Home / Pernikahan / Lelakiku Sedingin Es / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Lelakiku Sedingin Es: Chapter 11 - Chapter 20

53 Chapters

Bab 11 Lebih Kejam

Posisi mereka sangat berbahaya, tetapi kemudian otak jahil Ganis muncul secara spontan.Kedua tangan sudah ada dalam penguasaan Prana. Hanya pinggulnya yang masih bebas, bisa ia manfaatkan.Pinggul Ganis ditekan lalu digoyangkan, membuat mata Prana terbelalak. Ada suatu reaksi yang dia rasakan, sama sekali tidak bisa dia kendalikan.'Perempuan, sialan! Dia harus menerima akibatnya, bila menggoda macan yang sedang tidur.' umpat Prana dalam hati.Dia segera membalikkan posisi tubuh mereka, secara tiba-tiba. Sekarang, Ganis jadi ada di bawahnya. "Wanita penggoda akan tetap jadi wanita penggoda. Mari kita nikmati, di luar konteks kita sebagai atasan dan bawahan." katanya serak, terdengar seksi di telinganya.Dengan mudah, Prana dapat mencium bibirnya. Menggelitik gigi dengan lidah yang panas. Tidak berdaya, Ganis membuka mulutnyaPagutan bibir mereka semakin liar, tangannya masih dalam penguasaan Prana. Ia tahu, Prana sudah dirasuki oleh gairahnya sendiri. Godaan Ganis sudah berhasil mem
Read more

Bab 12 Kekesalan Felix

Di ruangan kerja divisi site engineer, hanya terdiri dari para ahli arsitektur, drafter dan surveyor. Tidak banyak sekat untuk memiliki ruang pribadi dari masing-masing ahlinya. Di ruangan sebelah, adalah untuk staf pembantu para ahli. Tidak jauh dari situ juga, ada ruangan rapat umum, di lantai dua ini. Sementara di lantai satu dalam ruangan besar, adalah tempat staf administrasi dan divisi lainnya yang berhubungan dengan perusahaan. Ada satu ruangan yang dimiliki oleh Felix sebagai CEO. Sementara paling depannya, adalah ruang tamu dengan dua resepsionis cantik. Siap melayani siapapun yang datang ke perusahan PT. Multi Karya tbk ini.Ganis sedang ada di ruangan sebelah, menemui asistennya saat Felix masuk ke ruangan kerja. Langsung menatap kursi miliknya yang kosong, lalu ia melirik Mila dengan tatapan bertanya."Lagi ada di ruangan sebelah." beritahu Mila. Tersenyum mengerti.Felix duduk di kursi Ganis, menunggu."Aku menghubungi Ganis kemarin, tapi tidak dijawab. Sorenya, malah
Read more

Bab 13 Makan Siang

Saat jam istirahat Felix dan Ganis baru saja turun dari tangga, untuk sama-sama makan siang seperti yang sudah dijanjikan. Di lantai satu, mereka bertemu dengan Prana yang baru keluar dari Lift. "Hai Pran, mau keluar juga?" sapa Felix, dengan semringah. Begitu melihat sahabatnya itu. Prana hanya menatapnya sekilas, dengan tampang dinginnya. Kemudian kepada Ganis, sudut bibirnya sedikit terangkat sinis."Emang lo aja yang lapar? Gue juga manusia, butuh asupan makanan untuk tetap hidup." cemoohnya, kasar."Biasa aja jawabnya, kenapa lo harus sinis begitu?" ledeknya, "gua mau makan siang dengan Ganis." tangan Felix memeluk bahunya. Sementara Ganis, tidak menunjukkan reaksi apapun."Boleh gue ikut gabung?" tanyanya datar, seolah tanpa dosa. Jelas-jelas kalau Felix hanya ingin berdua saja dengan Ganis. Sepertinya Prana, hanya ingin mengganggu Felix secara iseng."Maaf, kali ini tidak ada orang ketiga. Mau jadi kambing congek, lo?" semprot Felix, tajam.Namun, kata-kata pedas Felix tidak
Read more

