8 tahun yang lalu~"Cukup Savana saja! Aku tak ingin memiliki seorang anak lagi!!" Teriak seorang wanita paruh baya yang terlihat masih muda menggelegar di seluruh penjuru ruangan.Perempuan itu Renata Yudistira, Renata menjatuhkan tubuhnya kasar ke arah sofa di belakangnya. Ia menatap suaminya tajam.Delio beranjak ke dekat sang istri. Ia berlutut di depan Renata, meremas kuat kedua tangan sang istri, menatap dengan penuh permohonan."Hanya dengan ini ayah ku memberikan perusahaannya untuk ku, untuk keluarga kita. Kau juga Savana. Aku tak ingin kalian hidup susah seperti ini, aku tak ingin kau klelelahan bekerja sekaligus mengurus Savana dan juga aku. Aku ingin yang terbaik untuk keluarga kita." Seru Delio dengan suara parau.Renata menatap Delio tak percaya, "hanya itu alasan mu? Bukannya kita sudah setuju untuk masalah kerja kita tanggung bersama, dan Savana pun mengerti pekerjaan orang tuanya, dan untuk masalah ekonomi. Kita sama sekali tidak kekurangan, semua kebutuhan kita tercu
"Ayolah... kau putrinya! Ayah mu sedang sakit, jelas kau harus menjenguknya!" Savana tak mengidahkan suara cempreng sepupunya. Ia terus fokus terhadap monitor di depannya.Tok! Tok! Tok!"Masuk!" Seorang karyawan masuk dengan setumpuk dokumen di tangannya. Savana menurunkan kacamatanya sedikit, "apa ada masalah?" Karyawan itu mengangguk kecil, "hanya beberapa ketidak cocokkan bahan bu. Dan ini sudah di perbaiki oleh tim kami, tolong di periksa lagi." Jelas karyawan itu dengan rinci.Megan yang melihat kesibukan Savana mendengus kesal, setelah karyawan itu meninggalkan ruangan, Megan kembali menghadap Savana. Kali ini bukan iming-iming yang di tawarkan pamannya. Ia pure membantu pamannya yang sedang sakit dan ingin di jenguk oleh putrinya."Kau tidak merindukan ayah mu kah?" Tangan Savana terhenti saat akan mengambil dokumen di mejanya.Sepupunya itu terlalu mengganggu dan sok tau, "bisa diam tidak? Ini jam kerja ku, dan aku tak ingin di ganggu." Ucap Savana dingin dan penuh penekana
Siang ini Savana berniat mengunjungi kantor sang kekasih, ingin memberi kejutan atas kepulangannya dari Paris hari ini. Ia juga sengaja tidak membalas pesannya sejak kemarin."Kosongkan jadwal ku Ben!" Ben memandang Savana sinis, "Ch, kemana perginya ke- profesionalan mu saat bekerja heh? Demi kekasih yang sudah lama kau rindukan, rela lembur depan monitor." Sindir Ben.Savana memutar bola matanya malas, ia menunjukan arlojinya tepat di wajah Ben, "sekarang waktunya makan siang! Dan setahu ku, hari ini tidak ada janji penting!" Bela Savana, kalian ingat bukan Savana paling tidak suka di rendahkan, apalagi masalah pekerjaan."Baiklah, CEO Val's Corp yang terhormat. Aku percaya pada mu." Ucap Ben dengan nada bercanda."Eh... kau tau Clarissa tidak?" Tanya Ben dengan wajah penasaran, ia sudah dari tadi ingin menanyakan hal itu, tapi ia tahan karena masih jam kerja.Savana langsung menggeleng. Mendengar namanya saja sangat asing di telinganya.Ben langsung memutar kursi kerjanya menghada
