Semua Bab PERNIKAHAN YANG TERNODA : Bab 41 - Bab 50

65 Bab

Pahitnya Perceraian

Mas Yudis terlihat sedang sibuk dengan ponselnya saat aku membuka mata. Di sampingnya berdiri tiang penyangga infus. Kupijit pelipis yang masih berdenyut. Ternyata tanganku terpasang jarum infus."Dek, kamu sudah siuman? Syukurlah," ucap lelakiku. Terlihat kelegaan terpancar dari wajah teduhnya."Aku kenapa, Mas?" tanyaku sambil melihat sekeliling ruangan. Seperti yang kuduga, ini di rumah sakit."Enggak kenapa-napa, Sayang. Kamu kecapean aja, terus pinsan tadi karena ternyata di dalam sini ada dedenya," ucap Mas Yudis sambil mengelus perut rataku.Lelakiku tersenyum lebar kemudian mengecup keningku. Aku masih tak percaya mendengarnya."Beneran, Mas?" tanyaku tak percaya."Bener, Sayang. Makanya kamu enggak boleh cape-cape ya!"Aku langsung memeluk Mas Yudis. Aku sangat bersyukur untuk semua anugrah yang Tuhan beri padaku. Aku baru menyadari memang bulan kemarin aku tidak datang bulan tapi tak begitu kuperhatikan. Aku pikir karena tidak teratur saja."Alhamdulillah, akhirnya," ucapku
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-10
Baca selengkapnya

Si Jago Merah

Pagi ini tak seperti biasa Delia masih belum keluar kamar. Aku yang sudah duduk di meja makan berniat menemuinya. "Mas, aku ke kamar Delia dulu ya!" pamitku."Iya, silahkan. Pelan-pelan ya kalau tanya-tanya sama dia! Kalau belum mau cerita jangan dipaksa!" pesan Mas Yudis."Iya, Mas."Aku bergegas menuju kamar Delia. Kuketuk pintu kamar yang masih tertutup rapat itu."Del, Bunda masuk ya!" pintaku.Tak ada sahutan dari dalam. Membuatku semakin tak tenang. Pelan kubuka pintu kamar. Tampak putriku masih meringkuk di kasur."Del, kamu sehat, kan?" tanyaku khawatir sambil meraba keningnya. Tak panas. Fisik anakku tak sakit tapi perasaannya pasti sedang sakit."Ada apa, Sayang?" tanyaku sembari mengusap-usap pundaknya.Delia berbalik menghadapku. Mata bengkaknya menatapku."Delia benci sama Ayah, Nda!" ucapnya penuh emosi."Kenapa?" tanyaku bingung."Ayah jahat sama Delia!" serunya.Kuusap-usap punggungnya. Berusaha meredakan emosi Delia."Coba cerita sama Bunda, ada apa?" bujukku.Mas Y
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-11
Baca selengkapnya

Cemburu Buta

Mas Ilham masih tak sadarkan diri ketika kami membesuk di rumah sakit. Tubuhnya mengalami luka bakar cukup parah. Sedang kepalanya terluka akibat terkena reruntuhan kayu ketika berusaha menyelamatkan Aina anak Wulan. Aina juga mengalami luka bakar meski tak separah Mas Ilham. Sedang ibunya Wulan dan saudaranya yang lain saat kejadian sedang tidak di rumah.Sintya sesenggukan di sisi tubuh Mas Ilham. Wajah tangan dan kaki serta beberapa bagian tubuh mantan suamiku itu dibalut kasa. Matanya masih terpejam. Kening dan pipinya pun terluka akibat api yang menyerang rumah mereka. Sedang wulan duduk sambil mengipasi Aina yang mungkin masih merasa panas pada luka-lukanya.Pemandanga pilu terlihat di ruangan ini. Putriku tak menangis melihat kondisi mengenaskan ayahnya. Dia hanya mematung menatap lelaki yang berulang kali menyakiti perasaannya."Terima kasih, Mas, Mba, sudah menyempatkan datang kesini," ucap Sintya ketika Mas Yudis menyampaikan rasa prihatinnya."Iya, Sin. Semoga Masmu dan pu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-12
Baca selengkapnya

