Semua Bab CINTA BUKAN SEPENGGAL DUSTA: Bab 81 - Bab 90

99 Bab

Bab 81. Cinta Menyulut Bara Api

"Ada apa Mary Aram? Mengapa kau gelisah?" Boa Moza memijat telapak tangan Mary Aram."Entahlah Paman, hatiku merasa tidak nyaman. Sekujur tubuhku terasa merinding.""Kau akan baik-baik saja Mary Aram. Lihat! Kakak besarmu datang menjemput, ia mencemaskan dirimu.""Kakak besar? Paman bagaimana aku harus menjelaskan pada kakak besar, bahwa aku tidak bisa menggenapinya janjiku? Dan aku juga sangat malu telah melakukan hal terlarang bersamanya.""Katakan saja apa yang ada di dalam hatimu, tentu kakak besarmu mau mengerti."Mary Aram menarik napas panjang, tubuhnya tiba-tiba menjadi dingin dan kaku."Mary Aram! Mary Aram! Bangun!" Boa Moza menepuk pipi Mary Aram."Paman, aku sangat takut. Sesuatu yang gelap datang menekanku, aku merasa sesak dan pilu," di sela-sela sesak napasnya, Mary Aram berusaha untuk menekan rasa takutnya."Tuan Boa Moza, bisakah anda memangku tuan kecil? Aku hendak mengurus nona," perawat meletakkan Hegan Boa ke pangkuan Boa Moza."Oh iya!" Boa Moza mendekap Hegan Bo
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-04
Baca selengkapnya

Bab 82. Menghentikan Suatu Depresi

Kegelapan itu terasa begitu berat menghimpit, menciptakan kengerian yang sangat. Sayup-sayup terdengar suara tiupan terompet, makin lama Makin jelas.'Suara terompet? Perayaan bulan purnama?'Suara terompet itu kembali terdengar, disertai tambur ditabuh bersahut-sahutan. Dan alat musik tradisional juga terdengar mengiringi suara tambur dan terompet.'Apakah ini di Muara Mua? Mengapa begitu sangat mencekam? Apakah yang sebenarnya terjadi?'"Ah! Siapa kau? Lepaskan tanganku!"Tangan itu begitu kuat menggenggam, serta menarik tangan Mary Aram keluar dari sebuah pondok menuju ke tempat yang lebih gelap."Aku mohon, lepaskan aku!"Sosok itu begitu kekar dan tinggi, langkahnya lebar menyeret Mary Aram menuju ke arah sungai besar.Meski sesekali jatuh tersungkur, sosok itu terus menyeret Mary Aran hingga ke pinggir sungai."Naik ke perahu! Dan jangan membantah!" Suara membentak disertai dorongan membuat tubuh Mary Aram terjungkal ke dalam sebuah perahu."Siapa kau? Kau sangat kasar," perasaa
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-05
Baca selengkapnya

Bab 83. Denyut Yang Mengesankan

"Joseph Boa, bantu Kakak menjaga Mary Aram. Kakakmu Emily Bong Moja kondisinya sedang tidak baik, bisa jadi ini adalah hari-hari terakhirnya. Kakak tidak ingin hari-hari terakhirnya itu terlewat begitu saja."Raut wajah dokter Felix Aram penuh kesedihan, sebab istri yang begitu dicintainya sedang di ujung hari terakhir.Dokter itu mengecup bayinya, penuh kasih yang mendalam, "Nak menurutlah pada paman, ayah harus menemani hari-hari terakhir ibu.""Baik Kakak. Namun bagaimana jika Mary Aram lapar atau mandi?" Boa Moza segera merapikan tugas-tugas sekolahnya."Ibu yang akan memandikan dan menyiapkan susu, kau hanya menjaganya saja.""Kakak jangan cemas, aku akan mengasuh Mary Aram dengan baik. Ibu sudah sibuk mengurus toko obat, akan lelah jika harus mengasuh Mary Aram.""Anak hebat, Mary Aram pasti bangga memiliki paman yang hebat."Tuan besar Felix Aram meletakkan Mary Aram kecil di pembaringan Boa Moza yang luas. Pembaringan Boa Moza berupa kasur lebar berisi kapuk atau bunga pohon Ra
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-05
Baca selengkapnya

