All Chapters of Istri Lugu Presdir Dingin: Chapter 231 - Chapter 240

480 Chapters

Bab 231

"Nggak mungkin, Pa. Kamu tidak pernah mengatakan ini sebelumnya, Mama bohong, 'kan? Atau kalian sedang menyusun rencana untuk membuat sebuah drama?" tebak Liana yang tak percaya.Sungguh mendengar pernyataan tersebut membuatnya menjadi hampir tidak bisa bernapas.Alih-alih ingin menjadikan anaknya sebagai pewaris malah membuatnya tersingkir dengan mudahnya.Tidak, ini sangat tidak masuk akal dan tak pernah terpikirkan sama sekali oleh otaknya."Tapi, itu benar, Ma," jawab Chandra.Mungkin selama ini semuanya bingung mengapa dia hanya mengikuti semua peraturan yang dibuat oleh Dion.Itu karena rasa terima kasih pada mending Papa dari Dion yang sudah menjadikan dirinya sebagai anak, memberikan pendidikan tinggi.Kemudian tidak pernah membedakan antara dirinya dan juga Dion.Hingga sampailah akhirnya sebelum menghembuskan napas terakhir Abraham Winata pun memintanya untuk tetap menjaga Dion dan Bunga, karena dirinya sudah di anggap sebagai putra sulung."Enggak, ini nggak mungkin!" Liana
Read more

Bab 232

"Pa, ini gimana, sih? Kok, kamu nggak pernah ngomong tentang kamu yang sebenarnya sama aku?"Kekesalan Liana tak dapat di redam dengan mudahnya, kenyataan yang terungkap ini begitu membuatnya shock.Puluhan tahun menikah tetapi baru kaki ini mengetahui hal sebesar ini.Bagaimana mungkin suaminya itu bisa menutupi dengan begitu rapatnya, sehingga saat dia tahu seperti bom yang sudah di persiapkan dan di ledakan saat waktunya tiba.Chandra hanya anak angkat?Ini sangat tidak mungkin."Maaf, aku hanya menuruti apa yang dikatakan oleh, Mama. Mama, tidak mau orang tahu bahwa aku adalah anak angkat di luar sana," jawab Chandra."Tapi kenapa kamu sampai tidak bercerita pada ku, kita sudah menikah lama. Seharusnya kamu mengatakan ini sebelum kita menikah!"Chandra pun melihat Liana dengan penuh tanya, apakah maksud istrinya itu seperti yang dia pikirkan."Kamu tidak bisa menerima ku apa adanya?" tebak Chandra.Liana pun membuang pandangannya ke arah yang lainnya, sungguh sesuatu yang sepertin
Read more

Bab 234

Sedangkan di tempat lainnya Nia merasa tidak enak hati, dirinya sendiri bingung mengapa bisa merasakan demikian.Tetapi, itulah yang kini dia rasakan."Mas, memangnya benar, ya. Kalau, Mas Chandra, cuman anak angkat?""Iya," jawab Dion dengan lugas.Nia pun terdiam sejenak, seakan dia sedang larut dalam pikirannya sendiri."Kenapa?" tanya Dion saat menyadari wajah Nia yang yang tampak begitu berbeda.Nia pun kembali mengangkat dagunya, membalas tatapan mata Dion."Nggak papa sih, Mas. Cuman, Nia agak shock aja," jawab Nia.Dion pun mengerti dengan apa yang kini dirasakan oleh Nia.Wajar saja, karena mereka selama ini memang menutupi semua itu.Karena, mengingat mereka sudah bersama sejak dahulu, bahkan sampai mendiang Abraham Winata berpesan untuk selalu menganggap Chandra sebagai Kakaknya.Mendiang Papanya memang sangat menyayangi Chandra Winata, apa lagi sebelum Dion lahir.Hanya Chandra yang menjadi penyemangatnya dalam segala keadaan.Namun, tampaknya kini sudah berbeda. Keadaan t
Read more

