Beranda / Romansa / Kamar Dingin CEO / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Kamar Dingin CEO: Bab 21 - Bab 30

60 Bab

Chapter 21 -melarikan diri

Setelah kepergian Arka, punggung Savana merosot ke bawah, terduduk di lantai yang dingin. Dengan kasar ia menghapus air matanya. Ia benci kepada pria pengecut dan egois. Ia benci pria yang bernama Arka, mungkin itu terjadi sejak hari ini saat pria itu datang ke apartemennya.Meskipun Savana membenci Jenni dan Arka. Tapi tidak dengan anak yang di kandung oleh Jenni, meskipun ia tak ada niatan untuk memiliki seorang anak dalam jangka waktu dekat, tapi jika tuhan memberinya maka ia akan menerimanya. Makanya Savana marah saat Arka membicarakan bayi tak bersalah itu seolah pria itu tak peduli."Argh!! Arka sialan!" ****Dengan tatapan kosong dan sebelah tangan menahan perut bagian bawah, Jenni terus melangkah kan kakinya yang entah mau kemana.Rencananya tidak begini, semuanya terjadi karena dia! pria gila dengan seribu kelicikannya. Jenni seperti boneka yang hanya menjadi pion pria itu. Jenni lelah, ia ingin berhenti dan menjalani hidup seperti biasanya."Hah... maafkan ibu sayang...."
Baca selengkapnya

Chapter 22 -Emosi meluap

Berakhirlah mereka di mobil. Aiden bukan orang yang suka menyimpan dendam, meskipun Savana kekasihnya membenci Jenni, tapi ia yakin jika wanita itu melihat Jenni berjalan sendirian tengah malam begini, sebenci apapun kekasihnya itu pasti akan membantu.Terlebih Jenni tengah mengandung.Aiden menoleh ke samping kursi penumpang, "kenapa tidak pulang? Ini sudah malam, tidak baik untuk perempuan hamil." Jenni hanya diam tak bergeming, kepalanya penuh dengan per- andai-andaian. Sebenarnya Aiden tak ingin ikut campur, tapi melihat kondisi wanita di sampingnya ini tak memungkinkan, ia akan sedikit ikut campur untuk membantu wanita di sampingnya.Tadinya Aiden akan mengantarkan Jenni ke hotel terdekat saja, tapi melihat kondisinya, ia urungkan.Wanita kedua yang masuk ke dalam apartemennya adalah Jenni. Bahkan Lea yang notabenenya kakak kandungnya, belum pernah memasuki apartemennya."Aku akan menelfon teman ku untuk menemani mu malam ini." Jenni menoleh ke arahnya. Aiden menatap lurus ke a
Baca selengkapnya

Chapter 23 -tidak bisa

"Nyamuk! Nyamuk!" Sindiri Ben, dengan tangan yang seolah menangkap nyamuk.Savana sama sekali tak bergeming dari posisinya. Memeluk erat lengan Aiden dengan kepala bersandar di bahunya. Jenni duduk di sofa single, sedangkan Ben duduk di samping Savana, di sofa yang menampung 3 orang."Apa rencana mu?" Tanya Aiden, setelah temannya memeriksa Jenni, ternyata kondisi wanita hamil itu buruk. Di tambah cerita Savana perihal kedatangan Arka tadi pagi.Dan tentang keputusan untuk membantu, Savana lah yang menyuruhnya, bahkan tanpa berfikir lama. Aiden juga pasti membantu mau Savana melarang sekalipun, tapi tentu di fikirkan dahulu."Mengganggu saja bisanya." Savana melirik Ben yang terus menyindir Jenni. Entah sejak kapan temannya itu berubah seperti ibu-ibu rempong."Cepat jawab!" Seru Savana, ia menatap tajam mata terang milik Jenni.Tanpa mereka ketahui, di bawah meja tangan Jenni saling meremas. Meskipun raut wajahnya biasa saja, bahkan tatapannya, tapi di dalam lubuk hati yang paling da
Baca selengkapnya