Bab 84. Kepahitan Dalam Hati

"Kakak pertama, bisakah kakak membawa ibu ke St John? Aku akan segera menikahi Mary Aram, kakak kedua sedang mencarikan hari baik untuk pernikahan."["Mengapa tidak kau dan Mary Aram saja yang pulang ke Muara Mua?" Terdengar suara tuan besar Ferdinand Aram. "Bukankah lebih baik mengadakan perayaan pernikahan di Muara Mua?"]Tuan Besar Ferdinand Aram adalah kepala keluarga besar Boa Moza Aram, yang merupakan kakak kandung tuan besar Felix Aram."Kondisi mental Mary Aram, tidak memungkinkan ia melakukan perjalanan jauh. Terlebih lagi, ia sedang mengandung."["Ibu sudah tua, akan melelahkan bila menempuh perjalanan jauh."]"Bukankah naik pesawat dari kota Fontana, akan lebih cepat sampai ke St John? Muara Mua ke Fontana hanya 30 menit perjalanan mobil."["Baiklah, kakak akan meminta ibu untuk membawa pakaian pengantin serta ramuan herbal. Ada jadwal penerbangan menuju St John malam ini, kami akan tiba menjelang pagi."]"Mary Aram sudah memiliki pakaian pengantin, aku sudah membelinya di k
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-06
Baca selengkapnya

Bab 85. Ketakutan Yang Menekan

Semilir angin dingin di atas menara utara, serta pemandangan Kota St John di waktu malam seharusnya dapat membuat hati sedikit nyaman. Namun tidak demikian bagi Mary Aram. Justru suasana hatinya semakin sendu.Lagu penyejuk jiwa mengalun, menandakan pergantian tugas para petugas kesehatan dan karyawan rumah sakit.Entah mengapa? Belakangan ini dirinya tidak nyaman dengan datangnya petang. Sesuatu yang menyakitkan serta kesedihan mendalam, selalu merayap di hati menciptakan kepahitan.Dahulu ia suka bermanja-manja dengan ayah atau pamannya ketika matahari menjelang terbenam. Kehangatan cinta kasih ayah dan paman selalu berlimpah ketika menjelang petang.Namun hari-hari belakangan ini, terbenamnya matahari terasa sangat memilukan, dingin, sepi, dan menakutkan. "Tuhan, jika kau izinkan cawan kepahitan ini berlalu daripadaku," kesesakan hati itu begitu mencengkram hingga menekan ke jantung."Aku tidak sanggup meminumnya. Perasaanku begitu sesak, ketakutan besar selalu membayangiku.""Anda
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-10
Baca selengkapnya

Bab 86. Lenyapnya Separuh Jiwa

"Anakku!" Jantung Amar Mea Malawi melonjak. Jiwanya seakan memberontak meninggalkan raganya, ketika melihat darah mengalir membasahi kaki Mary Aram.Tanpa berpikir panjang Amar Mea Malawi, mengangkat tubuh Mary Aram dan membawanya turun menuju Emergency Room.'Astaga! Seharusnya aku tidak datang kemari,' Amar Mea Malawi benar-benar dilanda ketakutan. Ia takut jika anak yang di dalam kandungan Mary Aram gugur.'Benar-benar bodoh kau, Amar Mea Malawi!' pria itu mempercepat langkahnya. "Turunkan aku!" Desis Mary Aram. Meski lemah tanpa kekuatan, tangannya yang dingin mencengkram lengan Amar Mea Malawi."Diam!" Hardik Amar Mea Malawi. "Baik! Kita bercerai! Asalkan nyawa anakku selamat!""Anak? Anak siapa? Aku tidak menginginkan anak darimu!" Dengan mata penuh kebencian Mary Aram berusaha melawan rasa takutnya, menatap Amar Mea Malawi."Diam kataku!" Emosi Amar Mea Malawi hendak meledak mendengarnya, namun ia berusaha menekannya demi keselamatan anaknya."Siapapun! Tolong aku!" Pria itu te
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-17
Baca selengkapnya

Bab 87. Keputusan Berat

"Mary Aram, aku tidak tahu bagaimana harus menjalani kehidupanku di kemudian hari? Tidak semudah itu melepas dan melupakanmu.""Apakah tidak ada sedikitpun cinta untukku? Begitu besarkah, rasa bencimu kepadaku?""Apakah tidak ada kesempatan untukku memperbaiki keadaan?" Amar Mea Malawi benar-benar patah hati. Andai dirinya bisa mengendalikan rasa cemburunya, mungkin rumah tangganya berjalan dengan tentram. "Tuan Muda, tuan Sahu Mea Malawi ayah anda, melarang anda menahkodai kapal. Sebaiknya beristirahatlah, perjalanan ke St Martin masih panjang," nahkoda kapal hendak menggantikan kemudi. "Tidak masalah, jangan cemaskan aku," Amar Mea Malawi bersikeras mengemudikan kapal. "Setiba di daratan, aku akan beristirahat di hotel."Kapal berlayar melintasi samudra Hindia menuju ke pulau Timur. Untuk sampai ke kota St Martin, harus menempuh 8 jam perjalanan laut dan 12 jam perjalanan darat. Pukul dua siang, tampak pelabuhan besar kota Partiz, ujung barat dari pulau Timur. Pelabuhan megah itu
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-17
Baca selengkapnya

