Home / Romansa / HINAAN IPAR (ADIK SUAMIKU) / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of HINAAN IPAR (ADIK SUAMIKU): Chapter 11 - Chapter 20

45 Chapters

Bab 11

Adik Suamiku 11 Ketika sampai di gapura, aku tidak menemukan siapapun. Hanya ada beberapa lelaki yang berlalu lalang. Ah, mungkin dia sudah pergi. Aku pun memutuskan untuk pulang dan kembali naik ke atas motor. Namun, aku tidak sengaja mendengar perkataan seorang lelaki. "Pak Arif kok bisa memutuskan pacarnya yang cantik seperti bidadari demi Lily, ya? Aneh banget, deh. Mana baik pula dia." Laki-laki itu melontarkan pujian yang membuatku malah semakin penasaran siapa wanita itu. Dulu, aku dan Mas Arif memang tidak pacaran, tapi kita sudah lama saling mengenal. Setelah dua tahun aku lulus SMA, keluarga Mas Arif datang ke rumah untuk melamar. Dari waktu itu, aku langsung menangkap kesimpulan kalau ibunya Mas Arif memang tidak begitu suka padaku. Hanya saja aku mau mencoba, terutama laki-laki sepertinya itu sangatlah langka. "Lily main pelet kali," sahut seorang lelaki lagi yang tepat berada di belakangku. Sepertinya dia tidak tahu kalau sejak tadi aku di sini. Main pelet katanya?
Read more

Bab 12

Adik Suamiku 12 Mas Arif yang awalnya menatap kami sambil tersenyum, kini wajahnya ditekuk, dan menatap ke arah Rara dengan tatapan tajam. Kalau bukan di tempat umum, sudah bisa kupastikan Mas Arif akan menarik tubuhnya secara kasar. "Tenang, Mas. Setelah makan bakso, kita langsung samperin dia aja, dan ajak pulang," ucapku menyarankan. Mas Arif tidak bicara, dia hanya menghembuskan napas panjang. Aku yakin saat ini dia sedang berusaha mengatur emosinya agar tidak meledak. Dari perkataan Rara yang tadi, bisa kuambil kesimpulan kalau dirinyalah yang sudah menyebarkan gosip kalau aku pakai pelet. Padahal jelas-jelas dia sendiri tahu dulu Mas Arif yang mengajakku menikah lebih dulu. Sementara aku sangat jaga jarak dengan yang namanya lelaki. Apalagi pacaran atau pake pelet. Jauh. Ketika pesanan kami datang, Mas Arif langsung masuk ke meja kami, dan makan dengan lahap. "Mas mau mengajak Rara pulang lebih dulu. Kamu gapapa, kan kalau Mas pesankan mobil online?" tanyanya dengan wajah
Read more

Bab 13

Adik Suamiku 13 Berita Mas Arif memarahi Rara pun viral. Setiap orang yang melihatnya langsung terdiam, bahkan ada beberapa orang yang langsung masuk ke dalam rumahnya seolah Mas Arif adalah penjahat. Melihat sikap orang-orang terhadapnya, apalagi karyawannya pun terlihat canggung ketika bertemu, Mas Arif langsung melarangku agar tidak sembarangan keluar. Mas Arif tidak mau aku mendapatkan perlakuan yang sama. "Itu Si Rara beberapa hari lalu dimarahi Si Arif hanya karena Lily." Suara ibu-ibu dekat rumah yang selalu bergosip pun mulai terdengar. Aku berusaha untuk berpura-pura tidak mendengar. Percuma, mendengarnya hanya akan membuat kita sakit. "Iya, kayaknya benar kalau dia itu pengguna ilmu hitam." Ibu yang lain langsung mengambil kesimpulan. Aku membuka gorden sedikit untuk melihat siapa saja yang ada di luar itu. Setelah mengetahui wajah-wajah mereka, aku langsung menuliskan namanya di secarik kertas. Jika nanti kami berbagi di akhir bulan, mereka tidak akan aku masukan ke
Read more

