Semua Bab Menyingkirkan Pelakor Tak Tahu Diri: Bab 41 - Bab 50

56 Bab

Akhir yang Semakin Dekat

Angin malam berembus dari selatan. Membelai daun akasia, menggoyang bunga bugenville yang sedang semarak, menukik naik menepis gorden putih yang menggantung di jendela kamar Mitha yang terbuka. Gorden putih itu meliuk indah seolah menari bersama angin yang kemudian menyapu wajah Mitha yang terlihat lelahWanita itu berdiri dalam gelap. Menengadah menatap purnama di penghujung tahun. Cahayanya begitu terang, menimpa wajah yang seputih susu. Mitha memeluk tubuhnya erat. Melawan dingin yang menusuk tulang. Sekilas matanya melirik kertas- kertas yang berserakan di atas ranjang. Semalaman dia mencoba mencari benang merah penghubung dirinya dan sosok yang melakukan serangkaian teror pada keluarganya. Tapi semua blur. Fakta jelas menunjukkan mereka bersaudara. Berasal dari benih yang sama, lalu mengapa lelaki yang harusnya dia panggil papa tak pernah muncul. Padahal dia selamat dari percobaan pembunuhan itu.Mitha memijit pelipisnya yang berdenyut nyeri. Besok, dia harus siap untuk besok. S
Baca selengkapnya

Akhir yang Semakin Dekat bag. 2

Aarghhh!Elena berteriak sekuat yang dia bisa. Melepaskan semua beban yang menghimpit hatinya selama ini. Lagi dia berteriak, tapi suaranya tertelan ombak yang pecah di batu karang. Dia terduduk lemah di atas pasir. Tangannya mengepal kuat di sisi tubuh. Sorot matanya terlihat kejam dan mengerikan. Seolah semua amarah berkumpul di sana dan siap untuk diledakkan.Wajahnya basah oleh airmata, tapi justru lengking tawa yang terdengar dari bibirnya. "Mitha, kau benar-benar jalang. Tak cukup satu laki-laki saja bagimu. Sekarang kau pun menggoda suamiku. Aku tidak sabar menghabisi nyawamu besok." desis Elena, tersenyum sinis.*Mitha mengikat rambutnya tinggi. Mengenakan T- shirt putih, dipadu jeans berwarna telur asin sebagai bawahan. Sepatu olahraga berwarna biru langit menjadi piilihan untuk membungkus kaki jenjangnya. Dia menghela napas sejenak. Menatap pantulan diri di dalam cermin. "Kenapa aku terlambat menyadari siapa dirimu Elena. Harusnya kita saling mendukung, saling menguatkan
Baca selengkapnya

Tabir

Mobil yang dikemudikan Elena berbelok ke jalan kecil yang hanya bisa dilalui satu mobil. Di kiri kanan berdiri menjulang pepohonan berdaun rimbun. Semakin jauh suasana semakin sepi. Beberapa kali Mitha menggeser duduknya karena mobil berguncang menggilas bebatuan yang terserak di tengah jalan. Lima belas menit kemudian, mobil berbelok ke jalan bertanah. Terlihat banyak lubang yang dipenuhi air bekas hujan beberapa hari yang lalu. Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam. Mitha beberapa kali mengatur napasnya. Berada satu mobil dengan Elena menguras seluruh daya dalam tubuhnya. Beberapa kali melirik Elena, tetap saja wanita itu tak mengubah ekspresinya. Datar dan dingin. Membuat Mitha mengingatkan dirinya untuk terus waspada. Ivanka berkata jika kejiwaan Elena tidak stabil. Dia mudah sekali menjadi beringas jika ada yang mengusik pikirannya. Mitha menahan tubuhnya yang hampir membenturdashboard mobil dengan tangan ketika Elena berhenti mendadak di tengah jalan. "Ada apa?" tanya Mit
Baca selengkapnya

