Hape di tangan kutatap dengan nanar dan memencet nomor Bang Sam sekali lagi dan lagi, tetapi tidak ada respon kali ini.Siapa perempuan itu? Si rambut pirang? Apa mungkin? Ah, tidak. Aku menggeleng-gelengkan kepala. Dia, toh, datang ke rumah untuk mencari setelah Bang Sam saat laki-laki itu sudah menghilang beberapa hari.Otakku kembali riuh oleh pertanyaan-pertanyaan yang menyerang dengan masif. Tangisku tumpah sudah. Mengumpat dan mengutuki diri, menyesali diri kenapa tadi harus menghidupkan hape dan berinisiatif meneleponnya. Bang Sam memang masih hidup, tetapi teka-teki dan rahasia yang dia simpan semakin membingungkan dan berputar-putar menyesaki kepala.Kutatap nanar hape yang masih berpendar dengan air mata yang memburam, lalu memencet tombol blokir.Cukup. Cukup sudah aku berhubungan dengan laki-laki sialan itu.**Tiap hari, Ibu menelepon, mengirim pesan, dan melakukan panggilan video. Beliau pasti mengkhawatirkan keadaanku. Ada beberapa pesan juga dari Amak, betapa beliau m
Read more