“Karan, bangunlah sebentar!” pinta Reina seraya menepuk punggung tangan suaminya. “Ada apa?” “Duduklah!” ujar Reina kembali, seraya menuntun Karan untuk duduk di hadapannya. Karan duduk di ujung kasur, sementara Reina berada di hadapannya. Seketika keduanya kembali terdiam, tetapi kemudian Reina sujud di kaki suaminya serta mencium telapak kaki suaminya. Sebuah upaya dilakukan Reina untuk mendapatkan maaf dan keridhoan suaminya. Tidak peduli, jika hal itu merendahkan dirinya. “Tolong maafkan aku! Tidak seharusnya aku bersikap seperti kemarin, aku hanya emosi. Maafkan aku, ridhoi apa yang terjadi. Kamu adalah suamiku, surgaku ada padamu.” “I-ya, tapi bukan begini caranya. Tolong bangun, jangan begini,” sergah Karan berusaha melepaskan diri dari genggaman Reina di kakinya. “Tidak sampai kamu mau memaafkan aku,” cegah Reina bersikukuh. Kedua mata mereka sempat bertemu, tatapan Karan masih begitu lembut. Sisi lain hatinya, masih ada cinta untuk Reina. Hati terdalam bicara, bahwa wan
Read more