Home / Pernikahan / Pakaian Bayi di Mobil Suamiku / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Pakaian Bayi di Mobil Suamiku: Chapter 1 - Chapter 10

33 Chapters

Menyelidiki yang Sebenarnya

"Kamu gak buka pintu mobil belakang, 'kan?" Aku yang baru saja masuk ke dalam rumah, langsung menoleh. Menatap Mas Riko yang berjalan mendekatiku. "Enggak." "Oke, bagus. Eh, Mas pergi sebentar, ya. Mau kasih seblak pesanan teman. Sebentar aja." Pandanganku tak lepas menatap Mas Riko yang mengambil seblak dengan santai. Dia langsung keluar rumah. Ingin sekali aku mengikutinya sekarang, tetapi anakku—Andre, tidak bisa ditinggal sekarang. Apalagi ini sudah lumayan malam. "Andre! Makan, Sayang!" Terdengar langkah kaki mendekat. Aku tersenyum, menyuruh Andre mendekat. "Wih, seblak, ya, Ma?" Aku tersenyum, sambil mengangguk. "Kamu udah selesai belajar?" "Udah." Saat kami makan berdua, Andre tidak berhenti melirik ke arahku. Ada apa dengannya? "Kenapa? Kok dari tadi lihat ke Mama terus?" Andre terlihat salah tingkah. Aku tertawa pelan, menuangkan air minum ke dalam gelas. "Ma." Anakku akhirnya memanggil. Sepertinya, sejak tadi dia ingin berbicara padaku, tapi momennya belum te
Read more

Ketemuan di Restoran Supermarket

"Mas, kita ke supermarket, yuk." Aku menyodorkan gelas minuman ke Mas Riko. Dia menerimanya, sambil tersenyum. Ini sudah sore hari, Mas Riko sedang duduk-duduk sore. Sedangkan Andre sedang ada di kamar. Dia sibuk dengan buku bacaan. Sejak kejadian tadi pagi, aku memutuskan untuk pura-pura tidak tahu di depan Mas Riko. Sudah ada strategi yang akan aku lakukan. "Mau ngapain? Kalau gak jelas, gak usah, deh. Keuangan Mas udah nipis, nih."Keningku mengernyit mendengarnya. "Baru juga beberapa hari yang lalu gajian. Masa udah mau habis aja."Mas Riko hanya melirikku, kemudian membuang pandangan. Dia kembali fokus ke ponsel. Sambil sesekali minum. Jujur saja, antara aku dan Mas Riko. Kami kurang terbuka. Padahal, dalam rumah tangga, harusnya saling terbuka. Setiap masalah dibicarakan baik-baik. Ah, ini yang harus aku lakukan. Membicarakan semuanya dengan Mas Riko. "Kamu gak ada yang mau dibicarakan ke aku gitu, Mas?"Suamiku mengangkat pandangannya. "Bicarain apa? Gak ada, lah." "Ma,
Read more

Tetangga Baru

"Kok tadi malam Mas ngetuk pintu gak ada yang bukain?" Mas Riko bersungut-sungut masuk ke dalam rumah. Wajahnya tampak kusut, mungkin karena masih kesal. Siapa suruh tadi malam dia bertemu dengan wanita lain. Sepertinya, Mas Riko pulang larut malam. Aku memasak sarapan sambil mendumal dalam hati. "Tuh, digigitin nyamuk semua. Kamu gimana, sih?" Mas Riko masih mendumal. Aku menatapnya yang sedang menggaruk-garuk tangan dan kaki. "Mana ban mobil kempes." Masih saja dia menggerutu. "Maka nya, jangan ketemuan sama teman malam-malam. Aku udah tidur, Bibi udah tidur. Masa kuncinya bisa jalan sendiri."Padahal, tadi malam aku sempat terbangun. Mendengar Mas Riko menggedor-gedor pintu.Suamiku itu masih bersungut-sungut, dia akhirnya berjalan ke kamar. Itu baru permulaan, Mas.Saat Mas Riko mandi, aku buru-buru masuk ke dalam kamar. Ah, rupanya benar. Mas Riko lupa membawa ponselnya. Dengan cepat, aku menyalakan ponsel Mas Riko, kemudian mencari nama kontak wanita itu. Setelah menyali
Read more

Jangan Bermain-Main Denganku!