Tidak ada kata maaf atau penjelasan panjang, kini Savana sudah berada di apartement milik Jenni. "Kau pindah apartement?" Tanya Savana sedikit kaget. Saat pertama kali masuk ke dalam apartement Jenni yang sekarang ia di buat culture shock oleh perebuhan kebiasaan Jenni.Salah satunya tempat tinggal. Ia ingat betul Jenni tidak bisa berada di teman yang sempit dan juga keramaian. Dan sekarang... kebalikannya. Gedung apartemen yang hanya 10 lantai, di tambah betapa kecilnya space apartemen itu.Dengan segelas air putih di tangannya, Jenni menghampiri Savana, "sekarang aku misikin, dan semua tabungan ku, tersisa tinggal satu. Dan itu untuk biayaya hidup putri kecil ku." Jenni tersenyum kecil sembari mengusap perut buncitnya.Sungguh, Savana sangat terkejut mendengarnya. "Kau tidak meminta tanggung jawab Arka?" Savana sedikit menikkan suaranya, kembali terbawa emosi.Jenni mendekat dan duduk di sebelahnya, mengusap pelan bahu Savana, "kau tau, selama ini aku menahan untuk bicara santai be
Savana berjalan lunglai menuju ruang jenazah, sulit untuk menerima kenyataan. Bahkan mereka belum bertemu dan berbaikan. Dan sekarang... Savana menghampirinya, dan semuanya... sudah terlambat."Keluarga pasien?" Savana menoleh ke sumber suara. Seorang suster yang akan membawa jenazah ayahnya."Tu-tunggu dulu." Untuk mengeluarkan suara saja rasanya sulit sekali, "s-saya putrinya..." Savana menunduk dalam-dalam, apakah ia pantas mengatakan itu.Suster tersebut mengangguk mengerti, lalu suster itu pergi dari ruangan ayahnya memberikan privasi untuknya. Dengan tangan gemetar Savana mengangkat tangannya untuk membuka kain putih yang menutupi seluruh badan ayahnya. "Hiks... maafkan aku ayah..." kaki Savana lemas hingga membuatnya berlutut dengan tangan menggenggam tangan ayahnya. Ia tak berani untuk membuka kain tersebut."Maaf... maaf... karena keras kepala ku, kau begini... bahkan... di saat kau membutuhkan ku, aku tak ada di samping mu!! Maafkan aku ayah... ku mohon jangan pergi dulu!!
"Aku benar-benar tak apa jika di tinggal sendiri, aku tau kalian orang sibuk. Apalagi kau Ben!" Tegas Savana, ia merasa risih karena hampir 3 hari ini mereka menginap di apartemennya.Aiden, Ben, dan Jenni.Bukannya tenang, mereka semua malah bikin kepala Savana pecah rasanya. Terutama Ben dan Jenni, dalam hak apapun mereka pasti berdebat. Apalagi Jenni yang emosinya tidak stabil, dan Ben si keras kepala yang tak akan mengalah."Aku menyelesaikan pekerjaan ku dengan tepat kok, kau tak usah khawatir, semuanya aman terkendali." Ucap Ben melunak, di saat-saat seperti ini ia harus mengisi stok sabar banyak. "Lalu kau?" Savana beralih menatap Aiden. Ia lebih risih terhadap pria yang satu ini. Padahal sudah jelas hubungan terakhir mereka tidak baik-baik saja, dan yang bikin Savana kesal adalah, sikapnya yang seolah tak terjadi apa-apa dan sok jadi menjadi malaikat baik yang seolah Savana sangat butuhkan.Padahal tidak! "Aku kekasih mu." Jawab Aiden santai.Savana tersenyum kecil, "baiklah
To : Benjamin@gmail.com Saya sebagai CEO Val's Corp dengan murah hati menyerahkan jabatan saya sementara terhadap Tuan Benjamin. Sebagai sekertaris dan teman yang baik, dia bisa di percaya dan cukup pantas menerima jabatan yang saya berikan. Tidak ada kata penolakan, saya percaya terhadap Tuan Benjamin. Untuk masalah proposal dan dokumen penyerahan saya serahkan terhadap pihak tertentu. Sekian dan terimakasih.Sent.______Savana menutup laptopnya selepas mengirim E-mail untuk Ben, tak lupa ia juga mematikan dayanya juga. Tak hanya itu, Savana mengeluarkan ponselnya dan mengambil sim Card-nya lalu ia patahkan. Semua barang-barang itu itu ia tinggalkam di apartement.Savana hanya membawa diri dan sepasang baju dengan tas jing-jing di sebelah tangannya."Apa harus segitunya?" Seru Jenni merasa berlebihan dengan apa yang Savana lakukan.Savana hanya melirik sekilas, lalu mendorong koper milik Jenni. Ia berhenti sejenak. "Kau melakukan yang aku suruh bukan?" Tanya Savana memastikan."Eun
