. Lalu ditolong ....” Perkataan Lukman tidak selesai. Ditolong Satria. Itulah yang ingin Lukman sampaikan. Satria sedang mengawasi suasana di acara pernikahan Anggi ketika ada bocah yang terjatuh di sampingnya. Bocah itu menangis dan Satria menolong serta mendekapnya. Satria juga membantu membersihkan tanah yang mengotori baju dan tubuh Fariz. Faruq yang menyusul Zia di situ, memicing. Ia belum bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Sementara Satria terus menatap Fariz dan Zia bergantian. Wajah bocah itu tidak asing baginya dan suara wa

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 119. Samira

    Pagi hari, Fariz sudah diajak jalan-jalan oleh Faruq ke sekeliling hotel. Dua pria beda usia tersebut terlihat sangat menikmati kebersamaan. Seperti biasa, bocah itu sangat mudah beradaptasi dengan orang baru.“Lihatlah! Mereka sudah sangat cocok jadi bapak dan anak,” seloroh Farah sambil memperhatikan keduanya. Ia duduk bersama Zia di sebuah gazebo.“Bu, saya merasa kerdil untuk Pak Faruq. Apa nanti tanggapan orang-orang kalau–““Yang menjalani kalian, jangan dipikirkan omongan luar,” potong Farah.“Apa keluarga kalian nanti tidak malu menerima saya? Dari segi apa pun, saya tidak layak untuk beliau.” Zia menunduk.“Keluarga inti Faruq hanya saya. Ayah dan mama kami sudah meninggal. Hanya ada pakde, bude, paklik. Dan saya tidak peduli tanggapan mereka.”“Zi, keluarga kami tidak mengajarkan derajat duniawi sebagai tolok ukur penilaian. Bagi kami, semua orang sama rata, yang membuat penilaian menonjol adalah karakter dan perilakunya. Kamu jangan terus merasa minder. Kamu itu cantik, bah

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 120. Permintaan Gila

    Yanti mempersilakan Samira masuk dan mencari di kamar mandi. Sementara Santoso sudah mengurai pelukannya dari Zia. Wanita itu semua sampai tidak sadar ada Samira yang kembali datang. “Cah bagus ini siapa, Na?” tanya Santoso sambil membelai rambut Fariz. Fariz masih memeluk leher sang ibu. Bocah itu menangkis tangan Santoso yang ada di kepalanya. Ia menatap Santoso tajam. “Bubu anis.” Fariz berujar sambil menyentuh mata Zia dengan tangan kecilnya. Biasanya, Zia paling pintar menyembunyikan kesedihan. Namun, kali ini tidak bisa. Ia terpaksa menangis tersedu-sedu di hadapan sang anak. Zia mengangguk dan menciumi tangan Fariz, seolah-olah menjelaskan kepada putranya ia baik-baik saja. “Dia anak Zia, Pak. Cucu Bapak.” Faruq bangkit, lalu menggandeng Fariz agar ikut duduk dengannya. Namun, bocah itu menggeleng dan tetap memeluk sang ibu. Samira kembali mendengar kebenaran itu semua. Ia lalu mengamati Zia dan Fariz bergantian. Wanita itu tidak mau membuyarkan momen haru tersebut meskipu

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 121. Ajakan Rujuk

    “Pak, jangan bercanda!” ucap Zia dengan nada sedikit meninggi.“Apa saya pernah bercanda di saat sedang membahas hal serius? Apa saya terlihat bercanda?” Faruq balik bertanya.“Ruq, jangan nekat kamu. Iya, nikah. Tapi, ya, tidak mendadak kayak gini.” Farah menyentuh pelan pundak sang adik.“Harus nekat, Mbak. Biar Zia tidak kabur-kabur lagi. Ini juga bukan keputusan mendadak, tapi sudah kupikirkan matang-matang beberapa hari ini.”Farah menggeleng, lalu memijat kening. Pusing. Mungkin ini puncak kegilaan adiknya itu. Atau ada hal lebih ekstrem lagi? Entahlah.“Bagaimana, Pak? Apa saya bisa menikahi putri Bapak saat ini juga?” Faruq menatap Santoso penuh kesungguhan.“Kalau saya, tergantung Nilna saja, Mas. Gimana anaknya. Nduk, gimana?”Zia sendiri bingung harus apa. Semua serba membuatnya pusing.“Diam berarti mau. Sekarang saja, Pak. Saya minta tolong, tolong carikan pemuka agama di sini untuk menikahkan kami,” ucap Faruq cepat. Sementara Zia melotot.“Pak Faruq.” Zia menggeleng.“M

