Home / Pernikahan / Pakaian Bayi di Mobil Suamiku / Menyelidiki yang Sebenarnya

Share

Pakaian Bayi di Mobil Suamiku
Pakaian Bayi di Mobil Suamiku
Author: Rahma La

Menyelidiki yang Sebenarnya

Author: Rahma La
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu gak buka pintu mobil belakang, 'kan?" 

Aku yang baru saja masuk ke dalam rumah, langsung menoleh. Menatap Mas Riko yang berjalan mendekatiku. 

"Enggak." 

"Oke, bagus. Eh, Mas pergi sebentar, ya. Mau kasih seblak pesanan teman. Sebentar aja." 

Pandanganku tak lepas menatap Mas Riko yang mengambil seblak dengan santai. Dia langsung keluar rumah. 

Ingin sekali aku mengikutinya sekarang, tetapi anakku—Andre, tidak bisa ditinggal sekarang. Apalagi ini sudah lumayan malam. 

"Andre! Makan, Sayang!" 

Terdengar langkah kaki mendekat. Aku tersenyum, menyuruh Andre mendekat. 

"Wih, seblak, ya, Ma?" 

Aku tersenyum, sambil mengangguk. "Kamu udah selesai belajar?" 

"Udah." 

Saat kami makan berdua, Andre tidak berhenti melirik ke arahku. Ada apa dengannya? 

"Kenapa? Kok dari tadi lihat ke Mama terus?" 

Andre terlihat salah tingkah. Aku tertawa pelan, menuangkan air minum ke dalam gelas. 

"Ma." 

Anakku akhirnya memanggil. Sepertinya, sejak tadi dia ingin berbicara padaku, tapi momennya belum tepat. 

"Kenapa?" 

"Tadi, pas selesai belajar, Andre mau ambil minum, terus Andre lihat Papa lagi Video call sama tante-tante." 

Mendengar perkataan Andre, aku langsung menoleh ke arahnya. Benar dugaanku selama beberapa hari terakhir ini. 

Mas Riko memang terlihat berubah. Dia tampak berbeda, tidak aku kenali. 

"Pakai sayang-sayangan gitu."

Andre baru kelas enam SD. Dia mungkin sudah mulai paham dengan arti cinta, tapi dia tidak paham dengan apa yang terjadi. 

Aku tersenyum, mengusap punggung tangan Andre. "Itu teman kerja Papa. Jangan tanya apa-apa ke Papa, ya. Nanti Papa malah marah." 

Anakku itu mengangguk ragu. 

"Tapi Mama gak kenapa-napa, 'kan? Maksudnya, nanti kalau Mama sama Papa berantem gimana?" 

Ah, pemikirannya sudah mulai beranak dewasa. Aku mengusap kepalanya, kemudian menggeleng. 

"Percaya sama Mama, ya, Nak."

***

Besok paginya, aku yang sedang mempersiapkan makanan untuk Mas Riko, berkali-kali masuk ke dalam kamar. Tidak aku dapati ponselnya dimana-mana. 

Padahal, aku mau menyalin nomor telepon wanita yang tadi malam mengirimkan pesan. 

Aku yakin sekali. Mas Riko pasti melakukan sesuatu. Sudah hampir tiga bulan, sikapnya berubah. 

Mas Riko sering sekali tertawa sendirian dengan ponselnya. Malam-malam tidak ada di kamar. 

"Ma, ngapain bengong?"

Eh? Aku menoleh ke Andre. 

"Gak papa. Ayo cepet habisin sarapannya, biar berangkat sama teman yang lain." 

Andre mengangguk, bertepatan dengan Mas Riko yang turun dari lantai dua. Dia membawa jas kerja, menyapa Andre. 

Belum juga duduk, telepon Mas Riko berdering. Suamiku itu berdiri, berjalan menjauhi meja makan. 