"Ohh...begini tah tujuan mu." Seru Jenni saat memasuki kabin pesawat yang menuju Jepang.Sekitar jam 5 pagi kemarin mereka sampai di Taiwan. Dan mereka chek in hotel 2 hari. Jenni kira setelah itu semua mereka akan mencari rumah sewa, ternyata Savana kembali membawanya ke bandara.Dan pesawat yang mereka tumpangi sekarang benar-benar menuju Jepang. Jenni sekarang paham kenapa kemarin penerbangannya menuju Taiwan. Itu semua karena Savana ingin menghapus jejak. Ia tau Ben Aiden tak akan hanya duduk diam saja, mereka pasti akan melacaknya ke bandara dan mencari informasi penerbangan. Dan Savana sengaja mengambil penerbangan Taiwan agar mereka terkecoh. Mungkin sekitar sebulan mereka akan mencarinya di seluruh kota yang ada di Taiwan."Oh ya... sebelum rencana ku gagal oleh mu, aku sudah ada observasi rumah dan sudah ku sewa." Memang Jenni benar-benar merencanakannya dari jauh-jauh hari. "Aku tau." Jawab Savana santai dengan mata terpejam.Jenni terperangah dengan jawaban Savana, "kau st
Prita menatap layar monitor yang menampilkan seluruh ruangan pesta yang di datangi oleh Aiden. Matanya menajam- berkilat marah saat Aiden dengan mesra mengajak Savana berdansa.Tangannya mengepal. Puk!Dengan kasar Prita menutup laptopnya. Ini tak bisa di biarkan. Ia harus bergerak cepat. Sebelum benar-benar pergi dari kamar hotelnya. Prita membawa buku catatannya.Sembari berjalan, Prita membuka bukunya. Membaca deretan nama dan juga profile yang di sertakan.Telunjuknya mengarah ke salah satu foto, sekertaris ya?? Menarik. Prita menutup bukunya dengan seringaian di wajahnya. Tangan yang satunya merogoh ponselnya dan mendial nomor seseorang."Diego Dwinarta. Cari apapun yang berkaitan dengannya. Secepatnya!"'Laksanakan!' Balas seseorang di sebrang sana.Setelah masuk lift, Prita menatap pantulannya di cermin yang menjadi salah satu tembok lift. Penampilannya agak berantakan. Untuk kali ini-- ia akan menjadi seorang pelayan cantik, sexy dan mempesona. Jelas itu untuk menarik perhat
Pesta mewah di gelar untuk merayakan ulang tahun Tuan Willson-- salah satu rekan kerja Aiden. Ia di undang langsung oleh Tuan Willson. Jelas ia harus datang.Tapi--Harus bersama Savana. Jika tidak Aiden tak mau datang. Terserah orang lain mengatakannya kekanakan dan semcamnya. Aiden tak peduli. Yang ia pedulikan hanya Savana seorang."Sudah ku bilang! Kau ini sudah dalam kategori pembodohan yang kau namakan CINTA itu!" Digo terus mengomeli teman satu-satunya ini. "Ayolah.... Tuan Willson itu penting dalam perusahaan mu Aiden!!" Digo nyaris memohon agar Aiden menghadiri pesta itu.Sang pelaku tak bergeming. Tetap santai dengan wajah datarnya. Jangan lupakan piyama tidur dan sebuah buku melekat di tangannya. Ingin rasanya Digo melempar temannya ini ke bulan, tapi ia urungkan karena masih membutuhkannya. Otaknya tak sepintar milik Aiden.Jelas alasannya sang pujaan hati yang tengah merajuk dan tak ingin ikut kepada pesta malam ini. Bagi yang tahu-tahu saja, Savana merajuk karena kejadi