Bab 235

"Mami, Papi!" seru Dila sambil menghambur memeluk Nia."Anak, Mami udah pulang sekolah?" Nia tersenyum saat melihat wajah Dila.Kini Dila sudah kembali masuk sekolah, bahkan dokter mengatakan bahkan Dila sudah sembuh total.Membuat keluarga lega tentunya, perjuangan yang tidak mudah kini berubah manis.Keutuhan keluarga seakan semakin erat dan bertaburan dengan kebahagiaan."Dila, pulang sama siapa?" tanya Nia lagi."Sama, Mbak Asih dan Om Barra," jawab Dila."Katanya hari ini, Dila ujian. Gimana dengan soal-soal ujian, apakah ada yang tidak bisa di isi?""Semuanya aman, Mami. Kecil itu, tutup mata beres," jawab Dila dengan penuh percaya diri.Dan itu membuat Nia dan Dion merasa bangga sekali."Wah, anak, Papi memang sangat hemat sekali," Dion pun ikut memberikan sebuah pujian, karena bangga akan anaknya yang memang sangat hebat itu."Ada berapa banyak soal?" tanya Nia dengan antusias.Dila pun terdiam sejenak sambil memegang kepalanya seakan sedang memikirkan sesuatu, mungkin memikir
Read more

Bab 236

Nia sedang disibukkan dengan baby Dirga yang sedang rewel, bayi itu tengah demam tinggi.Tentunya harus dijaga pula dengan baik, sehingga Nia pun meminta bantuan pada Asih untuk membantunya menemani Dila belajar.Apa lagi setelah hari ini anak itu cukup konyol, menjawab soal dengan menutup mata saja. Bahkan lebih anehnya lagi, Dila tampak sangat santai seakan tidak memiliki beban apapun.Malahan Nia yang terbeban karena pusing memikirkan ulah bocah satu itu.Satu-satunya anak perempuan di keluarga, mungkin membuatnya selama ini terlalu dimanjakan.Lantas apakah itu salah?Tentu tidak.Apa lagi selama ini Dila menderita kanker cukup ganas.Hanya saja, tidak baik jika terus demikian yang nantinya malah membuat anak itu yang sulit untuk bisa berdiri di atas kakinya sendiri.Itu sangat tidak baik.Lantas bagaimana dengan Asih yang saat ini di minta untuk menemani Dila belajar?Pusing!"Dila, kalau 3 ekor anak kambing di tambah 3 ekor anak kambing lagi, jadinya berapa?" tanya Asih."Kok,
Read more

Bab 237

"Aku sudah bilang tadi, kalau tiga ekor kucing di tambah tiga ekor kucing. Tapi, anak itu mengatakan aku tidak mengatakan ada ekornya, ya, ampun. Aku pusing dan tidak ingin semakin pusing karena ulah bocah itu. Kodok? Apa lagi dia masalahkan tentang kodok? Memangnya apa harus aku adakan penelitian tentang kodok?" Asih terus saja menggerutu sambil melangkahkan kakinya menuju pintu utama.Dia benar-benar lebih memilih untuk pergi menuju toko dari pada harus mengajari bocah yang terlalu pintar itu.Kesabarannya benar-benar di uji, beruntung sekali Asih tidak menjadi seorang guru.Jika sama iya dan mendapatkan murid seperti Dila, maka tamat sudah riwayatnya.Sedangkan Dila kini belajar bersama dengan Nia, bocah itu tampak begitu serius.Karena, Nia mengatakan akan memberikan hadiah jika mendapatkan juara di kelasnya.Itu artinya apa?Dila harus belajar lebih semangat.Semangat yang membara dan tidak boleh menyerah."Mami, kira-kira nanti hadiahnya apa?" tanya Dila dengan antusias."Apa s
Read more

Bab 238

Hari ini Dila begitu bahagia karena sudah mendapatkan raport, dia berlari sambil berteriak dengan suara nyaringnya.Membuat seisi rumah menjadi gempar seketika mendengarnya.Akan tetapi itu bukan lagi masalah bagi mereka, sebab bocah itu memang demikian jika sudah pulang sekolah.Sedangkan Dion yang berjalan di belakang putrinya itu tampak tidak bersemangat, entah apa sebabnya."Mami, ini raport, Dila," Dila pun memberikan pada Nia.Nia yang tengah duduk di teras rumah sambil menemani kedua anaknya berjemur pun langsung menerimanya dengan antusias."Seharusnya, yang mengambil ini itu, Mami. Pasti, Mami tau bangganya, tadi," kemudian Dila pun melirik Dion, "ya, 'kan, Pi?" tanya Dila dengan giginya yang ompong."Dasar ompong!" kata Dion.Dila pun langsung menunjukan wajah masamnya, karena ini sudah untuk yang keseribu kalinya Dion mengatakan dirinya ompong.Ya kurang lebih begitu, bahkan bocah itu sampai menghitung jumlahnya."Sudah, sudah, tadi, Adek Dirga, sedikit rewel. Jadi, kalau p
Read more