Luka Elena

"Ampun, Ayah ... sakit." Anak perempuan itu mengangkat tangannya guna melindungi tubuh kurus yang terus dipukuli sang ayah dengan membabi buta.Namun, lelaki yang sedang dikuasai alkohol itu seakan tuli telinga dan buta hatinya. Tangisan anak perempuannya seolah melecut semangatnya terus mencambuk tubuh itu dengan sabuk yang terbuat dari kulit. Dia baru berhenti ketika tubuh itu diam tak bergerak. Membuang sabuknya. Menatap penuh kebencian pada anaknya sendiri, kemudian pergi begitu saja tanpa perduli sedikit pun pada tubuh yang sedang meringkuk tidak berdaya di lantai.Anak perempuan itu bernama Elena. Dia hanya menatap kepergian sang ayah dengan tatapan nanar penuh airmata. Sejak ibunya meninggal dunia, Elena terus mendapat perlakuan kasar dari lelaki yang harusnya melindungi dan menjaganya. Tapi semua tidak mungkin, karena dia membenci dirinya. Bagi lelaki itu, Elena adalah sebuah beban dan kutukan. Dia menumpahkan kesalahan yang dilakukan sang ibu pada Elena yang notebene putri
Baca selengkapnya

Kebenaran

"Elena ...?" Vano mengerjap beberapa kali melihat Elena masuk ke kamar inapnya. Wanita itu memakai hoodie yang menutup kepala hingga wajahnya tidak terlihat jelas."Kau sudah sadar?" tanya Elena setengah berbisik.Vano mengangguk. Dia bersikap waspada. Satu bulan sebelum kecelakaan, Evelin mengatakan jika dia curiga Elena sedang merencanakan sesuatu. Dia tidak tahu apa, tapi beberapa kali memergoki wanita itu masuk ke dalam ruang kerja Hermawan. Belum sempat mereka bicara banyak, Mitha lebih dulu memergoki keduanya. Bahkan Vano ingat. Malam sebelum kecelakaan, Elena menelponnya. Wanita itu ingin membicarakan sesuatu dengannya. Bermaksud membuktikan kecurigaan Evelin, Vano mengiyakan. Tapi di tengah perjalanan dia merasakan ada yang tidak beres. Vano panik ketika rem mobilnya tidak berfungsi. Terpaksa lelaki itu menabrakkan mobil ke pembatas jalan untuk menghindari korban jiwa di jalan raya."Sebenarnya, aku lebih berharap kau mati saat kecelakaan itu. Tapi tak apa. Kau lebih bergun
Baca selengkapnya

Akhir Kisah

"Targetmu ada di diskotik J. Lakukan seperti yang kuperintahkan. Buat seperti kecelakaan dan aku ingin ada saksi yang melihat dia masuk ke sana.""Beres, bos. Yang penting transferannya lancar.""Tentu saja, begitu kudengar kabar kematiannya."Elena memutus percakapan begitu saja. Seringai licik terbit di wajahnya.'Papa tersayang. Berterima kasihlah karna aku mengantarkanmu ke surga lebih cepat. Di diskotik J, Hermawan mencari keberadaan Haris di antara manusia penyuka dunia malam. Dia tidak mengerti, sejak kapan Haris gemar ke tempat seperti itu. Bahkan saat menjadi anak jalanan pun putranya itu tak menyukai dunia malam. Setidaknya, itu yang diungkap Haris. Mata Hermawan yang liar menyapu sudut diskotik, tidak menyadari jika gerak-geriknya diperhatikan dua orang pria dengan tato memenuhi kedua lengannya. Salah seorang dari mereka berjalan menghampiri Hermawan dengan segelas besar vodka. Pria itu berjalan terhuyung seolah sedang mabuk. Dia sengaja menabrakan tubuh hingga seluruh
Baca selengkapnya

Akhir Kisah Bag. 2

Max mengamati dari balik kaca transparant kamar rawat Mitha. Wanita itu terbaring lemah di atas brankar rumah sakit. Dia kehilangan banyak darah dan mendapat lima belas jahitan di paha kanannya. Untung saja mereka datang tepat waktu. Jika sedikit saja terlambat, Max tidak akan pernah memaafkan dirinya.Namun, bukan itu yang menarik perhatiannya. Tapi interaksi antara Mitha dan Vano. Keduanya saling tersenyum, saling menggenggam tangan erat. Sinar mata mereka menyiratkan cinta yang teramat dalam. Max merasa kerdil. Awalnya dia yakin bisa membuat hati Mitha berpaling. Nyatanya, buah memang tidak jatuh jauh dari pohonnya. Mitha, putri Amanda. Perilakunya, kesetiaan, dan pendiriannya teguh hingga akhir. Seperti karang, tetap berdiri sekuat apa pun ombak menghantam dan menenggelamkannya."Mereka terlihat bahagia," ujar Ivanka yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingnya.Max tersenyum. "Ya, aku lega semua berakhir. Mereka bisa berkumpul lagi," balasnya.Ivanka menoleh ke arah Max."
Baca selengkapnya