Savana menatap pantulan dirinya di cermin, dress yang ia kenakan saat ini bergaya sabrina. Memamerkan pundak mulusnya dan leher jenjangnya. Savana menyatukan seluruh rambutnya yang menjuntai dan menggelungnya ke atas."Perfact." Savana tersenyum puas saat melihat hasil pilihannya.Dress bergaya sabrina berwarna biru dongker yang panjangnya di atas lutut. Savana memilih ini.Dari lima dress pilihannya yang ini paling memikat dan cocok dengan seleranya.Persetan Aiden menunggunya lama. Sengaja Savana ingin membuat pria itu kesal. "Apa kau tertidur An?" Savana berdecak kesal, pasalnya Aiden menggunakan nama panggilan orang-orang terdekatnya."IYA!" Kesalnya.Sebenarnya hal yang membuat Savana malas jika membeli baju itu adalah berganti baju. Baiklah... karena malas Savana memilih memakai dress yang ia kenakan.Sret!Savana menarik tirai itu. Ia mendapati Aiden yang tengah bersandar di samping pintu masuk menuju ruang ganti."Bayar yang ini." Seru Savana membuat badan Aiden menegak.Ia t
Di balik pintu keluar itu, seorang wanita dengan tubuh tinggi dan badan ramping bak seorang model, menggeram kesal dengan kedua tangan mengepal."Kali ini tidak berhasil... tapi tidak untuk lain kali." Desis wanita itu. Memilih pergi dari pemandangan yang menyesakan itu.Kesialan begitu setia kepadanya hari ini. Rencana dari jauh-jauh hari harus gagal seketika. Harusnnya-- ia tetap menjadi bagian penting disini, lalu menjebak Savana dan mendapatkan Aiden!Itu tujuannya!Dan malah sebaliknya. Itu semua bertolak belakang dengan kenyataannya.Wanita tadi-- Prita Adisson sudah sampai di apartemennya beberapa menit yang lalau. Ia melempar semua barang bawaannya asal, dengan segera ia melangkah menuju kamarnya."Aku pulang sayang!" Pekiknya seolah ada orang lain di apartemennya selain dirinya. Aslinya ia tinggal sendiri.Prita menatap kagum semua foto-- bahkan poster besar di setiap inci ding-ding kamarnya. Dari Aiden di nobatkan menjadi CEO Faeyza hingga Aiden yang baru keluar dari bandar
Sejak pagi tadi Savana sudah di sibukan dengan berbagai macam rangkaian shooting sebuah iklan. Usai dengan berbagai macam foto beberapa BA- nya, di karenakan sukses besar... kali ini ia mengambil project besar yang di tuangkan di sebuah iklan.Tentu main utamanya tak lain Kalea Faeyza, awalnya hanya dia seorang yang mengiklankan dengan sebuah foto dan di pajang di berbgai macam bentuk. Majalah, papan reklame, poster dan lain sebagainya. Setelah Kalea, tim pemasaran membuka luas Talent untuk di jadikan BA. Dari artis yang sedang naik daun hingga selebgram.Dan sekarang... ia akan mengambil project iklan yang resmi. Iklan ini di kontrak sekitar 3 tahun di berbagai macam stasiun televisi.Hari ini, kami semua sudah berjalan setengah jalan. Dan sekarang, semua orang sedang istirahat. Tapi tidak bagi Savana.Ia sibuk memeriksa semua vidio yang baru di ambil beberapa saat yang lalu."Talent C ini menurut ku kurang bersemangat, tak sesuai dengan skrip yang kita buat." Savana menunjuk salah s
Semua orang itu hidup dengan rencananya masing-masing, dengan kesulitan dan kebahagiaan yang sudah di atur oleh tuhan. Entah itu turunan atau sebagainya, ibunya Megan menikahi ayahnya karena di jodohkan-- lalu datanglah ia ke dunia yang rumit ini. Setelah itu tepat saat dirinya lahir, ayahnya juga datang dengan seorang wanita yang membawa seorang bayi. Benar sekali, ayahnya main belakang dari ibunya. Bahkan ayahnya jarang sekali pulang ke rumah dan lebih sering pulang kepada selingkuhannya. Alasannya-- karena tidak mencintai ibunya.Brengsek! Bajingan! Segala umpatan Megan arahkan hanya untuk pria yang katanya menyandang status sebagai ayah itu. Ia mengetahui kenyataan itu saat dia memasuki Sekolah Menengah Pertama.Dan saat ia mendengar Ben-- pria yang berhasil meluluhkan hatinya, ada wanita dan seorang bayi yang mencari pria itu, jelas Megan langsung marah. Ia tak menerima apapun alasan untuk kata Perselingkuhan!"Maafkan aku... ku mohon jangan menangis seperti ini lagi... aku tak
