Semua Bab Dua Sisi Menantu : Bab 21 - Bab 30

33 Bab

Bab 21 (Messenger yang terkunci)

Aku memeluk lengan Mas Ilyas, kuat. Tubuhku bergetar, menyaksikan mukjizat yang baru saja terjadi dihapanku."Allah maha baik untuk orang-orang yang bersyukur ya, Nis. Mas nggak nyangka peristiwa seperti ini terjadi dalam hidup, Mas," ujar Mas Ilyas. Aku menganggukkan kepala.Pelan, kami mendekati Mbak Mira dan suaminya. "Nis, anak Mbak ada suaranya," ucap Mbak Mira dengan air mata masih mengalir. Disisinya Mas Rezi menatap bayi mereka yang sedang menyusu."Bayi yang cantik," ujar Mas Ilyas. "Semoga Allah segera memberikan om dan tante yang seperti kamu ya." Seketika Mas Rezi dan Mbak Mira mengaamiinkan. Begitupun aku."Kado dari om dan tante nanti ya, datang sekali lagi," lanjut Mas Ilyas."Terimakasih, Yas. Kalian mau datang hari ini saja Mas dan Mbak sudah berterimakasih sekali.""Ah, tak apa, Mas. Saya juga berterimakasih, Nisa punya teman sekarang. Katanya, Mbak Mira itu sudah seperti kakaknya. Kebetulan Nisa juga a
Baca selengkapnya

Bab 22 (Annissa Zahra namanya)

Pov Ibu Entah mengapa setiap melihatnya aku tak pernah suka. Bagiku Ilyas seperti salah memilih. Walaupun kuakui perempuan itu merupakan perempuan yang baik, tapi tetap saja rasa menolak dan tak suka lebih merajai hati. Dia, tak sepadan dengan kami. "Bu." Panggilan dari Rika, anak sulungku membuyarkan lamunan. Aku menoleh kearah perempuan yang kulahirkan tiga puluh tiga tahun silam itu."Ada apa?""Cuma mau tanya, kalau Ilyas tak mau tinggal disini bagaimana, Bu?""Kamu mencemaskan hal itu?" Tampak Rika menganggukkan kepala."Ya kamu yang masak," ujarku datar. Mata Rika membulat."Kok Rika, Bu? Rika mana bisa.""Seperti kata Nisa. Belajar.""Zahira gimana, Bu? Siapa yang pegang?"Aku berpikir sejenak. Iya juga."Hm, Kalau Ilyas dan Nisa tetap mau pulang. Ibu akan minta Sarah yang memasak."Kali ini mata Rika membulat lebih besar. Dan, aku faham maksudnya."Ibu akan
Baca selengkapnya

Bab 23 (Kecurigaan)

"Mas pergi dulu ya. Baik-baik dirumah. Hp Mas tinggal ya. Mas pulang pasti tepat waktu," ujar Mas Ilyas dipintu saat akan pergi memenuhi undangan Pak RT."Iya, Mas. Kalau nanti mau agak lama minta anak-anak sini bilang ke rumah ya. Jadi Nisa nggak cemas.""Iya, Sayang. Assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam."Kupandangi suamiku yang perlahan keluar dan membuka pagar.Menekan kuat jempol kaki satu sama lain. 'Ayo, Nisa. Ayo. Mumpung belum jauh. Suamimu pasti memberi tahu, dia sangat mencintaimu. Tanyakan dan tenangkan hatimu.' Sisi jiwaku berbicara.'Tapi bagaimana jika suamimu tak mau memberi tahu? Jika suamimu tak memberi tahu, artinya selama ini pernikahan kalian penuh kebohongan dan untuk apa dipertahankan?' Sisi jiwaku yang lainnya ikut menambahi. Mereka saling berontak dan saling memaksakan keinginan masing-masing. Aku memejamkan mata kuat, menguatkan diri atas segala kemungkinan yang akan kudapati ataupun terjadi. Wala
Baca selengkapnya

Bab 24 (Rasa yang tak nyaman)