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 122. Hak

    “Jangan memancing kemarahan saya, Bung. Dikasih kesempatan, bukan berarti kamu bisa seenaknya.” Faruq mencengkeram kerah kemeja Satria dengan tangan kanannya. “Mbak Farah, tolong ambil Fariz dari pria tidak tahu diri ini.” Sebelum Farah melakukan keinginan sang adik, Santoso maju dan mengambil alih Fariz dari gendongan Satria yang tantrum dan diserahkan kepada Zia. “Sampai di akhirat pun, aku nggak sudu kembali sama kamu! Pergi!” Zia menatap Satria nyalang. Di dekapannya, Fariz masih tersedu-sedu. Zia tidak habis pikir. Setelah sekian lama, sikap Satria yang ingin menang sendiri, egois, dan tidak tahu diri masih melekat. Ia jadi ragu, permintaan maaf Satria barusan tidaklah tulus. “Aku ini menjijikkan bukan, katamu dulu? Ibarat ludah kenapa sekarang kamu mau pungut lagi setelah sekian lama kamu buang? Bekas ludahmu berbau, Bang. Berbau dendam di hatiku.” Zia terus menenangkan Fariz dengan mengelus punggung bocah itu. “Na, aku–“ “Kalau kondisi saya sehat, sudah saya patahkan kepa

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 123. Sebuah Tempat Cincin

    “Yang, ditanya, kok, diem?” Faruq terpejam. Sementara hidungnya sibuk menghidu aroma harum tubuh sang istri. “Eh, i-itu. Sa-at saya di rumah sakit kemarin, di-dia terpaksa lepas sama saya, nggak mau ASI lagi,” jawab Zia terputus-putus. Faruq terkekeh. “Grogi, ya, diginiin?” Bukannya melepaskan pelukan, tangan pria itu justru bergerilya nakal. “Mulai sekarang, kamu harus membiasakan diri dengan stimulasi kayak gini. Nggak usah grogi, dibuat santai saja. Saya nggak bakal nerkam kamu. Mungkin hanya menghamilimu.” “Pak!” Faruq tertawa. “Saat bertemu pertama kali di kontrakanmu kemarin, kalau saya tidak punya iman kuat, saya hampir saja kalap ingin memelukmu.” Faruq kembali berbisik. “Pak, geli. Ta-tangannya tolong dikondisikan,” ucap Zia sambil menangkap jari telunjuk suaminya. Faruq tertawa. “Sumpah saya itu gemes banget sama kamu. Fariz udah tidur lagi?” “Sudah kayaknya.” “Ya sudah, ayo kita sholat Isya’ dulu.” Faruq melepaskan pelukan, lalu meletakkan kepalanya di atas pipi Z

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 124. Kepergok

    “Bu-bu Latifa?” Zia hendak melepaskan diri dari pelukan suaminya, tetapi pelukan itu justru makin erat.“Jangan salah paham. Saya bisa menjelaskan. Manggilnya aku kamu aja kali, ya, mulai sekarang? Biar kesannya nggak formal dan kaku banget. Gimana?” tanya Faruq. Zia masih diam.“Ngambek? Cemburu? Alhamdulillah kalau istri saya, eh, istri Mas cemburu.” Faruq tertawa, lalu menggelitiki istrinya.Ada rasa tak biasa dirasakan Zia saat Faruq menyebut dirinya dengan sebutan mas. Ah, pria itu memang pandai membuatnya jungkir balik.“Lepas! Nggak lucu.” Zia berusaha melepaskan diri, tetapi tidak berhasil.“Dengerin Mas sini, jangan ngambeknya yang diduluin. Jadi, Latifa itu sudah menikah dengan dokter umum yang dinasnya di Puskesmas Grogol. Dia menikah karena dijodohkan orang tuanya pasca Mas menolak keinginan mertua turun ranjang. Mungkin Latifa menikah karena terpaksa, melihat bagaimana dulu dia ngebet banget dinikahi Mas. Entah apa yang terjadi dengan rumah tangganya, sebulan lalu dia dat

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 125. Hempaskan Bibit Pelakor