Bab 14 Tukang Fitnah Kena Mental

Adik Suamiku 14 Tukang Fitnah Kena Mental Gosip waktu aku datang ke warung grosir itu menyebar dengan cepat. Termasuk katanya aku memfitnah ibunya Mamat. Wah, bisa juga nih orang tua memutar balikkan fakta. "Mas, kamu dengar kan orang-orang ngatain aku apa?" tanyaku sambil mencoba menahan emosi yang akan segera tumpah. "Iya. Cuman apapun yang orang katakan, aku tidak peduli. Aku akan selalu percaya padamu. Jadi, apapun yang dunia katakan itu tidaklah berarti." Aku terdiam meresapi kata-katanya. Tunggu, sejak kapan Mas Arif jadi tukang gombal begini. Mana pake kata 'aku' lagi. Aku ingat betul sebelumnya gak pernah kaya gini. "Serius, Mas?" "Sepuluh rius. Aku akan selalu ada untukmu meksipun badai datang ribuan kali," ucapnya lagi. Wah, suamiku kenapa ini? Dia baik-baik saja, kan? "Nyebut, Mas ... nyebut," pintaku yang mulai panik. Bagaimana kalau dukun orang tuanya Mamat, alias orang tua dari seorang lelaki yang pernah aku tolak itu mulai menjalankan mantranya? Enggak. Gak mu
Read more

Mempermalukan Diri Sendiri

Adik Suamiku 15 Meksipun Dandy sudah menjelaskan semuanya dan para tetangga berbalik membelaku, Ratih tetap tidak mau menerima kekalahannya. Hal ini membuat kepalaku pusing. "Ratih memang begitu, tidak usah dipikirkan," ucap Mas Arif tempo hari. "Kapan kira-kira dia akan berubah? Aku juga capek kalau harus seperti ini terus?" Sayangnya pertanyaanku melayang di udara karena Mas Arif sudah pergi ke bengkel. Aku memang tidak masalah dengan apa yang dilakukan adik-adiknya Mas Arif, tapi tidak jika mereka sudah menganggu kenyamanan anakku yang masih balita. Aku harus segera menyelesaikan permasalahannya. Bila perlu memberantasnya sampai ke akar. "Mbak!" teriak seorang wanita dari luar. Aku menyingkap gorden dari di jendela depan dan melihatnya. Ternyata Rina. Duh, kenapa mereka bertiga selalu membuat masalah sih? "Mbak jangan pura-pura tidak mendengar apa yang aku katakan, aku ke sini diminta Ibu agar Mbak segera datang ke rumah," jelasnya dengan suara yang membuat telingaku sakit
Read more

Terjungkal

Adik Suamiku 16 Setelah kejadian di rumah Ibu waktu itu, aku langsung pulang sesuai perintah ibu-ibu yang ada di sana. Aku hanya bisa menurut, karena sebentar lagi Mas Arif akan pulang. "Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumussalam warahmatullah, Mas." Aku langsung membuka pintu ketika Mas Arif mengucapkan salam dan membuatkan segelas teh manis hangat untuknya. "Tadi Rina meminta izin kepada Mas meminta kamu pergi ke rumah ibu. Katanya akan ada orang-orang arisan. Kalian masak bersama-sama, kan?" tanyanya dengan raut wajah yang cemas. "Iya. Memang untuk ibu-ibu arisan, Mas. Hanya saja ...." Aku menjeda perkataanku, ada rasa ragu untuk mengatakan yang sebenarnya. Apalagi menyangkut ibu, surga suamiku. "Kenapa, Dek? Gapapa, katakan saja." Mas Arif memegang kedua pipiku yang dingin. "Kok dingin, kamu sakit?" "Enggak, Mas. Aku tadi memang sempat dingin, tapi gak lagi setelah pergi ke pasar. Gak tahu kenapa sekarang dingin lagi," jawabku jujur. "Kamu ke pasar sendiri?" nadanya kembali
Read more

Kehebohan Baru

Adik Suamiku 17 Meksipun aku bisa mengeceknya sendiri, tetapi aku lebih memilih untuk membangunkan Mas Arif lebih dulu. Biar kita keluar berdua nanti. "Mas, sudah jam empat." Mas Arif hanya menggeliat. Matanya sempat terbuka sedikit, tetapi kembali tertidur. "Mas, ada orang yang berteriak di luar sambil menggedor-gedor pintu. Aku takut kalau keluar sendiri," bisikku di telinganya. Mas Arif kembali membuka mata. Kali ini langsung bangun dan duduk. Kelemahan Mas Arif memang kalau aku mengatakan takut. Karena semenjak gadis dan menjadi istrinya, aku memang mempunyai sikap yang penakut. Jangankan pergi ke warung, ke kamar mandi saja aku harus diantar, dan Mas Arif adalah orang yang selalu setia menemaniku. "Siapa kira-kira yang ada di luar?" tanyanya sambil mencoba untuk duduk. "Tidak tahu, Mas. Apa mungkin hantu?" tanyaku pura-pura takut. "Mana ada hantu jam empat begini, bentar lagi juga magrib. Mereka pasti langsung berlari ketika adzan subuh berkumandang," ucapnya tertawa ke
Read more

