Home / Pernikahan / Menantu Bintang Lima / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Menantu Bintang Lima: Chapter 11 - Chapter 20

96 Chapters

Wanita Masa Lalu Mas Arfen?

Ha, katanya tidak tahu makanan kesukaan kami? Lah, itu Mama tahu makanan kesukaan Harum, steak ikan tuna.Hello, maksudnya apa?"Oh, masih dong, Tante. Tuna steak will be my favorite food forever." Harum terlihat sangat senang. Mungkin dia juga tersanjung. "Oh, oke. Tante tulis ya, Harum?" Mama tak kalah senang, sampai-sampai melebarkan senyuman sampai maksimal. "Minumnya chocolate milkshake, kan?"Harum mengangguk, menyimpulkan senyum. "Ya, Tante. Anyway, Mirah, kamu mau pesan apa?"Aku, mau pesan apa?Pesan taxi supaya saya bisa cepat pulang! "Oh, iya, sampai lupa kalau ada Mirah juga di sini." ungkap Mama tenang, santai seakan-akan itu bukan sembilu yang mengiris-iris hati. "Kamu mau pesan apa, Mirah? Tapi jangan oseng tempe atau tumis kangkung, ya? Kayaknya nggak ada deh, di sini, hehehehe. Itu adanya di warteg."Oh, Ya Tuhan!"Kalau ada, Mirah mau ifumie, Mama." jawabku sambil mengatur perasaan agar tetap tertata rapi di hati. Sabar, sabar. Ini ujian. "Kalau nggak ada ifumie,
Read more

Mari Berpisah!

"Sayang, jalan-jalan yuk, di Malioboro?" ajak Mas Arfen dengan gembiranya, berbeda dengan hari-hari biasa. "Kamu pingin ke Batik Hamzah, kan, mau beli kimono? Eh, di sana juga banyak tunik, daster, rok dan semuanya tuh batik. Sandal, tas sampai printilan-printilan cewek juga ba---" "Kamu lagi endorse ya, Mas?" Seketika Mas Arfen terlihat kecewa. Seluruh kulit wajah tampannya memerah. Bola mata tergenang hujan, seperti telaga tersiram cahaya matahari senja. "Kamu kok gitu sih, ngomongnya, Sayang? Aku serius nih, mau ajak kamu jalan-jalan. Mumpung libur setelah shift malam." Aku mengangkat bahu, tanpa berpura-pura terlihat senang, terharu atau semacamnya. "Ayolah, Sayang!" "Nanti Mama marah?" Gantian Mas Arfen yang mengangkat bahu. "Lho, memangnya kenapa kok, Mama marah?" "Ya, nggak tahu, Mas. Selama ini kan, Mama memang selalu marah sama aku. Begini salah, begitu salah. Serba salah, kecuali aku menuruti semua kemauan Beliau. Apa nggak menakutkan itu, Mas? Menyeramkan, serius."
Read more

Hancur Sehancur-hancurnya

"Sayang, tunggu!" Mas Arfen memanggil di belakang.Tanpa mengucapkan secuil kecil kata sekalipun aku berjalan cepat meninggalkan mereka. Mama juga memanggil tetapi perasaan sakit dan terluka di hatiku jauh lebih besar. Mendorong kuat-kuat untuk secepatnya pergi. Sudah terlalu banyak kesedihan yang kudapatkan di sini dan itu dari Mas Arfen dan Mama yang berarti keluarga, bukan orang lain."Sayang …!" Aku tahu Mas Arfen pasti mengejarku, begitu juga dengan Mama tetapi bagiku semua itu sudah terlambat. Sangat terlambat. Sudah jelas-jelas dia selingkuh dengan Mourin tetapi tetap tidak mau mengakui. Mana mungkin---sedekat apa pun mereka---Mourin berani menyentuh smartphone Mas Arfen. Apalagi sampai menyalahkan gunakan seperti itu. Parah!Mama juga. Kenapa begitu membenciku? Selalu menyalahkan, memojokkan. Memangnya aku bola kaki sampai harus diberi tendangan pojok segala? Halo, aku bukan boneka ataupun batu! Berani-beraninya Mama membanding-bandingkan aku dengan Harum? Memangnya siapa dia
Read more