    “Assalamualaikum.” Zia mengucapkan salam, lalu langsung menuju ke samping ranjang suaminya. Faruq terpejam, terlihat sedang tidur.“Bu Latifa apa kabar?” tanya Zia sopan. Mati-matian ia menahan diri agar tidak marah melihat keberadaan Latifa di sana.Latifa melengos tanpa berniat menjawab.Zia mengambil tangan kanan suaminya pelan karena terpasang jarum infus, lalu menciumnya takzim.Latifa menyeret tangan Zia keluar ruang inap setelah Zia melepaskan tangannya dari Faruq.“Berani-beraninya kamu kembali menampakkan diri,” ucap Latifa dengan napas memburu.“Kamu sekarang istri dr. Faruq Dahlan, Sp. A. Hempaskan rasa minder, bangun kepercayaan dirimu setinggi-tingginya. Kamu punya hak atas Mas. Kasih perhitungan sama Latifa biar dia menjauh dari kehidupan kita karena penolakan Mas sudah tidak mempan.” Perkataan Faruq kembali terngiang di benak Zia. Suaminya benar. Ia sekarang punya kuasa penuh atas Faruq, termasuk menjaganya dari bibit pelakor seperti Latifa.“Memangnya ada yang salah?”

Bab terbaru

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 131. Sepinggan Kebahagiaan

    “Mas!” panggil Zia. Ia mendatangi Faruq di ruang fitness pribadi yang ada di rumahnya. “A-pa, Sa-yang,” jawab Faruq sambil berolahraga angkat beban. “Aku mau kasih tahu sesuatu. Tapi udahi dulu olahraganya.” Faruq menatap sang istri sebentar, lalu menuruti apa yang dipinta. Dengan napas masih terengah-engah, Faruq duduk sambil mengelap peluh dengan handuk kecil. Zia menyerahkan amplop. “Apa ini? Tagihan?” Faruq membolak-baliknya. “Iya. Tagihan dalam jumlah gede pokoknya. Cepetan buka!” Faruq pun membuka amplop itu dan ternyata isinya tiga buah testpack berbeda merek bergaris dua. “Ka-kamu hamil?” Faruq tergagap. Zia mengangguk. “Hm’eh. Gimana ini? Aku takut.” Faruq terdiam. Harusnya ia yang takut, harusnya ia yang khawatir. Istrinya pun ternyata punya rasa yang sama. Jika ketakutannya juga ditunjukkan, pria itu takut sang istri tambah kepikiran. “Ssst! Jangan mikir macam-macam. Kita berdoa saja semoga semuanya selamat dan baik-baik saja. Mulai sekarang kalau Mas ada dinas k

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 130. Seleksi Alam dan Tuhan

    “Katanya, Latifa hamil,” jawab Faruq sambil menunjukkan pesan teks dan gambar dari Mahardika. “Apa! Ini kabar luar biasa, Mas Sayang!” Zia terlonjak, memeluk suaminya erat. “Ya, dan katanya lagi, kemungkinan mulai bulan depan Mahardika akan dimutasi ke Surabaya. Itu artinya, Latifa juga akan dibawa ke sana. Alhamdulillah, semoga dengan semua ini kehidupan semuanya jauh lebih baik.” “Aamiin. Semoga setelah jauh dari Mas, obsesinya itu bisa mereda.” “Dan kamu nggak ada yang ngusik!” Faruq kembali menggotong istrinya menuju ranjang. ** “Zia sudah siap dirias, Mbak?” tanya Faruq kepada Farah yang baru masuk kamar. “Belum, dikit lagi. Jangan usik dia dulu. Nanti kalau selesai, pasti kamu Mbak panggil,” jawab Farah, lalu keluar lagi. Hari ini adalah walimatul ursy sekaligus resepsi pernikahan di Kilisuci Ballroom Hotel Grand Surya Kediri. Sementara Zia dirias, Faruq harus mengungsi di kamar kakaknya. Fariz tengah bermain di sampingnya. “Boy, kalau punya adek, kamu pengen cowok apa

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 129. Secawan Madu (21+)