Chapter 24 -masalau yang kelam

8 tahun yang lalu~"Cukup Savana saja! Aku tak ingin memiliki seorang anak lagi!!" Teriak seorang wanita paruh baya yang terlihat masih muda menggelegar di seluruh penjuru ruangan.Perempuan itu Renata Yudistira, Renata menjatuhkan tubuhnya kasar ke arah sofa di belakangnya. Ia menatap suaminya tajam.Delio beranjak ke dekat sang istri. Ia berlutut di depan Renata, meremas kuat kedua tangan sang istri, menatap dengan penuh permohonan."Hanya dengan ini ayah ku memberikan perusahaannya untuk ku, untuk keluarga kita. Kau juga Savana. Aku tak ingin kalian hidup susah seperti ini, aku tak ingin kau klelelahan bekerja sekaligus mengurus Savana dan juga aku. Aku ingin yang terbaik untuk keluarga kita." Seru Delio dengan suara parau.Renata menatap Delio tak percaya, "hanya itu alasan mu? Bukannya kita sudah setuju untuk masalah kerja kita tanggung bersama, dan Savana pun mengerti pekerjaan orang tuanya, dan untuk masalah ekonomi. Kita sama sekali tidak kekurangan, semua kebutuhan kita tercu
Baca selengkapnya

Chapter 25 -alasan kali ini

"Ayolah... kau putrinya! Ayah mu sedang sakit, jelas kau harus menjenguknya!" Savana tak mengidahkan suara cempreng sepupunya. Ia terus fokus terhadap monitor di depannya.Tok! Tok! Tok!"Masuk!" Seorang karyawan masuk dengan setumpuk dokumen di tangannya. Savana menurunkan kacamatanya sedikit, "apa ada masalah?" Karyawan itu mengangguk kecil, "hanya beberapa ketidak cocokkan bahan bu. Dan ini sudah di perbaiki oleh tim kami, tolong di periksa lagi." Jelas karyawan itu dengan rinci.Megan yang melihat kesibukan Savana mendengus kesal, setelah karyawan itu meninggalkan ruangan, Megan kembali menghadap Savana. Kali ini bukan iming-iming yang di tawarkan pamannya. Ia pure membantu pamannya yang sedang sakit dan ingin di jenguk oleh putrinya."Kau tidak merindukan ayah mu kah?" Tangan Savana terhenti saat akan mengambil dokumen di mejanya.Sepupunya itu terlalu mengganggu dan sok tau, "bisa diam tidak? Ini jam kerja ku, dan aku tak ingin di ganggu." Ucap Savana dingin dan penuh penekana
Baca selengkapnya

Chapter 26 -putus dengan Aiden

Siang ini Savana berniat mengunjungi kantor sang kekasih, ingin memberi kejutan atas kepulangannya dari Paris hari ini. Ia juga sengaja tidak membalas pesannya sejak kemarin."Kosongkan jadwal ku Ben!" Ben memandang Savana sinis, "Ch, kemana perginya ke- profesionalan mu saat bekerja heh? Demi kekasih yang sudah lama kau rindukan, rela lembur depan monitor." Sindir Ben.Savana memutar bola matanya malas, ia menunjukan arlojinya tepat di wajah Ben, "sekarang waktunya makan siang! Dan setahu ku, hari ini tidak ada janji penting!" Bela Savana, kalian ingat bukan Savana paling tidak suka di rendahkan, apalagi masalah pekerjaan."Baiklah, CEO Val's Corp yang terhormat. Aku percaya pada mu." Ucap Ben dengan nada bercanda."Eh... kau tau Clarissa tidak?" Tanya Ben dengan wajah penasaran, ia sudah dari tadi ingin menanyakan hal itu, tapi ia tahan karena masih jam kerja.Savana langsung menggeleng. Mendengar namanya saja sangat asing di telinganya.Ben langsung memutar kursi kerjanya menghada
Baca selengkapnya

Chapter 27 -Menyerah

Tidak ada kata maaf atau penjelasan panjang, kini Savana sudah berada di apartement milik Jenni. "Kau pindah apartement?" Tanya Savana sedikit kaget. Saat pertama kali masuk ke dalam apartement Jenni yang sekarang ia di buat culture shock oleh perebuhan kebiasaan Jenni.Salah satunya tempat tinggal. Ia ingat betul Jenni tidak bisa berada di teman yang sempit dan juga keramaian. Dan sekarang... kebalikannya. Gedung apartemen yang hanya 10 lantai, di tambah betapa kecilnya space apartemen itu.Dengan segelas air putih di tangannya, Jenni menghampiri Savana, "sekarang aku misikin, dan semua tabungan ku, tersisa tinggal satu. Dan itu untuk biayaya hidup putri kecil ku." Jenni tersenyum kecil sembari mengusap perut buncitnya.Sungguh, Savana sangat terkejut mendengarnya. "Kau tidak meminta tanggung jawab Arka?" Savana sedikit menikkan suaranya, kembali terbawa emosi.Jenni mendekat dan duduk di sebelahnya, mengusap pelan bahu Savana, "kau tau, selama ini aku menahan untuk bicara santai be
Baca selengkapnya