Ujian Cinta

Pulang dari rumah Mommy aku langsung ke rumah kontrakan Bella. Belum sih, keputusanku belum final tetapi ini untuk mengantisipasi hal terburuk yang mungkin terjadi. Bukankah itu jauh lebih baik dari pada---misalnya---tiba-tiba biduk rumah tangga kami kandas dan aku belum punya perahu cadangan. Maksudku, tempat untuk berteduh dari panas dan hujan. "Hai, Mirah!" sambut Bella ramah dan hangat. "Masuk, masuk. Aduh, sorry ya agak lama aku bukain pintunya. Ada panggilan alam tadi di kamar mandi." "Oke, nggak apa-apa, kok." aku mengikuti Bella, menarik koper masuk ke ruang tamu. Berhenti di samping meja kaca bundar yang dikelilingi zabutton. "Teman kamu mana? Eh, siapa namanya, Bella?""Anyelir. Dia lagi ngajar di kampus, ada kelas pagi dia hari ini.""Oh …?" "Anyway, masuk yuk, Mirah? Aku barusan buat pancake, masih anget, lho.""Wow! Mau, dong, pasti yummy!"Kami lalu berjalan ke ruang keluarga. Bella menunjukkan di mana kamarku, kalau misalnya jadi keluar dari rumah Mama. Semoga tidak
Read more

Benang Kusut

Dugaan malpraktek. Itu alasan yang menyebabkan Mas Arfen ditangkap dan ditahan. Berdasarkan laporan yang diterima oleh pihak yang berwajib, Mas Arfen salah memberikan resep kepada pasien. Salah dosage sehingga menyebabkan pasiennya meninggal dunia. Oleh karena Mourin bekerja sebagai asisten dan tidak teliti sehingga akhirnya kertas resep sampai ke pasien, dia pun ikut ditahan. Pihak kepolisian yang tadi menemui kami memberikan keterangan, khawatir jika di lapangan telah berlangsung kerja sama antara Mas Arfen dengan Mourin. Khawatir juga kalau masalah ini bukan pertama kali terjadi di kliniknya. "Aduh, Mirah … Lama nggak ya, Arfen ditahan?" pertanyaan Mama menaikkan level kegelisahan secara signifikan. Memang, aku memang menginginkan kami untuk berpisah tetapi jelas bukan seperti ini caranya. Bukan LDR karena Mas Arfen masuk hotel prodeo. "Aduh, Mama hancur banget rasanya.""Mama yang sabar, ya?" kataku menyemangati. "Mama yang kuat. Mirah yakin, semuanya akan baik-baik saja. Kita d
Read more

Skandal Mourin

Di luar dugaan, Mama langsung menerjang ke arah Mourin. Mencengkeram kerah blus dengan tangan kanan sementara tangan kiri menjambak rambutnya. Mama mendekatkan wajah, melekatkan pandangan. "Oh, jadi ini yang namanya Mourin itu? Asisten bodoh yang sudah menjerumuskan anak saya, ha? Ternyata kamu orangnya …!""Mama, sudah, Mama!" aku mencoba menghentikan tindakan emosional sekaligus temperamental Mama. "Mama, sabar, Mama!"Mama tidak menghiraukanku, tentu saja. Dia malah semakin menjadi-jadi, seolah-olah tengah berada di atas ring tinju dan Mourin adalah lawannya. "Jangan main-main sama Arfen, ya, karena itu berarti kamu juga bermain-main sama saya. Ngerti kamu?""Aaaaaaa … Lepaskan saya, atau saya akan laporkan ke polisi juga, ha?""Jaga ucapan kamu, ya? Ingat! Anak saya pasti segera bebas karena dia tidak bersalah. Kamu yang akan kembali ke sel tahanan dan akan segera masuk penjara. Kamu akan mendekam di sana selama-lamanya. Ingat itu!"Mama melepaskan Mourin, menghempaskannya begitu
Read more

Dua Garis Merah

"Apa, Dokter, sa---saya ha---hamil?" aku tak mampu menutupi rasa gugupku. Ya Tuhan, ujian apa lagi ini? Arfen ditahan polisi, entah bagaimana keputusan sidangnya nanti dan aku malah hamil? Aduh, kenapa harus sekarang, sih? "Serius, Dokter?"Dokter Rahma mengangguk, tersenyum tulus. Mama tak henti-hentinya mengucapkan syukur dan Mbak Sri langsung bersujud, air matanya mengujan deras. Sungguh, tak pernah menyangka kalau kehamilan ini akan mendapatkan respon sebagus dan setulus ini dari mereka. "Ya, serius, Mbak Mirah." Dokter Rahma menunjukkan test pack dengan dua garis merah di dalamnya. Wajahnya cerah sekali seakan-akan itu hasil pregnancy test-nya sendiri. "Selamat ya, sebentar lagi Mbak Mirah akan jadi seorang Ibu. Selamat juga karena Mbak Mirah telah menjadi seorang pemenang, penerima anugerah terindah berupa Malaikat Kecil.""Makasih, Dokter. Aduh, saya bangga sekali, bahagia dan terharu karena sebentar lagi saya akan menjadi Eyang Uti." Mama, sambil terisak-isak mengungkapkan is
Read more