    “Ya, Mas jijik.” Zia mendorong kasar tubuh suaminya hingga pria itu mundur selangkah. “Pergilah. Aku ingin menyelesaikan mandi,” ujar Zia sambil berusaha menutupi tubuh depannya. Faruq kembali merapatkan diri dengan istrinya. Dicekalnya pinggang ramping itu. Tubuh keduanya kembali saling menempel. “Mas jijik dengan kelakuan mantan suamimu itu. Dia yang membuat tubuhmu jadi seperti ini.” Faruq menyapu bibir Zia dengan ganas. Ia juga menciumi semua bekas luka itu termasuk luka bekas operasi cesar, membuat Zia kembali terpejam sambil menggigit bibir menahan agar suara khas gejolak gairah terdengar. Tangannya refleks meremas rambut sang suami. “Bekasnya memang tidak bisa hilang, tapi Mas pastikan tidak akan ada lagi tambahan luka di tubuhmu. Mas sangat mencintaimu.” Faruq menatap Zia serius. Dengan tubuh masih berpakaian lengkap meski basah, Faruq kembali mendekap tubuh sang istri. “Ya sudah, lekaslah mandi. Jangan lama-lama. Mas mau ganti pakaian di ruang sebelah. Bajumu sudah pind

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 128. Namanya Mahardika

    “Assalamualaikum. Ada apa, Ka?” Faruq mengangkat panggilan seraya masih menggandeng sang istri, membawanya duduk di bibir ranjang.Zia melepas cadar, lalu berkata lirih, “Loudspeaker, Mas.”Faruq mengangguk dan panggilan dilakukan dengan pengeras suara.“Latifa dirawat di rumah sakit, Mas. Dari tadi teriak nyebut nama Zia. Saya ingat-ingat, itu nama calon istri Mas bukan?”“Iya dan hari ini dia resmi jadi istri saya. Apa yang terjadi?”Zia mulai didera ketakutan.“Maaf kalau telepon saya mengganggu. Tapi saya ingin bertanya apa yang sudah dilakukan istri Mas ke Latifa sampai dia sekacau itu.”Spontan Faruq menatap Zia. Wanita itu merebut ponsel suaminya. “Maaf, Mas. Apa dia beneran bunuh diri? I-ini saya Zia yang bicara.”“Ya, dia mengamuk bahkan melukai dirinya sendiri. Apa yang sudah Mbak lakukan ke dia?”Zia menghela napas berat dan mengeluarkan pelan. “Baik, akan saya ceritakan apa yang terjadi.”Zia menceritakan semua yang terjadi tadi pagi saat Tuti menemuinya. Faruq yang juga b

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 127. Ancaman Latifa

    “Mengancam bunuh diri?” Zia mengulang. Beruntung Tuti datang setelah ia memakai cadarnya. Ia masih duduk, enggan berdiri sebab gaun pengantinnya lumayan panjang. Salah berdiri takutnya malah menginjak baju dan bisa-bisa jatuh.“I-iya. Hanya kamu yang bisa menghentikannya.” Tuti terlihat sangat khawatir. Ia sempat mengunci pintu kamar agar tidak ada orang yang masuk.“Bu, mohon maaf sebelumnya. Bukankah Latifa sudah punya suami? Harusnya Ibu mencari suaminya, bukan saya.”“Tapi ini ada urusannya sama kamu. Bukan sama suaminya.”“Tapi dia masih menggertak, ‘kan? Belum bunuh diri sungguhan?”Tuti menggeleng. “Tolong. Bilang sama Faruq agar membatalkan pernikahan ini. Demi Latifa.”Sikap Tuti berbanding terbalik dengan saat dulu pernah melabrak Zia saat di rumah sakit. Keangkuhan dan kesombongannya seolah-olah runtuh berganti tampang permohonan.“Kenapa harus saya, Bu? Bukannya Ibu bisa bicara sendiri ke Mas Faruq?”Tuti menggeleng. “Kalau saya yang meminta, dia tidak akan mau. Kalau kamu

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 126. Trauma

    Zia bangkit. Ia berjalan cepat meninggalkan Faruq dan Fariz yang masih ada di samping peristirahatan terakhir Rizkia. “Yang, tunggu!” Faruq mengejar sampai ia tiba di samping sang istri. Dicekalnya pergelangan tangan Zia dengan tangan kiri sementara yang kanan menggendong Fariz. “Bukan gitu maksud Mas. Mas hanya trauma. Mas nggak mau kehilangan kamu! Apalagi kamu bilang kayak gitu barusan. Untuk itu cukup Fariz saja yang jadi anak kita. Sungguh, Mas sanggup lagi jika harus kehilangan istri lagi.” “Memang tadi Mas tahu aku mau ngomong apa? Main motong gitu aja.” “Tahu. Pengen mati syahid kayak Rizkia, 'kan? Mas jadi mikir mungkin lebih baik anak kita cukup Fariz saja. Sudahlah, ayo pulang. Kita bicara lagi kalau sudah di rumah.” Zia terdiam. Sepertinya Faruq menyembunyikan banyak hal. Ia harus mengorek lebih jauh jika nanti tiba di rumah. Sepanjang perjalanan pulang, hanya didominasi suara cerewet Fariz. Sementara Zia menolak membahas hal apa pun dan meminta suaminya fokus menyeti

