Home / Lainnya / MENYUSUI TUYUL / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of MENYUSUI TUYUL : Chapter 61 - Chapter 70

75 Chapters

Part 61

"Berhenti! Aku bilang serahkan dia! Kami dari kepolisian, tempat ini sudah kami kepung!" Bintang kembali memperingatkan.Laki-laki itu melirik ke arah semak-semak. Benar saja, ada dua polisi yang mengarahkan senjata padanya. Dia menatap Bintang dan kedua temannya yang tengah mengacungkan senjata kepadanya. Keringat dingin membasahi tubuh lelaki itu."Cepat, serahkan anak itu pada kami!" sentak Bintang lagi lebih tegas.Laki-laki itu terlihat bingung dan mendongak ke arah sana. Terdengar suara gamelan yang mengalun membuyarkan konsentrasinya. Bintang dan kedua temannya tak ingin hanyut dalam suara gamelan itu.Karena menurut penuturan Kyai Sekayu, suara gamelan itu memiliki daya hipnotis. Orang yang mendengarkan dengan seksama bisa-bisa masuk ke alam mereka. Maka dari itu, tiga orang yang bertugas di situ memilih selalu berzikir supaya konsentrasi mereka tidak terpecah.Rafli menggeliat tidak nyaman. Bocah itu pun membuka matanya. Dia menatap bingung pada orang-orang yang ada di sekitar
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more

Part 62

"Ya Allah, lahaula walaquwata illabillah!"Ketiga orang itu terus menggumamkan kalimatullah. Apa yang mereka lihat benar-benar mengerikan. Tidak pernah terbersit sedikit pun meski dalam mimpi, mereka akan melihat kejadian seperti ini.Mbah Kukus masih mengamuk membanting dan menyiksa tubuh Sutoro. Iblis itu sangat marah karena apa yang diinginkan tak terpenuhi. Semua persembahan yang diinginkan tak bisa diberikan. Iblis itu juga tidak mampu menembus tempat di mana Bintang dan teman-temannya berada. Karena daerah di luar Gerbang Bambu Kuning bukan lagi daerah kekuasaannya."Haaarrrggh!" Sekarang, Sutoro tak ubahnya seperti seekor tikus yang dililit oleh ular raksasa. Tidak berdaya, bahkan untuk bernapas saja tidak bisa. Sutoro tidak punya waktu untuk bertaubat. Kini, kematian dengan dirinya hanya berjarak antara kulit dan daging.Sutoro teringat ambisinya dalam mengumpulkan harta dengan jalan yang salah dan kejam. Dia menatap pilu pada orang-orang yang berdiri di samping tubuhnya yang
last updateLast Updated : 2022-12-28
Read more

Part 63

Menjelang siang, petugas pemakaman di Desa Karanglor begitu sibuk. Mereka menyiapkan dua makam untuk Trisna dan Karina secara bersamaan.Namun, tidak seperti pemakaman orang pada umumnya, kali ini tidak ada satu pun penduduk desa yang mau datang. Mereka merasa muak dan jijik dengan perilaku kedua orang tersebut semasa hidupnya. Apalagi belum ada kabar apa-apa mengenai keberadaan Farrel."Ora sudi taziah. Ngapain, wong jahat wae. Ayu-ayu tapi koyo iblis!" ( Tidak mau taziah. Ngapain orang jahat, saja. Cantik-cantik tapi seperti iblis) Ucapan seperti itu hampir terdengar di setiap tempat. Mereka tidak menyangka jika Karin begitu jahat sama seperti ayahnya."Dasar perempuan iblis! Biar masuk neraka sana! Bisa-bisanya dia hendak membunuh anakku. Cinta ditolak kok jadi bar-bar!" cibir Bu Marni geram karena sampai sekarang Sigit masih belum sadarkan diri di rumah sakit.Sangat miris. Pemakaman Karina dan Trisna hanya dihadiri orang-orang dari petugas pemakaman dan saudara mereka saja. Seoran
last updateLast Updated : 2022-12-29
Read more

