Florencia menaiki tangga dengan perlahan-lahan, sedangkan Evander terus saja menghitung. Karena merasa high heels-nya mengganggu, Florencia meletakkan nampan yang dibawanya di anak tangga, lalu melepas sepatu berhak tinggi warna merah cabai itu. Kini, Florencia lebih leluasa berjalan dengan cepat."Empat puluh empat, empat puluh lima, empat puluh enam, empat puluh tujuh …." Evander menghitung dengan lebih cepat, membuat Florencia panik."Sabar, Tuan Mudaaa!" seru Florencia yang sudah tinggal beberapa anak tangga lagi harus dia tapaki."... Lima puluh satu, lima puluh dua, lima puluh tiga, lima puluh empat, lima puluh lima, lima puluh enam, lima puluh tujuh, li-ma pu-luh de-la-pan, li-ma pu-luh sem-bi-lan, e-nam pu—""Stop!" Dengan napas tersengal-sengal, Florencia akhirnya berhasil membawakan nampan berisi makan siang untuk Evander dalam waktu yang sudah ditentukan."Lama banget!" Evander berbalik badan, lalu melangkah masuk ke kamarnya."Loh, ini—""Bawa sini makanannya!" seru Evande
Read more