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 125. Hempaskan Bibit Pelakor

    “Assalamualaikum.” Zia mengucapkan salam, lalu langsung menuju ke samping ranjang suaminya. Faruq terpejam, terlihat sedang tidur.“Bu Latifa apa kabar?” tanya Zia sopan. Mati-matian ia menahan diri agar tidak marah melihat keberadaan Latifa di sana.Latifa melengos tanpa berniat menjawab.Zia mengambil tangan kanan suaminya pelan karena terpasang jarum infus, lalu menciumnya takzim.Latifa menyeret tangan Zia keluar ruang inap setelah Zia melepaskan tangannya dari Faruq.“Berani-beraninya kamu kembali menampakkan diri,” ucap Latifa dengan napas memburu.“Kamu sekarang istri dr. Faruq Dahlan, Sp. A. Hempaskan rasa minder, bangun kepercayaan dirimu setinggi-tingginya. Kamu punya hak atas Mas. Kasih perhitungan sama Latifa biar dia menjauh dari kehidupan kita karena penolakan Mas sudah tidak mempan.” Perkataan Faruq kembali terngiang di benak Zia. Suaminya benar. Ia sekarang punya kuasa penuh atas Faruq, termasuk menjaganya dari bibit pelakor seperti Latifa.“Memangnya ada yang salah?”

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 124. Kepergok

    “Bu-bu Latifa?” Zia hendak melepaskan diri dari pelukan suaminya, tetapi pelukan itu justru makin erat.“Jangan salah paham. Saya bisa menjelaskan. Manggilnya aku kamu aja kali, ya, mulai sekarang? Biar kesannya nggak formal dan kaku banget. Gimana?” tanya Faruq. Zia masih diam.“Ngambek? Cemburu? Alhamdulillah kalau istri saya, eh, istri Mas cemburu.” Faruq tertawa, lalu menggelitiki istrinya.Ada rasa tak biasa dirasakan Zia saat Faruq menyebut dirinya dengan sebutan mas. Ah, pria itu memang pandai membuatnya jungkir balik.“Lepas! Nggak lucu.” Zia berusaha melepaskan diri, tetapi tidak berhasil.“Dengerin Mas sini, jangan ngambeknya yang diduluin. Jadi, Latifa itu sudah menikah dengan dokter umum yang dinasnya di Puskesmas Grogol. Dia menikah karena dijodohkan orang tuanya pasca Mas menolak keinginan mertua turun ranjang. Mungkin Latifa menikah karena terpaksa, melihat bagaimana dulu dia ngebet banget dinikahi Mas. Entah apa yang terjadi dengan rumah tangganya, sebulan lalu dia dat

  • Sepiring Talak di Pagi Hari   Bab 123. Sebuah Tempat Cincin

    “Yang, ditanya, kok, diem?” Faruq terpejam. Sementara hidungnya sibuk menghidu aroma harum tubuh sang istri. “Eh, i-itu. Sa-at saya di rumah sakit kemarin, di-dia terpaksa lepas sama saya, nggak mau ASI lagi,” jawab Zia terputus-putus. Faruq terkekeh. “Grogi, ya, diginiin?” Bukannya melepaskan pelukan, tangan pria itu justru bergerilya nakal. “Mulai sekarang, kamu harus membiasakan diri dengan stimulasi kayak gini. Nggak usah grogi, dibuat santai saja. Saya nggak bakal nerkam kamu. Mungkin hanya menghamilimu.” “Pak!” Faruq tertawa. “Saat bertemu pertama kali di kontrakanmu kemarin, kalau saya tidak punya iman kuat, saya hampir saja kalap ingin memelukmu.” Faruq kembali berbisik. “Pak, geli. Ta-tangannya tolong dikondisikan,” ucap Zia sambil menangkap jari telunjuk suaminya. Faruq tertawa. “Sumpah saya itu gemes banget sama kamu. Fariz udah tidur lagi?” “Sudah kayaknya.” “Ya sudah, ayo kita sholat Isya’ dulu.” Faruq melepaskan pelukan, lalu meletakkan kepalanya di atas pipi Z

DMCA.com Protection Status