All Chapters of Terpenjara Sangkar Emas Tuan Muda: Chapter 1 - Chapter 10

14 Chapters

Bab 1 Awal Mula Bencana Besar

Hari rabu, tepatnya dua minggu yang lalu. Satu dari banyak hari yang sangat aku benci. Andai waktu itu aku tidak menuruti ucapan seseorang yang berstatus sebagai ayah kandungku, Pablo Calandra. Aku tidak akan berada di tempat ini. Aku merindukan rutinitas pagi di ladang kebun bunga lavender milik Tuan Benigno. Selesai mengurus ladang kebun, aku pergi ke villa milik Tuan Massimo. Membersihkan, merapikan, merawat dan tinggal di sana sebagai salah satu pengurus villa adalah satu dari dua pekerjaan yang aku lakukan sehari-hari. Tuan Massimo memberikanku tempat tinggal di dalam villa itu. Satu ruangan kamar sudah lebih dari cukup untukku. Sehingga aku tidak perlu menyewa flat house untuk tinggal. Walaupun Pablo tidak menganggapku sebagai putrinya, Adriana tidak menganggapku sebagai adiknya, tetapi ada banyak orang yang menghargai keberadaan ku, terutama Tuan Benigno, Tuan Massimo dan Delia, sahabatku. Aku tidak marah pada ayah dan kakak yang selalu acuh padaku bahkan sejak masih kec
Read more

Bab 2 Ciuman Pertama

"Siapa yang menjual mu, dasar anak tidak tahu diri?! Jika aku menjualmu, aku akan mendapatkan uang. Aku bahkan tidak mendapatkan sepeser pun darinya." Pablo mendesah kasar. Ia bahkan menatapku dengan sorot mata yang seperti biasa, yaitu tatapan penuh kebencian. "Tunggu dulu," ucapnya tiba-tiba membuat keningku sedikit berkerut. Sejenak aku merasa penasaran saat ia memalingkan wajahnya. Meletakkan jari tangannya di mulut lalu mengelus-elus dagu yang ditumbuhi janggut. "Kau benar. Ya, kau memang benar. Seharusnya aku meminta uang pada Tuan Luca. Menjadikanmu sebagai pelunasan hutangku tidak cukup. Aku hanya hutang lima ribu euro. Aku mungkin bisa meminta lima ribu euro lagi darinya," gumam Pablo. "Ayah!" Sentakku mendengar ucapannya. Air mataku seketika menetes. Kedua tanganku mengepal. Rasanya ingin sekali menampar wajah ayahku sendiri agar ia sadar yang dilakukannya tidaklah patut disebut sebagai seorang ayah. Saat Pablo ingin membalas ucapanku, seseorang muncul dari balik pintu.
Read more

Bab 3 Siapa Keluarga Luca?

Acara pernikahan yang hanya dihadiri oleh tamu dari pihak Luca pun selesai. Berto menginstruksikan ku untuk mengikutinya. Tetapi aku langsung berhenti ketika menyadari Luca tidak ikut. "Di mana Luca?" tanyaku pada Berto yang ikut berhenti di depanku. Pria itu menoleh. "Tuan sedang ada urusan. Beliau meminta saya untuk mengantar Anda lebih dulu," jawab Berto dengan gelagat hormatnya. "Urusan apa?" Aku bertanya karena penasaran. Toh sekarang aku sudah resmi menjadi istrinya. Tetapi Berto justru memberikan respon lain. Ia menundukkan kepala seolah enggan untuk menjawab. Aku pun hanya bisa menghela napas melihat reaksinya.Apakah mungkin saat ini Luca sedang bersama ayahku? Pasalnya aku tidak melihat ayahku lagi. Ataukah Luca sedang menagih hutang pada orang lain? Aku mendesah. Berharap perkiraanku yang terakhir tidaklah benar. Aku hanya tidak ingin pria itu lebih memilih menyibukkan diri dengan pekerjaannya dibandingkan menghabiskan waktu denganku di saat kami baru saja menikah. Ak
Read more