Epilog

"Maafkan Ayah, Nak. Harusnya saat itu Ayah mendatangi Hermawan, tapi Ayah begitu takut. Mana mungkin polisi percaya pada cerita Ayah, sementara tidak punya apa-apa lagi."Priambudi menatap Mitha dengan sorot penyesalan. Mata tua itu juga berpendar penuh kerinduan. Untuk pertama kalinya dia bisa melihat putri yang dirindukan selama tiga puluh tiga tahun. Selama ini, dia hanya bisa melihat Mitha dari kejauhan. Hanya mampu menahan amarah jika ada yang menyakiti putrinya. Dia tidak mampu melindungi keluarganya. Hal itu yang membuat dirinya frustrasi. Mabuk dan mengabaikan keluarganya yang lain, yang dibentuk di atas kebohongan. Dia merasa gagal sebagai seorang laki-laki dan sebagai suami."Harusnya Ayah menemuiku. Mengungkap jati diri Ayah. Bukan terus bersembunyi," lirih Mitha membuat Priambudi terdiam."Ayah ingin, tapi Elena ...""Dia mengancam Ayah?" tanya Mitha serak.Priambudi mengangguk. "Ayah hanya bisa melihatmu dari jauh. Elena bilang, dia akan membunuhmu jika sampai Ayah terl
Baca selengkapnya

Ekstra Part (Max-Ivanka)

Max bersedekap menatap kesal ke arah makhluk cantik di depannya. Bagaimana tidak, awalnya Ivanka setuju menghabiskan waktu sepanjang weekend menikmati segarnya udara di perkebun teh miliknya. Max sudah mengerahkan tenaga dan waktu dua bulan penuh hanya untuk membujuk Ivanka.Namun, di tengah perjalanan gadis itu meminta Max mengarahkan mobil ke kantor polisi terlebih dahulu, setelah mendapat laporan dari anak buahnya jika buronan pengedar narkotika jaringan internasional tertangkap di bandara Soekarno-Hatta. Max tidak bisa membantah karena dia berjanji hanya sebentar.Sepertinya Ivanka terlalu gembira berhasil mendapatkan buruannya hingga mengabaikan keberadaannya. Sejak siang hingga sore menjelang, dia asyik di dalam ruang interogasi. Max berusaha bersabar, meski dadanya menggelegak. Kesal dan marah memenuhi rongga dadanya melihat Ivanka keluar dari ruangan yang tertutup kaca hitam dengan wajah cerah. Bukannya menghampirinya, gadis itu malah menyapa dan asyik berbincang dengan rekan
Baca selengkapnya

Ekstra Part (Haris-Elena)

"Bagaimana keadaannya?" Mitha menatap Elena yang duduk di bawah pohon jambu yang ada di taman belakang rumah sakit jiwa di Jakarta.Hampir setiap pekan dia mengunjungi Elena di sana. Sebelum itu dia dan Vano menyempatkan diri mampir ke rumah Priambudi. Ayah kandung Mitha itu memilih tinggal bersama Haris. Dia ingin menebus keselahan karena telah mengabaikan Elena dulu."Sudah lebih baik," jawab Haris mengikuti arah pandangan Mitha.Elena dinyatakan bersalah atas rencana pembunuhan terhadap Vano, teror kepada Mitha, pemalsuan dokumen, dan yang paling memberatkan, dia otak pembunuhan terhadap Hermawan dan Evelin. Tapi polisi tidak bisa menuntutnya karena hasil pemeriksaan psikolog kepolisian, Elena positif mengidap kelainan jiwa. Dengan kata lain, dia melakukan semua kejahatan diluar kendalinya. Hakim memerintahkan wanita itu dirawat di rumah sakit jiwa dengan pengawasan ketat."Mit, aku minta maaf atas nama Elena," ucap Haris pelan. Haris tidak mengira Elena tega membunuh ayah kandun
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status