Usai sholat subuh aku langsung beranjak ke dapur. Memasak sarapan untuk kami, setelah selesai, lanjut memutar cucian sembari membereskan sedikit keberantakan rumah. Tak lama Mas Ilyas pulang dari masjid. Dengan sigap lelaki yang membuatku belakangan ini menjadi curiga itu membantu membereskan rumah. "Sayang, ngajar?""Ngajar, Mas," jawabku pada Mas Ilyas. Lelaki itu sedang mengepel ruang tamu."Mas antar nanti ya. Pulangnya juga mas jemput, terus kita langsung pergi jalan-jalan. Mas rindu suasana kota ini.""Loh, bukannya mau ke rumah Ibu Mas antar lauk?""Nggak. Hari ini kita nggak usah kesana. Kita jalan-jalan aja.""Loh kok gitu? Makan Ibu gimana, Mas?""Ibu pagi ini pergi ziarah ke makam Bapak. Diajak Sarah. Mereka juga bawa bekal katanya makan dijalan. Singgah ditempat yang teduh. Kalau daerah atas sana banyak tempat teduh kan." Aku membulatkan mata. Ibu akan pergi ziarah bersama Sarah? Bawa bek
Baca selengkapnya

Bab 25 (Rasa yang tak nyaman 2)

"Sayang, udah selesai?" tanya Mas Ilyas padaku."Sudah, Mas. Tapi ini pastikan Mas kita ke kampung? Nanti udah kirim barang duluan ternyata nggak jadi pulang kan nggak enak sama Bapak dan Ibu," tanyaku memastikan lagi. Ya, rencana kami akan mengirim semua keperluan kami selama di kampung orang tuaku nanti. Karena sepulang pergi dari puncak kami akan langsung ke kampung selama sebulan seperti janji Mas Ilyas. Untuk langsung membawanya rasanya tak mungkin, jadi kami putuskan untuk mengirim semua barang duluan kesana. "Pasti sayang. Pasti. Mas nggak akan bohong kok. Sepulangnya dari puncak kita langsung ke kampung.""Baik, Mas.""Oh ya, lauk untuk Ibu sudah di siapkan, Nis?""Sudah, Mas. Tinggal pasang saja, karena tadi masih panas.""Yasudah, biar Mas yang pasangkan ya," jawab Mas Ilyas lalu pergi beranjak. Setelah mengirim barang, tepat pukul dua belas aku tiba di rumah Ibu. Suasana ruma
Baca selengkapnya

Bab 26 (Ara)

POV ILYAS (Ara) Ara namanya. Perempuan ceria nan supel yang telah memikat hatiku. Pemilik kulit putih dengan senyum manis itu benar-benar memberi warna dalam hati. Awal berkenalan dengannya karena pertemuan tak terduga, sama-sama mengantri membeli makanan cepat saji. "Kak, nomor antrian berapa?" Sebuah suara menyapa."19," jawabku tanpa menoleh. Asik berbalas chat dengan teman di ponsel terbaru bermerk Blackberry."Cepat ya, aku 27. Hm bisa titip nggak, Kak? Cuma seporsi nasi ayam, kentang goreng, dan milo dingin aja kok.""Nggak!""Huh, pelit," cibirnya, "pantes sombong, orang kaya." Mendengar ucapannya seketika membuatku menoleh. Cantik. Satu kata didetik pertama. Lalu perempuan itu merangsek maju menemui seorang Ibu paruh baya didepanku.  Melakukan usaha yang sama. Dan, berhasil. Gigih. Dua kata didetik ke dua puluh. Entah mengapa mata ini menjadi tak ingin lepas m
Baca selengkapnya

Bab 27 POV ILYAS (Tertangkap basah)

POV ILYAS (Tertangkap basah) Dua bulan setelah itu. Tepat usia Ara yang akan ke dua puluh empat. Dia merengek manja padaku meminta sebuah hadiah besar untuk ulang tahunnya. Aku tertawa dibuatnya, karena ia mengomel panjang lebar sebelum memutuskan panggilan begitu saja. Kukatakan dia tidak akan mendapatkan apa-apa dariku. Sudah tua, tak pantas lagi meminta dan menerima kado, itu alasanku. Padahal sebenarnya aku sudah menyiapkan hadiah khusus dan besar untuknya. Sebuah mobil sunroof berwarna merah impiannya, tak lupa sebuah cincin yang akan aku sematkan dijarinya. Ya, benar kata Ibu. Usia kami sudah pantas untuk menikah. Aku mapan, begitupun Ara. Tak ada alasan untuk menunda lagi. Terlalu lama, tak baik juga. Satu minggu sebelum ulang tahun Ara, aku izin pulang. Menaiki pesawat Etihad Airways aku menuju Indonesia. Dengan membawa harapan dan cinta yang besar untuk perempuanku. Calon Ibu dari anak-anakku. Sarah Tara Putri.
Baca selengkapnya