Bab 14 Di Kafe

Felix yang tidak mau terganggu oleh kehadiran Prana, berusaha tidak menutupi rasa keberatannya. "Heran gue, malah lo muncul di sini." ucapnya, dengan menunjukan wajah perangnya.Prana malah menatapnya dengan heran. "Lo tahu, pasti gue nongkrongnya di sini."Tampak Felix terdiam untuk sesaat. Lalu menepuk jidatnya sendiri. "Lupa gue, kalau ini kafe milik lo." menatap Prana, dengan ringisan. "Gue yang salah, kenapa musti ngajak Ganis dimari?" sesalnya. Entahlah, mungkin karena terlalu senang bisa terlaksana jalan bersama Ganis dan ingin membawanya ke tempat makan terbaik. Sampai dia lupa kalau kafe ini milik Prana. Sahabat yang saat ini, sangat ingin dihindarinya. Ia tidak ingin momen kebersamaannya dengan Ganis jadi terganggu, meski oleh sesosok dingin semacam Prana.Pengetahuan baru lagi buat Ganis soal Prana, setelah perpisahannya selama ini.Prana selalu menggunakan bahasa formal ketika bicara dan bahasa Inggris, bila dia ingin melatih Ganis terampil dalam bahasa itu. Namun, ia me
Read more

Bab 15 Flashback 1

Ganis jadi mengingat awal pertemuannya dengan Prana dilima tahun yang lalu.Flashback onTante Rini adalah tantenya Prana, adik dari ayahnya Edward. Bersahabat baik dengan ibunya Naning, sejak SMP sampai lulus SMA. Orang tua Prana tinggal di Australia. Sementara Prana sejak masuk SMA, ikut tantenya Rini, tinggal di Indonesia.Suatu saat, Naning bercerita tentang sahabatnya Rini ini kepada Ganis. "Nis, seminggu yang lalu, ibu ketemu loh dengan temen ibu yang sudah lama banget gak ketemu." cerita Naning memulai obrolan.Saat itu mereka sedang berada di ruangan keluarga. Ia baru bangun dari tidur siangnya, sedang ibunya baru saja pulang dari toko batiknya yang ada di jl. Malioboro. "Ia masih kelihatan cantik, seperti dulu." sambungnya lagi."Ibu juga masih kelihatan cantik, kok." puji Ganis, melirik ibunya sambil mendaratkan bokong di kursi. "Masih terlihat cantik Rinilah. Wajahnya terawat, sementara ibu, tidak." Ganis menatap ibunya dengan senyum jenakanya. "Tanpa dirawat pun, wajah
Read more

Bab 16 Flashback 2

Mereka sudah duduk di ruang tamu. Ganis mengerti, saat melihat tangan ibunya tidak mau lepas dari tangan sahabatnya itu. Jadi, dialah yang membawakan minuman dan camilannya. Menaruhnya diatas meja.Ganis mempersilahkan mereka untuk menikmati makanan sederhana yang sudah terhidang, dengan ramah. Tanpa sedikitpun menoleh lagi pada Prana yang terdiam di kursinya.Tante Rini mengambil kue nagasari, "Ini, buatanmu, Ning?" tanyanya. Tangannya mengacungkan kue yang terbungkus daun pisang itu, sebelum membukanya.Naning mesem-mesem. "Iya, Rin. Subuh tadi aku membuatnya dengan Ganis. Gak tahu enak, apa nggaknya. Malu aku, dari dulu kan kamu yang pintar bikin kuenya." kekehnya.Rini menyuapkan kue yang berbahan tepung beras dan pisang itu, ke mulutnya. "Ini enak loh, Ning." pujinya. Melihat Naning, lalu pandangannya dialihkan kepada Gustaf dan Prana secara bergantian. "Ini beneran enak, wajib dicoba."Gustaf mengikuti saran istrinya, mengambil kue itu sambil mengangguk dulu pada Naning, "Saya m
Read more

Bab 17 Flashback 3

"Nis, jangan terlalu gak peduli gitu. Tante Rini bilang, kalau Prana sudah pulang dari tugasnya, akan segera melamarmu dan langsung akan menentukan tanggal pernikahannya."Ganis meloncat dari tempat duduknya, tanpa sadar matanya melotot pada ibunya."Ibu ... Ini namanya pemaksaan! Ganis gak suka dengan cara ibu seperti ini." katanya bernada tinggi. Dengan air mata yang sudah mengambang di pelupuk mata. Ini klimaks dari kekesalannya selama ini, yang ia sudah merasa disabar-sabarkan."Bukan Ibu yang menentukan, Nduk. Tapi eyang yang sudah memutuskannya. 'Jangan dilama-lamain, mumpung eyang masih sehat,' katanya begitu. Jadi, eyang bisa menyaksikan cucunya menikah. Nanti saat lamaran, mereka akan datang ke sini." Dengan wajah melas, Naning berusaha meredakan rasa marah anak gadisnya. Tangannya masih sibuk melipat baju yang baru diangkat tadi, dari jemuran.Tubuh Ganis kembali dihempaskan ke kursi yang tadi diduduki. Wajahnya masih berurai air mata yang belum sempat dihapus. Terbayang tu
Read more