Ini gelagat yang paling mencurigakan. Kenapa dia harus menjauhi meja makan? Padahal, kalau tidak ada apa-apa Mas Riko pasti menelepon di sini. 

Aku ikut berdiri, berjalan pelan mendekati Mas Riko yang sedang menelepon. 

"Iya. Nanti aku beliin. Kamu tenang aja, Sayang." 

Telingaku sedang tidak salah mendengar, 'kan? Mas Riko baru saja memanggil seseorang disana dengan panggilan sayang. Panggilan yang selalu untukku. 

"Yaudah. Kamu sabar, ya. Nanti sebelum berangkat ke kantor, aku antar." 

Buru-buru aku kembali duduk di meja makan. Mas Riko seperti biasa, dia seperti tidak merasa bersalah. 

Pasti tebakanku benar. Mas Riko bermain di belakangku. 

***

Mas Riko pamit. Setelah mobilnya menghilang di ujung jalan, aku langsung mengambil tas, naik ke taksi yang sudah menunggu sejak tadi. 

"Cepat, ya, Pak."

Mobil Mas Riko berhenti di minimarket. Taksi kami berhenti di depan butik samping supermarket, menjaga jarak. 

Hampir sepuluh menit menunggu, Mas Riko akhirnya keluar dari minimarket, membawa kresek berwarna putih. 

Aku mengambil ponsel, menelepon Mas Riko. 

"Halo, Sayang." 

"Halo, Mas. Kamu udah sampai di kantor?"

Mas Riko diam sejenak di seberang sana. "Udah. Kenapa memangnya?"

Mendengar perkataan Mas Riko, aku membuang pandangan. Dia berbohong. 

"Mau minta tolong beliin teh. Tapi kamu udah sampai ternyata. Yaudah, deh. Aku tutup, ya, teleponnya."

Aku mengembuskan napas pelan, sabil meletakkan ponsel kembali ke dalam tas. Pandanganku tidak terlepas dari mobil di depan. 

Taksi ikut berhenti, ketika mobil Mas Riko berhenti tepat di depan rumah. Rumahnya cukup besar. Aku mengusap dahi, menyipitkan mata. 

Wanita itu membawa bayi. Dari wajahnya, tampak senyuman. Aku buru-buru mengambil ponsel. 

Saat Mas Riko berpelukan dengan wanita itu, aku menahan napas, sambil memotret mereka bertiga. 

"Beraninya kamu, Mas." Gemetar aku meremas jemari. 

Mereka berdua tampak bahagia sekali. Sesekali tertawa. 

Lima belas menit mereka mengobrol. Mas Riko akhirnya pergi juga. Aku menyenderkan tubuh ke sandaran kursi, menatap foto yang ada di tangan. 

"Siapa wanita dan bayi ini, Mas?" 

Tidak sengaja, aku menggeser foto, menatap fotoku dan Andre. 

Tidak perlu banyak bukti lagi. Aku sudah mendapatkan satu kesimpulan. Mas Riko berselingkuh. 

"Sejak dulu, aku tidak pernah sekalipun membatasimu untuk berteman dengan wanita lain, Mas."

Aku menengadahkan wajah, jantungku sejak tadi berdetak kencang, berusaha menahan sesak. 

"Ini sudah melewati batas wajar, Mas." Aku mencengkeram tempat duduk. 

"Sebagai seorang wanita, aku tidak terima. Dan sebagai seorang istri, aku tidak rela, Mas."

Mataku sudah berkaca-kaca. Namun, aku tidak akan menangis untuk ini. Air mataku terlalu berharga. 

Aku mencengkeram jemari. "Tunggu semuanya, Mas. Kamu akan menyesal dengan pengkhianatanmu ini."

***

Jangan lupa like dan komen, yaa.