Bab 239

Nia benar-benar mencarikan guru les untuk putrinya, dia tidak main-main dengan apa yang dikatakan.Karena, Dila sudah terlalu besar jika untuk bersikap demikian.Sebenarnya wajar jika Dila sedikit ketinggalan dari teman-temannya dalam hal pelajaran, karena selama ini bertahun lamanya Dila hanya fokus pada pengobatannya.Namun, untuk sekarang dan kedepanya Nia tidak boleh lagi diam.Sebab, Dila sudah sembuh total dari penyakit kangker yang di deritanya.Agar Dila bisa mengejar ketertinggalannya yang begitu jauh, bayangkan saja, saat ini Dila sudah duduk di bangku sekolah dasar dan berada di kelas empat.Tapi, lihatlah kelakukannya. Lebih seperti bocah TK."Mi, Dila nggak suka belajar terus," kata Dila.Berharap saat makan malam ini Nia bisa berubah pikiran untuk tidak mencairkan dirinya guru les.Nia pun melihat wajah Dila, tapi dia tetap melanjutkan makan malamnya."Mana bisa, guru lesnya sudah di cari," jawab Asih."Apaan sih, Mbak Asih, ikut aja ngomong!" kesal Dila.Entah kenapa ke
Read more

Bab 240

Selesai makan malam, Nia pun duduk di ruang keluarga.Nia benar-benar penasaran dengan apa yang sebelumnya di katakan oleh Dila, mengenai Asih dan juga Barra."Ngomong-ngomong, apa yang dikatakan oleh, Dila beneran nggak, sih? Aku kok penasaran, ya," kata Nia berharap bisa mendapatkan sedikit penjelasan dari Asih.Entah mengapa mendadak jiwa julitnya pun muncul dengan sendirinya, biasanya Dila yang demikian. Tetapi, kini berpindah pada Nia."Enak aja, kamu juga, Dila di dengar. Udah tahu itu bocah sableng!" jawab Asih dengan kesal."Tapi, Dila itu polos. Dia, tidak pernah bohong. Dia akan bicara sesuatu yang memang dia saksikan sendiri," ujar Nia dengan yakin, karena dia sangat tahu watak Dila."Jadi, maksud kamu aku yang bohong?" "Nggak gitu juga, makanya. Jawab, aja!""Aku nggak sengaja nabrak dia, itu juga gara-gara, Dila," kata Asih berikut dengan wajah masamnya.Sedangkan Nia menatap Asih dengan begitu serius, tampaknya ada sesuatu yang tengah di pikirkan oleh otaknya."Kamu ken
Read more

Bab 241

"Asih, kamu tidak ke toko?" tanya Bunga yang melihat Asih berada di dapur membantu Bik Minah."Enggak, Bu. Hari ini, karyawan di liburkan. Kata, Nia, biar sekali-kali mereka liburan, agar tidak bosan terus bekerja," jawab Asih.Asih pun melihat Bunga yang memegang keranjang tempat berbelanja sayuran."Begitu," kata Bunga, dia memang mengakui jika Nia adalah wanita yang begitu baik.Tidak serakah pada uang, lihat saja sampai berpikir memberikan satu hari waktu bagi karyawannya untuk beristirahat."Iya, Ibu mau ke mana?" "Mau ke pasar, kalau begitu kamu temani saya saja ke pasar, bagaimana?" tanya Bunga."Boleh, Bu."Asih pun segera mengambil alih keranjang belanja yang di pegang oleh Bunga, kemudian keduanya pun berjalan dengan beriringan."Barra, apa mobilnya sudah siap?" tanya Bunga."Sudah, Bu."Asih tampak begitu kesal saat tahu ternyata Barra yang akan menjadi supir mereka ke pasar."Bu, apa harus dengan dia ke pasar?" tanya Asih, sebab ada banyak supir. Jadi kenapa harus Barra,
Read more
PREV
1
...
2223242526
...
48
DMCA.com Protection Status