Fokus ke Solusi

"Halo, Mirah!" jumawa, Mourin menyambutku di depan rumah mewah tiga lantai bercat putih melati dengan taman kecil di samping garasi mobil. Satu paket lengkap dengan air mancur buatan di tengah-tengah kolam yang berisi banyak ikan mas. "Emh, akhirnya kamu datang ke sini juga. Gimana, kamu pasti mau membujuk aku kan, biar secepatnya membebaskan Mas Arfen?"Aku tersenyum masam plus getir. Bukan hanya karena sapaan Pak dan Bu yang sesuai lenyap dalam diri Mourin. Tetapi lebih cenderung ke persoalan kendali. Mourin pasti memegang kuat kendali atas diri Mas Arfen kan, selama ini? Ah! Jadi semakin sadar, bagaimana bisa Mas Arden diam di saat Mourin menjajah smartphone-nya. Aduh, walaupun belum seratus persen yakin kalau kasus ini adalah skandal Mourin, rasanya menyesal juga pernah cemburu. Bukan hanya cemburu, tetapi curiga dua puluh empat jam penuh. Nyaris paranoid dan lebih gilanya lagi, pernah menantang Mas Arfen untuk berpisah. Memangnya Mourin ini siapa, sih? Kontribusi apa yang suda
Read more

Syok Luar Biasa

"Aku nggak percaya, kamu punya sisi kasar, Mirah!""Semut pun akan berontak kalau tersakiti, apalagi aku?""Hemh, ck … Kasihan kamu, Mirah, seperti apa sih cara Mas Arfen mencintai kamu? Dia temperamental banget, ya?" "Hei, jaga ucapan kamu, ya?" tanpa sadar aku berteriak. "Jangan macam-macam kamu di sini! Jangan mentang-mentang masa kecil kamu di sini, oke?"Harum mencebik. "Kamu cemburu, ya? Kasihan, kasihan!""Kalau memang semua yang kamu katakan itu benar, buktikan!" kataku tanpa memperdulikan bagaimana dia menjerit-jerit memanggil Mama, meminta bantuan. Aku sudah terlanjur mencengkeram lehernya. "Lagian, kok bisa sih, kamu ngelakuin hal yang serendah dan sehina itu? Terlihat cantik dan berkelas tapi nggak punya harga diri. Percuma saja kamu cumlaude atau apalah di universitas ternama Eropa kalau menjaga kehormatan diri saja nggak becus!" Entah bagaimana tiba-tiba-tiba sesuatu yang buruk menimpaku dengan sempurna. Napasku tersengal-sengal, tubuh gemetar dan lambung. Hampir saja
Read more

Golongan Darah AB

"Mas Arfen kenapa, Mama?" spontan aku membalikkan pertanyaan. "Ada apa, Mama?""Ada apa, Mbak Menur?" Mommy ikut panik. Melompat turun dari tempat tidur. "Ada apa dengan Arfen?"Mama tidak langsung menjawab, sekujur tubuhnya gemetar. Bersyukur masih bisa mengacungkan smartphone, memberi isyarat kalau masih terhubung dengan seseorang. Secepat mungkin, aku mengambil alih, mencoba berbicara. "Halo!""Ya, halo. Apa benar ini dengan Mbak Mirah?""Betul."Laki-laki di seberang sana memberi kabar kalau Mas Arfen dirawat di rumah sakit karena sudah menyayat pergelangan tangannya dengan pecahan kaca. Pendarahan yang dialami cukup parah, sehingga memerlukan transfusi darah. Jadi, keluarganya yang berarti aku dan Mama harus segera ke rumah sakit, sekarang juga. Sebelum semuanya terlambat, tentu saja. "Ba---Baik, Pak. Kami akan segera ke sana. Terima kasih.""Baik, Mbak Mirah. Sama-sama."Tanpa berkata-kata lagi, aku menubruk Mommy dan memeluknya erat-erat. Tangisku benar-benar pecah sekarang
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status