Part 64

"Mbak Alisha, bagaimana keadaan Nur dan Rafli di rumah sakit?" tanya Bu Halimah dengan suara lirih. Kedua mata wanita paruh baya itu terlihat bengkak karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.Alisha menemani Bu Halimah semenjak Farrel dikabarkan hilang. Mereka berdua tidak menyangka jika hal buruk seperti ini akan terjadi pada Farrel.Alisha mendekat dan memegang pelan lengan Bu Halimah. Dia menatap prihatin pada wanita yang berbaring di depannya. Tergambar jelas di wajahnya kesedihan dan kehilangan itu. "Mereka baik-baik saja, kondisinya sudah membaik. InshaAllah akan dibawa pulang besok.""Kalau Sigit?" tanyanya lagi. Walaupun anaknya sendiri belum ada kabar, Bu Halimah tak berhenti memikirkan nasib mereka.Alisha menghela napas. Dia ikut prihatin dengan apa yang dialami laki-laki tersebut. Menurut penjelasan Bintang, Sigit terkena tembak nyasar tepat di ulu hatinya. Sampai kini, Sigit belum sadarkan diri."Mas Sigit belum sadar, Bu. Masih dalam UGD." "Astaghfirullah, betapa ja
last updateLast Updated : 2022-12-30
Read more

Part 65

Di ruangan lain. Agus selalu menyempatkan waktu menunggu Sigit. Laki-laki berwajah rupawan itu berharap Sigit segera membuka mata.. Dia duduk dengan gelisah. Agus menyandarkan bahu di kursi ruang tunggu dengan wajah tertunduk lesu."Eh, Pak Agus. Kok Pak Agus di sini, masih nungguin Sigit, ya?" Agus mendongak ke sumber suara. Dia menatap malas pada Bu Sayuti yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Wanita itu tersenyum, berlagak seramah mungkin.Agus mengangguk samar. "Iya, Bu. Bagaimana keadaan Nur?" tanyanya tak acuh. Agus benci dengan perempuan munafik di depannya itu.Agus teringat tentang Nur. Dia ikut prihatin dengan apa yang menimpa gadis belia itu. Agus tidak habis pikir ada orang tua yang tega pada anaknya sendiri. Apalagi Nur anak tunggal.Bu Sayuti mengangguk. "Ya, dia sudah baikan, Pak. Sigit sudah sadar belum, Pak?' tanyanya basa basi."Masih belum sadar. Apa kalian senang lihat Nur, Rafli, dan Sigit masuk rumah sakit karena ulah kalian dan guru kalian itu?" tanya Agus
last updateLast Updated : 2022-12-31
Read more

Part 66

"Nuraini!" panggil orang itu lagi.Nur tersenyum canggung dan mengusap air matanya. Dia menatap laki-laki yang berdiri di depannya. "Pak, Agus! Bapak ke sini juga?" tanyanya lirih.Agus mengangguk samar. Laki-laki yang selalu menunjukkan sikap datar dan dingin itu, beralih menatap makam Sigit dengan tatapan sedih."Ayo, aku antar pulang!" ajak Agus dengan tatapan masih tertuju ke makam Sigit.Walaupun berat, Agus terpaksa menerima permintaan sang kekasih. Meskipun Agus sendiri tidak yakin bisa melakukan tugas itu. Setidaknya, Agus sudah menuruti permintaan kekasihnya. Dia juga ingin Sigit tenang di sisi Tuhan. Nuraini menggeleng samar dan tersenyum canggung. "Maaf, merepotkan Bapak. Saya masih mau ke makam Mas Banu." Nur mengangguk pelan dan meninggalkan Agus yang masih berdiri di dekat makam Sigit.Laki-laki itu menatap sekilas pada Nur yang kini duduk di samping makam kekasihnya. Baik Agus dan Nuraini sibuk mendo'akan orang-orang yang mereka cintai. Kepergian Banu dan Sigit tentu me
last updateLast Updated : 2023-01-01
Read more

Part 67

Pemuda itu mengambil tempat duduk di samping laki-laki tersebut. Dia menyunggingkan senyum, ketika laki-laki itu mengambilkan dua potong singkong rebus dan meletakkan di piring seng dengan motif-motif kehijauan."Makan dulu, setelah ini Bapak mau nyari kayu bakar," ucapnya sembari menyodorkan piring ke pangkuan sang pemuda.Pemuda tampan itu mengangguk santun. "Terima kasih ya, Pak. Bapak juga sarapan. Nanti saya ikut cari kayu bakar ya, Pak," ucapnya meminta izin. "Boleh, kalau kamu mau. Tapi, anak kota sepertimu apa nggak takut kena duri? Kulitmu halus dan bersih begitu." Laki-laki itu terkekeh. Diamatinya penampilan pemuda tersebut. "Bagaimana lukamu, masih sakit?" tanyanya kemudian.Sang pemuda menunduk. Menyingkap kaosnya dan meraba bagian perutnya, kemudian tersenyum. "Sudah kering, Pak. Sudah nggak sakit." Dia menjawab dengan senang.Laki-laki di depannya mengangguk kemudian menghela napas panjang. Ada kesedihan tergambar di wajahnya yang mulai keriput.Dia sempat menggeleng sa
last updateLast Updated : 2023-01-02
Read more