Related chapters

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Ketemuan di Restoran Supermarket

    "Mas, kita ke supermarket, yuk." Aku menyodorkan gelas minuman ke Mas Riko. Dia menerimanya, sambil tersenyum. Ini sudah sore hari, Mas Riko sedang duduk-duduk sore. Sedangkan Andre sedang ada di kamar. Dia sibuk dengan buku bacaan. Sejak kejadian tadi pagi, aku memutuskan untuk pura-pura tidak tahu di depan Mas Riko. Sudah ada strategi yang akan aku lakukan. "Mau ngapain? Kalau gak jelas, gak usah, deh. Keuangan Mas udah nipis, nih."Keningku mengernyit mendengarnya. "Baru juga beberapa hari yang lalu gajian. Masa udah mau habis aja."Mas Riko hanya melirikku, kemudian membuang pandangan. Dia kembali fokus ke ponsel. Sambil sesekali minum. Jujur saja, antara aku dan Mas Riko. Kami kurang terbuka. Padahal, dalam rumah tangga, harusnya saling terbuka. Setiap masalah dibicarakan baik-baik. Ah, ini yang harus aku lakukan. Membicarakan semuanya dengan Mas Riko. "Kamu gak ada yang mau dibicarakan ke aku gitu, Mas?"Suamiku mengangkat pandangannya. "Bicarain apa? Gak ada, lah." "Ma,

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Tetangga Baru

    "Kok tadi malam Mas ngetuk pintu gak ada yang bukain?" Mas Riko bersungut-sungut masuk ke dalam rumah. Wajahnya tampak kusut, mungkin karena masih kesal. Siapa suruh tadi malam dia bertemu dengan wanita lain. Sepertinya, Mas Riko pulang larut malam. Aku memasak sarapan sambil mendumal dalam hati. "Tuh, digigitin nyamuk semua. Kamu gimana, sih?" Mas Riko masih mendumal. Aku menatapnya yang sedang menggaruk-garuk tangan dan kaki. "Mana ban mobil kempes." Masih saja dia menggerutu. "Maka nya, jangan ketemuan sama teman malam-malam. Aku udah tidur, Bibi udah tidur. Masa kuncinya bisa jalan sendiri."Padahal, tadi malam aku sempat terbangun. Mendengar Mas Riko menggedor-gedor pintu.Suamiku itu masih bersungut-sungut, dia akhirnya berjalan ke kamar. Itu baru permulaan, Mas.Saat Mas Riko mandi, aku buru-buru masuk ke dalam kamar. Ah, rupanya benar. Mas Riko lupa membawa ponselnya. Dengan cepat, aku menyalakan ponsel Mas Riko, kemudian mencari nama kontak wanita itu. Setelah menyali

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Jangan Bermain-Main Denganku!

    "Ayo. Silakan masuk. Jangan malu-malu, Bu." Aku menatap wajah wanita polos di hadapanku ini. Beberapa detik, pandanganku berpindah ke bayi yang ada di gendongannya. "Bu? Ayo, masuk." Sebenarnya, wanita ini mengenalku atau tidak? Apakah Mas Riko sudah membuka jati dirinya? Bilang yang sejujurnya, kalau dia sudah punya istri? Ah, atau Mas Riko belum bilang? Ini benar-benar menarik. Ada kemungkinan juga, wanita di hadapanku ini pura-pura tidak tahu saja. Baiklah. Aku berusaha menyesuaikan diri. Jangan sampai terlihat terkejut di hadapannya. "Saya Diah, Bu. Rumah saya tepat di depan rumah Ibu. Kalau Ibu mau berkunjung kapan-kapan boleh banget. Apalagi ajak suaminya Ibu." Aku mengukir senyum, sembari masuk ke dalam rumah wanita itu. Bu Yanti juga membuntutiku dari belakang. "Ngomong-ngomong, Ibu belum kenalan." Aku menyindirnya. "Ah, iya. Saya Kana, Bu."Bayi yang ada di gendongan Kana menangis. Wanita itu permisi pada kami berdua. Selama Kana pergi, aku memperhatikan seluruh rua