Bab 28 POV ILYAS (Membencimu)

Berkali-kali dering ponselku terdengar. Panggilan Ara yang ku abaikan. Ibu dan Bunda telah kuminta untuk tak usah lagi datang, dan aku meminta waktu untuk sendiri. Setelah mengatakan hal itu, Bunda langsung berhenti menghubungi. Hanya Ibu yang masih terus saja menghubungi, meminta kepastian dan penjelasan. Ah, Ibu. Haruskah ku katakan bahwa anak lelakimu yang telah menaklukan laut di bumi ini baru saja dipermainkan seorang wanita dan saat ini menjadi hancur? Dan, wanita itu adalah menantu idamanmu? Juga, istri idaman anakmu? "Yas, yang di cafe gimana?" Suara Rangga menyadarkanku dari lamunan."Entahlah, Ga. Rasanya gue nggak bisa mikir lagi.""Yas, gue paham perasaan lu. Gue pernah di posisi lu, ya walau si mantan nggak separah si Ara sih. Jancuk! Asli parah banget itu emang si Ara. Gue nih normal ya, Yas. Tapi tadi pas liat selimut si Ara melorot, yang ada tambah jijik gue. Halah, susah gue move on dari em
Baca selengkapnya

Bab 29 (POV SARAH)

[Sudah Mas transfer ya. Semoga Papa cepat sembuh] Sebuah pesan whatsapp masuk ke ponselku. Aku tersenyum membacanya. Lima puluh juta kini mendekam manis dalam rekeningku. Kamu yang terhebat Mas. Segera aku mandi lalu berangkat ke kantor dengan perasaan bahagia yang membuncah didada. Tak kuhiraukan getar-getar pada ponselku. Panggilan dari si pengirim lima puluh jutaku. Ah, nanti saja. Aku sudah hampir terlambat ke kantor. Setelah berpamitan pada Mama segera aku berangkat ke kantor."Jangan lupa, jenguk Papa sepulang kerja," teriak Mama begitu aku berada di ujung pintu."Ya," jawabku malas. Apa yang keluar dari mulutku belakangan ini adalah semua dari kebalikannya. Ya, kataku artinya adalah tidak. Tentu saja aku tidak akan menjenguk Papa. Terlalu malas melihat wajahnya. Ada tidaknya dia, tak berpengaruh apapun bagi hidupku, terlebih kantongku. Saat sehat hanya ingat istri dan dua anak ny
Baca selengkapnya

Bab 30 (POV SARAH_Ketahuan)

Berkali-kali aku menghubungi Mas Ilyas. Lelaki yang menemani hari-hariku selama lima tahun belakangan ini. Lelaki yang menjadi atm berjalanku. Bersamanya ketemukan warna-warni hidupku. Sejak mulai tamat sekolah, kuliah hingga bekerja tak lepas dari dukungan dan bantuannya. Kembali kucoba menghubunginya. Hasilnya nihil. Bahkan ternyata nomorku sudah di blokir Mas Ilyas. Aku tak habis akal. Kembali kuhubungi nomor ponselnya. Tersambung. Ditolak. Dan lagi, diblokir. Kuhapus airmataku, kasar. Rasanya menyesakkan. Kenapa setelah semuanya terjadi justru perasaan cintaku semakin besar? Benarkah ini cinta atau rasa penyesalan saja? "Jalang!" Lagi si brengsek Rangga memakiku lalu tancap gas, membawa mobil merah yang harusnya menjadi milikku, kado terbesar di sepanjang ulang tahunku selama ini. Ah, kenapa Mas Ilyas bisa kedaratan dan aku tak mengetahuinya?Dan kenapa pula Mas Ilyas bisa sepintar itu? Pa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status