Baby Boy

Mas Yudis berlari ke arahku. Tergopoh lelaki itu langsung berlulut di depanku. Sekilas melihat darah yang tercecer. Kemudian kembali beralih menatapku."Sayang, maafin Mas. Maafin Mas!" ucapnya sembari mencium tanganku. Matanya berkaca-kaca saat menatapku. Lelakiku, tak akan mampu rasanya aku hidup tanpa cintanya."Sakit, Mas!" keluhku sembari meringis menahan mulas yang luar biasa."Iya, Sayang, sabar dulu ya!" ucapnya lembut padaku. "Pak Umar! Bi Sumi! Cepat kesini!" teriak Mas Yudis.Tergopoh Bi Sumi dan Pak Umar mendekati kami."Cepat siapkan mobil!" perintah Mas Yudis. Pak Umar langsung berlari ke garasi. Bi Sumi mondar-mandir terlihat begitu panik."Rasanya kaya udah mau keluar, Mas," keluhku sambil mencengkeram kuat lengannya"Iya, Sayang. Tahan ya!" ucap Mas Yudis sambil mengelus-elus perutku.Perutku sudah luar biasa mulas. Dedek seperti sudah enggak sabar ingin keluar. Rasanya sangat sakit ketika di bawah sini terasa ada yang memaksa ingin keluar. Punggungku, pingganggku se
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-14
Baca selengkapnya

POV Yudis

"Sayang! Bangun!" seruku saat mata Mayang terpejam beberapa saat setelah anak kami lahir. Jantungku berdegub kencang melihat wajah istriku pucat pasi dengan mata terpejam. Pikiran buruk silih berganti menghantui."Sayang!" panggilku berusaha mengusir ketakutan yang semakin menyiksa. Kuremas jemarinya yang lemas terkulai. Kuusap-usap puncak kepalanya berharap dia bisa merasakannya.Dokter, bidan serta perawat yang membantu proses persalinan istriku terlihat begitu sibuk ke sana ke mari mengecek kondisi Mayang. Mengecek tekanan darahnya. Memeriksa matanya. Memeriksa detak jantungnya dan lain sebagainya."Sayang, bangun! Lihat anak kita!" bisikku di telinganya dengan suara bergetar menahan sesak. Namun wanitaku tak juga membuka mata. Hari yang seharusnya sangat membahagiakan bagi kami kini terselimuti mendung pekat."Sayang!" panggilku lagi. Mayang masih tetap terpejam. Ingin kuguncang tubuh istriku tapi itu tak mungkin. Aku sangat takut. Takut mata itu tak akan terbuka lagi. "Sayang!" p
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-16
Baca selengkapnya

Teror

"Ya Allah, Yah, ini kan Cleo." Delia menangis sambil mengangkat kucing oren peliharaan Mas Yudis yang telah dipenggal kepalanya."Siapa yang tega melakukan ini sama Cleo?" tanya Adista terlihat begitu shock menatap Cleo yang sudah kaku di tangan Delia dengan darah yang sudah mengering."Bi, siapa orang yang datang ke sini saat kami tak di rumah?" tanya Mas Yudis pada Bi Sumi."Enggak ada orang asing kok, Tuan. Keluarga semua yang ke sini. Apa mungkin orang lain soalnya kan Cleo suka jalan-jalan keluar pagar sampai depan rumah," ungkap Bi Sumi."Bu, dedek dibawa ke atas aja yuk!" pintaku karena merasa ngeri bayiku berada di sini.Hilda memapahku berjalan ke kamar diikuti ibu. Bekas jahitan dan kuretase masih menyisakan rasa sakit di bagian bawah tubuh. Sehingga kami jalan perlahan-lahan."Kamu enggak usah mikir yang enggak-enggak, May! Fokus aja sama babymu ya!" titah Hilda."Tapi siapa ya, Hil? Niat banget itu orang ngerjain kami.""Kalau prediksimu siapa, May?" tanya Hilda."Entahlah
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-17
Baca selengkapnya

Baju Berdarah

Dimas dan Mas Gani beserta beberapa orang yang tadi mengecek keluar kembali dengan tangan kosong. Menurut mereka ada orang iseng melempar petasan di dalam kaleng sampai kalengnya hancur. Ketika mereka keluar sudah tak ada siapa-siapa di sana.Farel kini di gendongan Hilda. Para undangan kembali tenang menikmati suguhan yang kami sajikan. Meski demikian dalam hati aku tetap khawatir. Aku yakin ada sesuatu di balik semua ini. Bukan sekedar orang iseng.Saat hendak kubawa Farel ke kamar Nirmala datang bersama seorang teman laki-lakinya lewat pintu garasi. Dia langsung mengambil Farel dari gendongan Hilda."Uluh, uluh, ponakan Onti habis dipotong ya rambutnya? Ih, cakep banget sih!" ucapnya gemas sambil mencium dan mencubit pipi Farel."Maaf ya, Mba, telat," ucapnya padaku kemudian."Iya, enggak apa-apa. Suruh duduk itu temannya!" perintahku."Oh, iya, Mba. Kenalin ini Daniel," ucapnya sambil tersenyum lebar.Kami semua yang berada di ruang keluarga berkenalan dengan laki-laki yang datang
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-18
Baca selengkapnya

