Delicia berlari. Dia tidak mendengar ketika menyuruhnya agar tenang. Dia memanggil taksi dengan buru buru seakan Lucio akan mati sebentar lagi.“Delicia tenanglah! Memangnya luka Lucio parah?” tanya ayahnya yang masih terengah. Diego pun begitu. Dia mengembuskan napas satu dua seperti tak bisa berlari lagi.“Aku tidak tau, Yah. Tapi, kan?”Ayahnya pun melihat Delicia sangat panik. Pikirnya, anak perempuannya itu memang sangat mencintai Lucio.Tak lama kemudian taksi muncul. Diego duduk di sebelah supir kemudian Delicia berada di samping ayahnya di bangku belakang.“Rumah sakit persahabatan, Pak,” kata Delicia masih dengan wajah paniknya.Mobil pun melaju. Ekspresi panik di wajah Delicia belum juga mengendur.“Astaga, anak ini,” gumam ayahnya. “Kalau ayahmu di situasi seperti ini, aku ragu kamu juga akan panik, Delicia,” sindir ayahnya.“Sepertinya bercanda soal nyawa di saat seperti ini bukan waktu yang bagus deh, Yah,” sahut Diego yang menoleh ke belakang.Hanya membutuhkan waktu lim
Read more