Bab 18 Flashback 4

Sudah tiba di acara pernikahan, tidak terdengar lagi protes dari mulut Ganis.Sepertinya Ganis sudah pasrah menerima nasib harus menikah muda, dengan lelaki yang belum begitu dikenalnya. Karena sesudah lamaran pun, Prana tidak pernah menghubungi. Juga, tidak menemui ia secara pribadi.Hanya tante Rini yang sibuk mengatur semua, ibunya hanya tinggal mengiyakan saja.Acara diadakan sederhana tanpa resepsi. Dihadiri hanya oleh beberapa kerabat terdekat. Tidak ada sahabat dari ganis maupun pihak Prana yang hadir untuk menyaksikan pernikahan mereka.Ganis terlihat cantik dengan balutan kebaya pengantin berwarna putih dan Prana terlihat gagah dengan jas tuxedo wedding. Senada dengan warna baju pengantin wanitanya. Kemarin saat melaksanakan pernikahan militer, Ganis juga melihat pakaian dinasnya secara lengkap. Tidak bisa dipungkiri, bahwa laki-laki yang jadi suaminya itu sangat tampan dan penuh kharisma. 'Kharisma gunung es.' batinnya.Herannya, selama prosesi pernikahan militer, sampai p
Read more

Bab 19 Flashback 5

Ya, ampun. Ia malu, sangat malu. Sepanjang melakukan mandi, Ganis meracau dengan kata 'malu'.Setelah selesai, Ganis baru mengingat kalau bathrobe dan baju tidur masih tersimpan di atas tempat tidur. Lalu ia melihat seputar kamar mandi yang sama mewah dengan ruangan kamar tidur. Ia melihat handuk bertumpuk dengan lipatan yang rapi.Tiba-tiba Ganis mendengar ketukan di pintu kamar mandi. "Aku akan memberikan baju gantimu." mendengar itu, Ganis langsung berada di balik pintu. Segera membuka dan melihat baju ganti di ulurkan oleh Prana. Ganis cepat-cepat mengambilnya. Ia kembali mengatakan 'terima kasih' untuk kedua kali. Ah, ternyata dia mengerti juga tentang kesulitan dirinya. Tanpa di minta pun, memberikan pakaian dan jubah mandi itu.Saat ia keluar dari kamar mandi, Ganis melihat Prana sedang duduk di sofa dengan mengenakan piama. Handuk masih bergelung di atas kepala Ganis, karena baru keramas. Mencoba tenang dan cuek, Ganis berusaha tidak terlalu terintimidasi dengan sikap diam
Read more

Bab 20 Flashback Off

Tidak seperti bayangan Ganis semula, ternyata ia dapat menikmati kebersamaan dengan Prana. Sudah ada kemajuan, seakan dia telah berusaha keras agar sikap kakunya tidak begitu kentara.Mungkin, Ganis yang harus sedikit membuka diri. Tidak ikut membalas dengan sikap yang sama.Ia mulai melihat Prana tersenyum, saat mereka bergandengan tangan menyusuri tepian pantai."Aku ingin berenang." teriak Ganis, melepaskan genggaman tangan suaminya. Berlari lebih jauh menuju riak ombak, yang sebentar lagi akan berubah jadi gulungan air yang besar. Membuat Prana kembali berlari mengejar, berusaha meraih tubuh Ganis yang sudah basah dan mendekapnya secara posesif."Aku bisa berenang." teriak Ganis. Suaranya hampir tenggelam karena bersaing dengan suara ombak yang sudah mendekat, akan menyapu tubuh mereka tanpa ampun."Jangan main-main, Nis. Di sini terkenal dengan ombak ganasnya. Aku tidak mau pengantinku terseret ombak." Prana berusaha memperingati.Ganis malah menarik tangannya dan jatuh secara b
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status