Seluruh karyawan Val's Corp tengah ramai membicarakan Ben yang sudah memiliki seorang anak. Mereka semua merasa kasihan terhadap Megan yang telah di khianati."Waktu itu Nona Savana, sekarang sepupunya! Apakah semua keluarga Valerie akan di khianati!! Oh tuhan!! Takdir mcam apa ini." Mita sang promotor yang paling heboh membicarakan tentang rumor Ben itu."Kasihan sekali!""Ku kira menjadi keluarga Valerie mimpi indah... ternyata... semengerikan itu ya!" "Benar. Aku selalu iri terhadap Nona Savana, tapi setelah tau takdirnya.... ternyata lebih baik hidup hidup kita di banding mereka.""EKHEM!!"Semua karyawan wanita yang tengah bergosip bubar seketika. Mereka tak ingin terkena amuk Nona Megan yang siap melahap siapa saja. Merea tau tabiat Nona Megan jika sedang marah. Melebihi bos mereka Nona Valerie.Wajah Megan mengetat marah, ia tengah merancang sebuah baju, tiba-tiba saja seseorang mengirim pesan kepadanya dan mengatakan bahwa ada wanita dan juga seorang bayi yang mengaku sebagai
Negri yang sering di sebut Negri sakura ini tengah berganti musim menjadi musim gugur. Sayangnya Jenni harus melewatkan pergantian musim kali ini, ia mendorong strolernya."Neyy siap ketemu Aunty Vana??" Seru sang ibu menatap hangat kepada putrinya yang tengah tersenyum lebar."Nanana... nanan blweeee." Balas Zuney dengan bahasanya. Memang di usianya sekarang 6 bulan ini, sedang senang-senangnya mengoceh. Dan itu sudah seperti hiburan gratis bagi Jenni setelah kehadirannya. Ia jadi tak kesepian dengan ocehan sang putri.Jenni tertawa gemas mendengarnya, "baiklah... mari kita temui Aunty sombong itu!!" Jenni sedikit kesal karena Savana sudah sangat jarang menghubunginya. Padahalkan menelfonnya tak akan membutuhkan waktu yang lama. Bahkan mengerimi pesan pun tidak!Awas saja! Nanti Jenni eksekusi saat sudah sampai Indonesia."Berjanjilah... Neya tak boleh rewel selama di peswat... okey!" Zunay mengerjap bingung mengenai perkataan sang ibu.Karena kasihan melihat sang putri kebingungan,
"Maaf kami datang terlambat..." semua atensi di ruang VVIP itu menoleh ke sumber suara."Senang menunggu mu Tuan Melvino. Silahkan duduk." Dengan sopan Savana mempersilahkahkan Kei duduk.Savana melihat ada bayangan lain di belakang Kei. Seakan mengerti ia menarik wanita di belakangnya agar terlihat jelas. "Perkenalkan diri mu." Bisik Kei sembari sedikit mendorong punggung Clarissa."Saya Clarissa, sekertaris Keeno." Dengan wajah seramah mungkin Clarissa memperkenalkan dirinya.Savana menatap Clarissa sedikit terkejut, ia jadi teringat saat kematian ayahnya dan juga saat Clarissa yang mencium Aiden... Savana ingin melupakan itu. Sekarang... kenapa dia menjadi sekertaris Tuan Melvino. Seingatnya Clarissa juga mempunyai perusahaan."Baiklah... karena semua sudah berkumpul, mari kita mulai rapatnya." Savana yang memulai rapatnya.Ia mengambil beberapa dokumen dari tasnya, Ben membantunya untuk membagikan dokumen itu. Mereka semua menerimanya dengan baik, "silahkan baca baik-baik." Sava