Bab 4 Kekonyolan Andrea

Satu jam berlalu. Aku sudah berganti pakaian. Aku memilih gaun yang memiliki panjang hingga bawah lutut. Gaun tersebut tidak berlengan serta memiliki belahan dada yang cukup terbuka. Rambutku terurai menutupi pundak. Aku meminta salah satu pelayan yang membantu melepaskan gaun pengantin itu untuk menata rambutku, memberikan gelombang-gelombang di ujung rambut. Aku juga memakai bando berwarna senada dengan gaun yang kukenakan saat ini. "Apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanyaku pada seorang pelayan yang merapikan meja rias. "Silakan, Nyonya," balasnya sembari tersenyum ramah padaku. "Siapa saja yang tinggal di sini? Apakah keluarga Luca ada di sini? Aku belum melihat mereka," tanyaku penasaran. "Tuan tinggal sendirian di sini, Nyonya. Nona Aluna tinggal di Amerika dan sedang kuliah semester enam," jawab pelayan yang kulihat memiliki badge name dengan nama Dafne Ercolani. "Sendiri? Memangnya kemana orangtuanya?" tanyaku penasaran. Pasti Dafne akan merasa bingung karena aku tidak ta
Read more

Bab 5 Nasehat dari Luca

Kakiku berjalan pelan menyusuri setiap ruangan. Kali ini aku tidak merasa asyik memperhatikan sekeliling. Mataku hanya tertuju ke arah lantai marmer yang mengeluarkan suara dari hentakan heelsku. Hal penting apa yang akan dibicarakan Luca denganku? Setelah pria itu mengatakan kalimat itu, aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Rasa penasaran semakin membuatku ingin mendesak pria itu untuk segera membicarakan hal misterius tersebut. Langkahku terhenti. Kepalaku terdongak saat menarik napas panjang. Dari kejauhan aku melihat ada sebuah meja yang berada di dekat kolam. Meja itu mulai diisi makanan. Tidak lupa ada hiasan lilin dan bunga di tengah-tengah meja panjang tersebut. Para pelayan tampak sibuk menata satu demi satu makanan yang dibawa menggunakan troli. Aku menoleh ke belakang dan samping, tepatnya ke arah pintu lain yang menjadi jalan untuk para pelayan keluar dari dalam mansion. Tidak ada Luca. Sepertinya pria itu sedang berada di kamarnya atau sedang melakukan hal lain. Se
Read more

Bab 6 Pria Licik

Tidak ada keinginan membalas pesan dari Delia. Aku langsung menekan ikon memanggil lalu menempelkan benda pipih itu pada telinga. Sejenak aku diam menunggu Delia menerima panggilan tersebut. "Delia," panggilku saat mendengar suara Delia. "Andrea! Kau di mana? Tuan Benigno menanyakanmu," ucap Delia antusias. Aku menunduk sembari tersenyum masam. Benakku membayangkan seolah sedang bicara dengan Delia di depanku. "Andrea, kenapa ponselmu sulit dihubungi dua Minggu terakhir ini?" "Bagaimana keadaanmu di sana?" tanyaku tanpa menjawab satupun pertanyaan Delia. "Aku merindukanmu. Kau dimana dan kapan kau akan pulang?" Aku bangkit dari kursi. Berjalan pelan mendekat ke arah kolam. Tatapanku tertuju pada bayangan bulan yang terlihat di atas permukaan kolam. "Aku juga merindukanmu." "Sial! Kau tidak menjawab satupun pertanyaan dariku, Andrea," gerutu Delia diiringi desahan napas kasar. Tawaku pecah karena Delia mulai menggerutu. "Maaf, Delia. Aku belum bisa mengunjungi villa. Nanti ka
Read more

Bab 7 Sebuah Harapan

Kedua mataku terbuka lebar, tidak percaya mendengar jawabannya. Aku tidak menyangka pria yang saat ini sudah menyandang sebagai suamiku adalah sosok rentenir yang sangat kejam. "Kau sangat menjijikkan," desisku seraya menyipitkan mata padanya. "Aku tidak bertanya pendapatmu tentang diriku," jawab Luca sembari tersenyum seolah ucapanku sama sekali tidak membuatnya tersinggung. "Kau aneh sekali. Kau sangat senang dipuji dengan kalimat seperti itu." Aku mencemooh padanya. Kedua tanganku terlipat di bawah dada sembari memalingkan muka. Aroma tubuhnya memang menjadi candu. Tetapi aku tidak bisa menunjukkan sisi lain dari kepalaku saat sikapnya sangat menyebalkan seperti saat ini. "Jadi, apa keputusanmu? Membiarkan dirimu benar-benar dijual oleh ayahmu atau berbulan madu?" "Pilihanmu tidak ada dalam keputusanku." Sorot mataku berubah tajam. Aku menegakkan dagu seolah hendak menantangnya. "Aku akan membayar hutang ayahku." Namun Luca justru tertawa. Aku tidak terkejut mendengar tawany
Read more