Chapter 28 -Duka lara

Savana berjalan lunglai menuju ruang jenazah, sulit untuk menerima kenyataan. Bahkan mereka belum bertemu dan berbaikan. Dan sekarang... Savana menghampirinya, dan semuanya... sudah terlambat."Keluarga pasien?" Savana menoleh ke sumber suara. Seorang suster yang akan membawa jenazah ayahnya."Tu-tunggu dulu." Untuk mengeluarkan suara saja rasanya sulit sekali, "s-saya putrinya..." Savana menunduk dalam-dalam, apakah ia pantas mengatakan itu.Suster tersebut mengangguk mengerti, lalu suster itu pergi dari ruangan ayahnya memberikan privasi untuknya. Dengan tangan gemetar Savana mengangkat tangannya untuk membuka kain putih yang menutupi seluruh badan ayahnya. "Hiks... maafkan aku ayah..." kaki Savana lemas hingga membuatnya berlutut dengan tangan menggenggam tangan ayahnya. Ia tak berani untuk membuka kain tersebut."Maaf... maaf... karena keras kepala ku, kau begini... bahkan... di saat kau membutuhkan ku, aku tak ada di samping mu!! Maafkan aku ayah... ku mohon jangan pergi dulu!!
Baca selengkapnya

Chapter 29 -Benci

"Aku benar-benar tak apa jika di tinggal sendiri, aku tau kalian orang sibuk. Apalagi kau Ben!" Tegas Savana, ia merasa risih karena hampir 3 hari ini mereka menginap di apartemennya.Aiden, Ben, dan Jenni.Bukannya tenang, mereka semua malah bikin kepala Savana pecah rasanya. Terutama Ben dan Jenni, dalam hak apapun mereka pasti berdebat. Apalagi Jenni yang emosinya tidak stabil, dan Ben si keras kepala yang tak akan mengalah."Aku menyelesaikan pekerjaan ku dengan tepat kok, kau tak usah khawatir, semuanya aman terkendali." Ucap Ben melunak, di saat-saat seperti ini ia harus mengisi stok sabar banyak. "Lalu kau?" Savana beralih menatap Aiden. Ia lebih risih terhadap pria yang satu ini. Padahal sudah jelas hubungan terakhir mereka tidak baik-baik saja, dan yang bikin Savana kesal adalah, sikapnya yang seolah tak terjadi apa-apa dan sok jadi menjadi malaikat baik yang seolah Savana sangat butuhkan.Padahal tidak! "Aku kekasih mu." Jawab Aiden santai.Savana tersenyum kecil, "baiklah
Baca selengkapnya

Chapter 30 -melarikan diri

To : Benjamin@gmail.com Saya sebagai CEO Val's Corp dengan murah hati menyerahkan jabatan saya sementara terhadap Tuan Benjamin. Sebagai sekertaris dan teman yang baik, dia bisa di percaya dan cukup pantas menerima jabatan yang saya berikan. Tidak ada kata penolakan, saya percaya terhadap Tuan Benjamin. Untuk masalah proposal dan dokumen penyerahan saya serahkan terhadap pihak tertentu. Sekian dan terimakasih.Sent.______Savana menutup laptopnya selepas mengirim E-mail untuk Ben, tak lupa ia juga mematikan dayanya juga. Tak hanya itu, Savana mengeluarkan ponselnya dan mengambil sim Card-nya lalu ia patahkan. Semua barang-barang itu itu ia tinggalkam di apartement.Savana hanya membawa diri dan sepasang baju dengan tas jing-jing di sebelah tangannya."Apa harus segitunya?" Seru Jenni merasa berlebihan dengan apa yang Savana lakukan.Savana hanya melirik sekilas, lalu mendorong koper milik Jenni. Ia berhenti sejenak. "Kau melakukan yang aku suruh bukan?" Tanya Savana memastikan."Eun
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status