Max mengamati dari balik kaca transparant kamar rawat Mitha. Wanita itu terbaring lemah di atas brankar rumah sakit. Dia kehilangan banyak darah dan mendapat lima belas jahitan di paha kanannya. Untung saja mereka datang tepat waktu. Jika sedikit saja terlambat, Max tidak akan pernah memaafkan dirinya.Namun, bukan itu yang menarik perhatiannya. Tapi interaksi antara Mitha dan Vano. Keduanya saling tersenyum, saling menggenggam tangan erat. Sinar mata mereka menyiratkan cinta yang teramat dalam. Max merasa kerdil. Awalnya dia yakin bisa membuat hati Mitha berpaling. Nyatanya, buah memang tidak jatuh jauh dari pohonnya. Mitha, putri Amanda. Perilakunya, kesetiaan, dan pendiriannya teguh hingga akhir. Seperti karang, tetap berdiri sekuat apa pun ombak menghantam dan menenggelamkannya."Mereka terlihat bahagia," ujar Ivanka yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingnya.Max tersenyum. "Ya, aku lega semua berakhir. Mereka bisa berkumpul lagi," balasnya.Ivanka menoleh ke arah Max."
Baca selengkapnya