Bab 8 Melarikan diri

Tanganku menurunkan ponsel dari telinga saat panggilan telepon sudah terputus. Mataku menoleh ke samping. Menatap tajam seolah ada Luca berdiri di ujung lorong. Keinginan untuk membalas perbuatan Luca telah mendorong kakiku. Lagipula Luca pernah memberikan nasehat untuk berhenti menjadi orang lemah. Sehingga balas dendam adalah langkah awal membuatku menjadi sosok wanita yang kuat. Tiba-tiba langkahku terhenti saat sudah sampai di dalam mansion hendak menaiki lift. Keningku mengernyit ketika melihat Luca dan Berto tampak terburu-buru pergi ke suatu tempat. Tiba-tuba saja aku merasa penasaran hingga mengikuti langkah mereka jauh di belakang. Saat aku berhasil melewati pintu, sebuah mobil yang ditumpangi Berto dan Luca sudah menjauh. Langkahku pun hanya sampai di teras lalu menatap kepergian mereka. 'Kemanakah mereka akan pergi di waktu malam seperti ini?' benakku bertanya sembari terus menatap sisa-sisa kepergian mereka. Aku mematung saat memutar tubuhku hendak kembali masuk ke dal
Read more

Bab 9 Tertangkap Lagi

Sebuah mobil yang aku naiki bersama Delia tengah menyusuri jalanan kota yang tampak ramai. Aku sengaja mengajak Delia pergi jalan-jalan karena kebetulan vila sedang sepi. Sepanjang jalan kami tidak berhenti berbincang-bincang mengenai kejadian yang aku alami sekarang. "Kenapa kau tidak menjual barang-barang yang diberikan Luca padamu? Kau bisa mendapatkan uang dengan cara itu agar bisa melunasi hutang-hutang ayahmu," ucap Delia di perbincangan kami. "Astaga, Delia. Itu artinya aku hanya membuang waktu. Aku tidak bisa membayar hutang ayahku menggunakan uang dari hasil penjualan barang-barang yang diberikan Luca. Luca itu pria licik. Dia sangat pandai berargumen, dia pasti akan menertawai ku nantinya," timpalku sembari sesekali menoleh ke arahnya di saat sedang fokus mengendarai mobil. "Oh iya, kau benar juga," gumam Delia. "Aku tidak suka dengan caranya memperlakukanku. Dia senang mempermainkan dan mempermalukan aku, itu sebabnya aku ingin berhenti menjadi istrinya." "Dan kau baru
Read more

Bab 10 Pesta?

Mobil hitam itu berhenti di depan mansion. Aku langsung membuka pintu dan melangkah keluar tanpa menunggu Luca. Kakiku mengambil langkah lebar seraya menghentak-hentakkan lantai saat memasuki mansion. Aku terus berjalan menuju lift. Rasa kesal yang menyelimuti membuatku enggan untuk menunggu Luca sehingga aku langsung menutup pintu lift. Sesampainya di kamar, lagi-lagi aku berjalan cepat menuju ruangan walk in closet. Kulepas sepatu lalu menggantinya dengan sandal. Aku langsung masuk ke dalam kamar mandi dan tidak lupa menguncinya. Aku ingin berendam di dalam bath tub untuk sekedar meredakan emosi. Mungkin aroma wewangian dari sabun dapat merilekskan pikiran. Lagipula aku belum mandi malam ini. Setelah mengisi air dan mencampurkannya dengan sabun, aku segera melepas pakaian lalu masuk ke dalam bath tub. Aku berbaring seraya menengadah ke atas. Mataku terpejam merasakan kenyamanan yang perlahan mulai membalut hati dan pikiran. Belum ada lima menit, ketenanganku diganggu oleh suara
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status