Part 68

Senyum gadis cantik itu sangat menawan. Bagus tertegun melihatnya. Belum pernah dia melihat gadis secantik itu. "Kang, ayamnya Paklek kamu, tarung sama ayamku!" serunya membuyarkan lamunan Bagus.Bagus terkesiap, bukan hanya wajahnya yang sangat cantik. Akan tetapi, suaranya juga sangat merdu. Bagus menoleh kanan kiri, melihat jikalau Pak Abdul sudah kembali. Sepi. Pak Abdul belum menampakkan batang hidungnya. Bagus tersenyum canggung dan melangkah mendekati ayam yang masih bertarung di dekat kaki gadis itu.Sejenak, Bagus melupakan larangan dari Pak Abdul supaya tidak berkenalan dengan gadis tersebut. Dengan gugup, Bagus mengangkat ayam milik Pak Abdul dan membopongnya. Dia mengusap-usap kepala ayam jago yang terluka di beberapa bagian. Sesekali dia melirik ke arah gadis yang masih berdiri di tempatnya. Tentunya, masih menyunggingkan senyum memikat."Kakang, siapa namanya?" tanya gadis tersebut memutus kecanggungan."A-aku? Namaku Bagus," jawab Bagus gugup.Gadis itu mengangguk da
last updateLast Updated : 2023-01-03
Read more

Part 69

Sekali lagi, Bagus memperhatikan, dan membandingkan penampilannya sendiri dengan penampilan Pak Abdul. Selama tiga hari tinggal bersama Pak Abdul, Bagus baru menyadari jika Pak Abdul memakai pakaian yang sama. Melihat kebingungan di wajah pemuda tersebut, Pak Abdul mengulurkan tangan mengusap bahu Bagus. "Ini yang ingin Bapak ceritakan, Le. Bapak tidak tahu, takdir apa yang Gusti Allah gariskan sehingga secara kebetulan kamu bertemu dengan Bapak. Malam itu, Bapak tiba-tiba membelokkan langkah Bapak mampir ke pasar. Padahal Bapak selanjutnya tidak membeli apa-apa..," ucapnya terjeda. Bagus menanti cerita laki-laki paruh baya itu dengan sabar. Pak Abdul menarik napas panjang kemudian memejamkan matanya. "Bapak tidak pernah lewat jalan itu karena jalan itu masuk wilayah kekuasaan Iblis Kukus. Bangsa kami tidak ada yang berani sengaja masuk ke sana, begitu juga anak keturunannya Kukus. Mereka tidak berani masuk wilayah kami, kalau mereka melanggar akibatnya fatal. Gunung Kemukus itu ak
last updateLast Updated : 2023-01-04
Read more

Part 70

"Orang gila ... orang gila!" Mereka terus berteriak sambil bernyanyi dan berhamburan menuju ke tepi jalan. "Leee! Gio, Arfan! Pulang!" Ibu-ibu berteriak dari atas jembatan, ketika melihat kelima anak itu berlarian menjauh dari sungai."Buuk! Ada orang gila tidur di sungai, Buk!" balas salah satu di antara mereka sembari menunjuk ke arah sungai."Lha, makanya pulang, nanti kamu digondol orang gila, lho. Pulang, sudah mau Maghrib. Pada mandi sana!" teriak sang ibu memberi perintah. Dengan napas sama-sama terengah, kelimanya berdiri di atas jembatan di samping ibu itu."Itu Buk! Dia mati kayaknya, Buk!" teriak salah seorang sembari mengelap keringat di dahinya yang coklat.Si Ibu ikut menatap ke arah tengah sungai. Memang benar, di sana ada sesosok tubuh tidak bergerak dalam keadaan tidur miring. Lengannya menutupi wajah. "Astaghfirullah, benar. Kalian pulang, Ibuk panggil Pak RT!" titahnya pada mereka. Tetapi, kelimanya masih bergeming di tempat. "Itu ada mobil! Kita minta tolong sam
last updateLast Updated : 2023-01-05
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status