"Ayo. Silakan masuk. Jangan malu-malu, Bu." Aku menatap wajah wanita polos di hadapanku ini. Beberapa detik, pandanganku berpindah ke bayi yang ada di gendongannya. "Bu? Ayo, masuk." Sebenarnya, wanita ini mengenalku atau tidak? Apakah Mas Riko sudah membuka jati dirinya? Bilang yang sejujurnya, kalau dia sudah punya istri? Ah, atau Mas Riko belum bilang? Ini benar-benar menarik. Ada kemungkinan juga, wanita di hadapanku ini pura-pura tidak tahu saja. Baiklah. Aku berusaha menyesuaikan diri. Jangan sampai terlihat terkejut di hadapannya. "Saya Diah, Bu. Rumah saya tepat di depan rumah Ibu. Kalau Ibu mau berkunjung kapan-kapan boleh banget. Apalagi ajak suaminya Ibu." Aku mengukir senyum, sembari masuk ke dalam rumah wanita itu. Bu Yanti juga membuntutiku dari belakang. "Ngomong-ngomong, Ibu belum kenalan." Aku menyindirnya. "Ah, iya. Saya Kana, Bu."Bayi yang ada di gendongan Kana menangis. Wanita itu permisi pada kami berdua. Selama Kana pergi, aku memperhatikan seluruh rua
Read more

Meminta Bantuan Papa

"Bangun, Mas. Udah siang."Mas Riko menggeliat. Dia mengerjapkan mata, kemudian menoleh ke jam dinding. Dia langsung berdiri. "Kok gak bangunin dari tadi? Ini udah siang banget, Diah." "Baru jam tujuh, Mas." Buru-buru aku mengambil bantal dan selimut, membawanya ke ruang kamar. "Masalahnya di kantor masuk jam tujuh. Kamu gimana, sih." Aku mengangkat bahu, menatap Mas Riko yang sibuk sendiri. Dia terlihat kesal sekali. Siapa suruh dia susah dibangunkan. Mimpi indah banget kayaknya, mimpiin bayinya kali. Sebenarnya, aku sudah selesai masak. Bahkan, Andre sudah berangkat sekolah. Ini memang sudah siang sekali. Baru kali ini Mas Riko bangun kesiangan. Biar saja dia kena marah. Masa tidak bisa bangun sendiri. "Pagi, Bu Diah." Bu Yanti yang lewat menyapaku sambil tersenyum. Aku balas tersenyum, sambil mengambil selang air. Menyiram tanaman. "Pak Riko belum berangkat, Bu? Memangnya gak kena marah gitu, ya?"Mendengar pertanyaan Bu Yanti, aku mengernyit. Kenapa tetanggaku ini jadi p
Read more

Ceraikan Riko!

"Ka—kamu serius, Diah?" Aku mengangguk. Ya, disini yang paling terkejut adalah Mama, karena Mas Riko sudah dianggap sebagai anak sendiri oleh Mama. Apalagi, setiap Mas Riko datang, dia terlihat baik sekali. Wataknya tiba-tiba berubah. Seperti punya dua kepribadian."Udah lama kamu tau itu?" Papa terlihat marah sekali. Aku menggenggam tangan Mama. Menghela napas pelan. "Baru beberapa hari yang lalu, Pa." "Kurang ajar!" Mendengar teriakan Papa, aku sedikit tersentak. Sedangkan Mama langsung berdiri, menenangkan Papa. "Gak tahu diri! Atau dia lupa diri, hah?!""Sabar, Pa. Ada Andre disini. Jangan teriak-teriak." Mama mengusap-usap punggung Papa. Aku menunduk. Mungkin, ini salahku, karena memberitahukan lebih cepat. Hanya saja, aku ingin yang terbaik untuk Andre. Beberapa menit, suasana kembali tenang. Papa menatapku serius. Akhirnya, aku menceritakan semuanya. Awal pertama kali, aku tahu, kalau Mas Riko menikah kembali. "Kamu tunggu apalagi, Diah? Ceraikan Riko. Papa sudah tida
Read more

Kamu Tidak Akan Pernah Menang, Mas!