Pesona Pevita

"Bagaimana bisa, Sin?" tanyaku penasaran."Waktu Mas Ilham keluar dari rumah sakit, Mba Wulan enggak mau menanggung biayanya, Mba. Bahkan Mas Ilham diminta bertanggung jawab atas kebakaran itu. Selain rumah mereka juga dua rumah lain yang terkena imbasnya. Mas Ilham bingung dan akhirnya meminjam uang ke BANK," jelas Sintya sambil terisak."Ya Allah, Sin," ucapku prihatin mendengar penjelasan Sintya."Ini aku sama Bagas sudah berkemas, Mba. Kami mau cari kontrakan," ucap Sintya tersedu-sedu. "Aku merasa bersalah sama Ibu, Mba," tangis Sintya. "Maafin aku enggak bisa jaga amanah ibu," lanjutnya masih menangis tersedu-sedu membuat hatiku pilu.Seandainya aku belum menikah, pasti aku bisa bebas membantu Sintya. Sebisaku. Tapi kini ada hati Mas Yudis yang harus aku jaga. "Emang sudah ada pembeli rumahnya, Sin?" Kali ini Mas Yudis yang bertanya."Enggak tahu, Mas. Yang jelas orang BANK memberi waktu kami tiga hari untuk berkemas dan pergi dari rumah ini," jelasnya."Pinjaman atas nama siap
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-19
Baca selengkapnya

Suara Perempuan

"Enggak semua laki-laki akan mudah tergoda wanita lain, Sayang. Lihat! Aku tahan tak menikah sampai hampir empat puluh tahun," ucapnya menenangkanku."Tapi masa iya kucing bisa nolak dikasih daging!" rajukku."Kucing siapa?" candanya."Iiih, Mas!"Lelakiku semakin mengencangkan pelukannya. Menciumi puncak kepalaku."Aku bisa, percayalah!""Tapi aku takut," ucapku dengan buliran bening yang terus menganak sungai. Rasa takut kembali dikhianati begitu melekat. Inikah yang disebut trauma?"Lakukan apapun kalau sampai Mas terbukti berkhianat!" ucapnya mantap. "Mas mengerti perasaanmu tapi percayalah, tak semua laki-laki seperti itu."Kutarik tubuh dari pelukannya, menciptakan jarak untuk melihat sorot matanya."Apa harus dia kerja sama Mas?" tanyaku masih berharap suamiku tak menerima permintaan Nirmala."Coba bantu Mas cari alasan untuk menolak permintaan Nirmala tanpa menyinggungnya!" ucapnya lembut sembari memegangi kedua lenganku. "Beberapa karyawan yang bekerja di kantor itu memang ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-22
Baca selengkapnya

Mati atau Dimatikan

Istri mana yang tak berpikir macam-macam ketika ponsel suaminya ada pada wanita lain? Aku saja sangat jarang memegang ponsel Mas Yudis. Ini Pevita, wanita yang baru dikenalnya sudah mengambil alih ponsel suamiku? Tidak bisa dibiarkan."Maaf, Mba. Mas Yudis lagi enggak ada di tempat," lanjutnya."Oh, iya. Ini kenapa hape Mas Yudis ada di kamu?" cecarku.Tut. Tut. Tut.Kurang ajar! Malah ditutup. Awas aja Mas Yudis!"Kenapa, Bu? Mukanya tegang gitu?" tanya Hilda ketika menghampiri mejaku. Mungkin mau ngajak ke kantin makan siang."Nyesel aku nurutin saranmu," ketusku. "Keluar yuk! Enggak enak ngomong di sini."Kami menuju ruang tamu sekolah yang tak berpenghuni. Kuhempaskan diri di sofa. Disusul Hilda.Kuraupkan kedua telapak tangan di wajah. Pikiranku sudah tak karuan. Ingin rasanya ke kantor Mas Yudis sekarang juga. Tapi mana mungkin. Jam istirahat hanya tiga puluh menit. Habis ini aku masih ngajar sampai jam terakhir. Oh, Tuhan!"Ada apa sih, May?" tanya Hilda melihatku hanya diam de
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-23
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status