Bab 88. Dalam Lembah Putus Asa

Pukul dua dini hari, saat dimana para pengendara berada pada titik lelahnya. Mobil itu melaju kencang keluar dari jalan raya, dan melesat menabrak kereta api pengangkut tebu. Suara benturannya keras, memecah keheningan tengah malam. Meski kereta api berjalan lambat, namun desakannya menyeret mobil hingga 50 meter sebelum akhirnya terguling masuk ke persawahan tebu. Pengendaranya seketika tidak berkutik di persawahan tebu.Peristiwa itu cukup mencekam! Membuat sebagian dari pengendara menghentikan laju kendaraan. Beberapa pengendara turun dari mobil, satu diantaranya menelepon polisi.Sedang pengendara lainnya menelusuri rel kereta api memberi pertolongan. Selebihnya hanya diam terpaku tanpa mampu berkata-kata.Udara St Martin begitu dingin, kabut menyelimuti persawahan tebu."Anda baik-baik saja Tuan?" Dari kaca jendela yang pecah, seseorang mengulurkan tangan mematikan mesin mobil dan membuka pintu."Mary Aram…, Mary Aram…" Dalam keadaan setengah sadar, pengendara itu bergumam. "Te
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-17
Baca selengkapnya

Bab 89. Meraih Bahagia Di Tengah Duka

['Mary Aram… tidak boleh begini. Aku sangat mencintaimu!']['Mary Aram… Mary Aram…']"Hah!" Mary Aram tersentak terbangun dari tidur. Tubuhnya basah oleh keringat dingin."Siapakah itu? Siapa yang memanggil namaku?" Sebersit kecemasan besar merambah menguasai perasaan Maru Aram. "Seseorang memanggilku dari dalam kegelapan! Mengapa hatiku sangat tidak nyaman?"Rasa asam begitu menekan, naik mencekik leher kemudian keluar melalui sendawa. "Ah, tubuhku terasa tidak nyaman. Kerongkonganku kering dan mulutku terasa pahit."Pintu kamar mandi terbuka, Boa Moza keluar dengan berbalut handuk pada pinggang. Mary Aram menatap pamannya itu dengan perasaan berdebar-debar.Seharusnya hal itu adalah hal yang biasa, sebab sejak kanak-kanak Mary Aram sering berenang bersama pamannya di sungai Muara Mua.Namun pagi ini, pamannya itu tampak berbeda. Ia seorang pria dewasa yang mengesankan. Tubuh gagahnya, begitu mengagumkan, membangkitkan hasrat ingin bersentuhan."Oh sayang… kau sudah bangun? Bagaimana
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-17
Baca selengkapnya

Bab 90. Ritual Pernikahan Impian

Wanita tua itu adalah orang tua yang dihormati oleh suku Mua Mua. Usianya menginjak 90 tahun. Sepanjang hidupnya didedikasikan untuk ilmu pengobatan herbal. Setiap ucapannya menjadi panutan suku Mua Mua."Bisakah kau memperbaiki tabiatmu? Kau sudah dewasa! Kau punya tanggung jawab sebagai wanita dewasa!" Wanita tua itu menegur keras. "Tidak pantas menangisi ayahmu seperti anak kecil.""Ibu, janganlah marah. Ingat kesehatan Ibu," Boa Moza meredam amarah ibunya."Aku tahu benar kesehatanku!" Wanita tua itu menyingkap selimut Mary Aram "Bangun! Bersikaplah yang pantas!""Nenek… aku sedih tanpa ayah di hari pernikahanku," Mary Aram tersentak dan segera duduk, tatkala mendapat pukulan pada bantal kembarnya. Pukulan itu meninggalkan rasa panas dan perih ketika duduk."Kau anggap apa aku ini? Ferdinand Aram paman besarmu adalah tua-tua keluarga Aram Boa Moza, ia menjadi orang tua bagi Joseph Boa Moza," sekali lagi nenek Aram memukul cucu perempuannya."Dan ayahmu? Ia tidak melakukan apa-apa d
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-09-29
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status