"Kemarin ada penurunan keuangan. Kenapa?"Aku menghela napas lega. Ternyata Papa mengerti gerakan tubuhku. Papa bisa bersandiwara di depan Mas Riko.Rencana ini tidak jadi gagal. Mama dan Papa bisa menahan emosi. Bahkan, bisa bersandiwara juga. Tidak tampak emosi, saat melihat Mas Riko. Wajah Mas Riko berubah. Dia tampak kebingungan sendiri menjawab pertanyaan Papa. "Ah, kemarin Riko gak fokus, Pa. Lagi ribut banget di rumah. Iya, kan, Sayang?" Mas Riko menoleh ke aku. Matanya mengedip-ngedip. Mengajak kerja sama, rupanya. Aku mengangguk-angguk. Baiklah, Mas Riko harus tahu kerja sama yang sebenarnya. "Iya, lagi ribut banget, Pa. Dokumen kantor ada yang hilang." Kemarin memang sempat ada dokumen yang hilang. Di rumah bahkan ribut sekali. Ini justru alasan yang menarik. "Kok gitu, sih, Di? Enggak, Pa. Beneran, deh. Riko gak hilangin dokumen apa pun." Wajah Mas Riko tampak ketakutan sekali. Dia berusaha membantah perkataanku. Mungkin, dia tidak mau jabatannya diturunkan. Aku mena
Read more

Pakaian Bayi Milik Siapa?

Pakaian Bayi di Mobil Suamiku [Besok beliin dot buat Ayna, ya, Yah. Soalnya udah waktunya ganti.]Aku mengernyit melihat pesan yang baru saja masuk ke ponsel suamiku—Mas Riko. Ini pertama kalinya aku memeriksa ponselnya. Terdengar pintu kamar mandi dibuka. Aku buru-buru meletakkan ponsel ke atas meja. Pura-pura tidak tahu. "Kamu ngapain disitu?" tanya Mas Riko sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Gak papa. Cuma berdiri aja. Kamu kok kalau pulang kerja terlambat terus, Mas?" Mas Riko tampak tidak nyaman dengan pertanyaanku. Baiklah, lagi-lagi dia tidak mau jujur. Padahal, Mas Riko harusnya bilang, kalau dia lembur. Ini tidak mau bilang apa pun. Jadinya, aku berpikiran macam-macam begini. Aku berjalan ke dapur, masih memikirkan pesan di ponsel Mas Riko tadi. Nama kontaknya tanda titik. Siapa yang punya nama pakai tanda titik?Kali ini, ponselku yang berdering. Aku menatap layar,
Read more

Foto Muda Mas Riko

"Kamu ngapain di dalam kamar tamu, Mas?"Akhirnya, aku membukakan pintu, setelah semalaman Mas Riko dan Kana tidur bersama tikus-tikus. Mata Mas Riko tambah hitam, dia sepertinya mengantuk sekali. Ya. Aku tahu, Mas Riko tadi malam tidur bersama Kana. Dia pindah kamar."Kemarin, Mas bantuin Kana, ada tikus di dalam kamar. Dia teriak-teriak. Eh, pintunya malah ke kunci. Layaknya pintunya rusak, deh. Nanti Mas panggilin tukang. Kamu dapat kunci darimana?"Alasan. Aku memalingkan wajah. "Kunci cadangan yang dipegang Bibi. Lah, si Kana udah teriak-teriak pagi-pagi."Wajah Kana tampak kesal. Dia langsung pergi, tanpa pamit. Seperti tidak tahu diri. Aku yakin, dia pasti kapok untuk tinggal disini. Memangnya enak. Mereka berdua tidak akan bisa melawan aku. Tenang saja, meskipun aku tidak mengambil bukti, tetapi ada CCTV di kamar tamu. Itu adalah bukti yang sesungguhnya."Eh? Kamu gak kerja, Mas?"
Read more

Rencana Jahat Kana dan Mas Riko

"Mana Papa, Ma?" Aku mengusap peluh di dahi. Tadi sudah terburu-buru datang kesini, setelah Mas Riko menelepon. "Masih di dalam, diperiksa sama dokter." Mama tersenyum. Sama sekali tidak menangis, tetapi guratan kekhawatirannya tampak jelas sekali. Buru-buru aku duduk di kursi sebelah Mama. Memeluk Mama dari samping. "Gimana kejadiannya, Ma?"Jujur saja, aku tidak tahu, kenapa Papa bisa masuk rumah sakit. Padahal, kemarin baik-baik saja. Sehat. Mama menggeleng, tersenyum tipis. "Pingsan di kantor. Mama juga gak tahu gimana kejadiannya. Cuma Papa, sama—"Perkataan Mama terhenti. Menghela napas pelan. "Sama suami kamu, Riko."***Sejenak, pikiranku teralih ke Papa, bukan lagi masalah foto Mas Riko dan Kana. Sepertinya, ini menyangkut hal kemarin. Dokter keluar dari ruangan. Menjelaskan beberapa hal ke Mama. Sedangkan aku menunggu di kursi. "Ayo, masuk."Aku mend
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status