Urat Malu yang Putus

Adik Suamiku 18 Mas Arif menatap ibu dengan penuh amarah, tapi aku mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Meskipun apa yang dikatakannya benar, tetap saja kita tidak boleh mengambil tindakan gegabah. Apalagi sampai menatap ibu dengan tajam, terkesan seolah kita adalah anak durhaka yang suka menghardik ibu kandungnya sendiri. Aku tidak terbiasa seperti ini. Meksipun dulu orang tua mendidikku tanpa kasih sayang, aku tidak pernah memberikan tatapan tajam. Aku cukup sadar kalau tugas kita berbakti kepada orang tua itu atas perintah Allah. Jadi jangan melihat bagaimana sifat orang terhadap kita. Begitupun ketika kita ingin berbagi kepada orang lain, jangan sampai hanya orang baik saja yang kita beri karena dia selalu memberikan apapun yang dia punya kepada kita. Tidak seperti itu. Jika kita ingin berbagi, niatkan karena Allah atau Tuhan. Jangan lihat bagaimana sifat orang tersebut, karena urusannya memang dengan Allah. Bukan manusia. "Sebaiknya kita sholat subuh dulu, Mas." Aku ber
Read more

Permainan Rendahan

Adik Suamiku 19 Via langsung keluar dari rumah ketika aku mengucapkan beberapa kata tadi. Sudahlah, lagipula apa yang aku katakan memang benar adanya, tuh. Kalau saja dia punya harga diri meskipun sedikit, dia tidak akan pernah mendekati laki-laki yang sudah menjadi suami orang lain. "Apa yang kau lakukan?" Ibu berteriak sambil berusaha untuk mendorongku, tapi Mas Arif langsung menahan serangannya. "Jangan bela dia, istrimu ini sudah keterlaluan!" teriaknya kepada Mas Arif. "Loh, apanya yang keterlaluan? Apa yang dilakukan istriku itu benar. Kalau bukan Ibu yang cari gara-gara lebih dulu, mana mungkin Lily bisa berbicara begitu." Mas Arif membalas kata-kata ibu dengan nada biasa. Alhamdulillah, jangan sampai kita terbawa emosi. Karena aku tidak mau perkataan atau perilaku kita menyakiti ibu. Apapun yang ibu lakukan, ya sudahlah. Kita tidak berhak mengeluarkan kata-kata yang membuat hatinya sakit. "Apanya kamu bilang? Sepertinya matamu sudah rabun. Apa kamu tidak lihat Via sampai
Read more

Hal Sepele

Adik Suamiku 20 Setelah kepergian mereka berdua, kini aku dan Salwa kembali bisa tenang. Namun, baru saja aku membantu Salwa untuk tidur, ketukan pintu kembali terdengar. "Mama ke sana sebentar, ya. Kakak tunggu di sini." Aku menaikkan selimutnya dan anakku hanya mengangguk. Aku berjalan ke arah pintu dan menyingkap sedikit gorden untuk melihat siapa yang datang. Ternyata teman-teman mengajinya Salwa. "Wa'alaikumussalam, ada apa, ya?" Aku membuka pintu sedikit. "Assalamu'alaikum, Mama Salwa. Kami mau pergi ke rumah neneknya Salwa. Salwanya mana?" Salah satu dari mereka bicara. Wah, bahaya ini. Cucianku masih di dalam mesin cuci dan lantai belum disapu pel. Tapi aku tidak mungkin juga meninggalkan Salwa sendirian di rumah itu. Meksipun bersama teman-temannya, tidak jadi jaminan Salwa aman. "Bentar, ya. Kalian tunggu saja dulu di rumah neneknya Salwa. Nanti Salwa nyusul," jawabku setelah berpikir cukup lama. Ketika anak-anak hendak pergi, mereka memanggil Salwa yang ternyata sud
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status