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Meminta Bantuan Papa

    "Bangun, Mas. Udah siang."Mas Riko menggeliat. Dia mengerjapkan mata, kemudian menoleh ke jam dinding. Dia langsung berdiri. "Kok gak bangunin dari tadi? Ini udah siang banget, Diah." "Baru jam tujuh, Mas." Buru-buru aku mengambil bantal dan selimut, membawanya ke ruang kamar. "Masalahnya di kantor masuk jam tujuh. Kamu gimana, sih." Aku mengangkat bahu, menatap Mas Riko yang sibuk sendiri. Dia terlihat kesal sekali. Siapa suruh dia susah dibangunkan. Mimpi indah banget kayaknya, mimpiin bayinya kali. Sebenarnya, aku sudah selesai masak. Bahkan, Andre sudah berangkat sekolah. Ini memang sudah siang sekali. Baru kali ini Mas Riko bangun kesiangan. Biar saja dia kena marah. Masa tidak bisa bangun sendiri. "Pagi, Bu Diah." Bu Yanti yang lewat menyapaku sambil tersenyum. Aku balas tersenyum, sambil mengambil selang air. Menyiram tanaman. "Pak Riko belum berangkat, Bu? Memangnya gak kena marah gitu, ya?"Mendengar pertanyaan Bu Yanti, aku mengernyit. Kenapa tetanggaku ini jadi p

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Ceraikan Riko!

    "Ka—kamu serius, Diah?" Aku mengangguk. Ya, disini yang paling terkejut adalah Mama, karena Mas Riko sudah dianggap sebagai anak sendiri oleh Mama. Apalagi, setiap Mas Riko datang, dia terlihat baik sekali. Wataknya tiba-tiba berubah. Seperti punya dua kepribadian."Udah lama kamu tau itu?" Papa terlihat marah sekali. Aku menggenggam tangan Mama. Menghela napas pelan. "Baru beberapa hari yang lalu, Pa." "Kurang ajar!" Mendengar teriakan Papa, aku sedikit tersentak. Sedangkan Mama langsung berdiri, menenangkan Papa. "Gak tahu diri! Atau dia lupa diri, hah?!""Sabar, Pa. Ada Andre disini. Jangan teriak-teriak." Mama mengusap-usap punggung Papa. Aku menunduk. Mungkin, ini salahku, karena memberitahukan lebih cepat. Hanya saja, aku ingin yang terbaik untuk Andre. Beberapa menit, suasana kembali tenang. Papa menatapku serius. Akhirnya, aku menceritakan semuanya. Awal pertama kali, aku tahu, kalau Mas Riko menikah kembali. "Kamu tunggu apalagi, Diah? Ceraikan Riko. Papa sudah tida

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Kamu Tidak Akan Pernah Menang, Mas!

    "Kemarin ada penurunan keuangan. Kenapa?"Aku menghela napas lega. Ternyata Papa mengerti gerakan tubuhku. Papa bisa bersandiwara di depan Mas Riko.Rencana ini tidak jadi gagal. Mama dan Papa bisa menahan emosi. Bahkan, bisa bersandiwara juga. Tidak tampak emosi, saat melihat Mas Riko. Wajah Mas Riko berubah. Dia tampak kebingungan sendiri menjawab pertanyaan Papa. "Ah, kemarin Riko gak fokus, Pa. Lagi ribut banget di rumah. Iya, kan, Sayang?" Mas Riko menoleh ke aku. Matanya mengedip-ngedip. Mengajak kerja sama, rupanya. Aku mengangguk-angguk. Baiklah, Mas Riko harus tahu kerja sama yang sebenarnya. "Iya, lagi ribut banget, Pa. Dokumen kantor ada yang hilang." Kemarin memang sempat ada dokumen yang hilang. Di rumah bahkan ribut sekali. Ini justru alasan yang menarik. "Kok gitu, sih, Di? Enggak, Pa. Beneran, deh. Riko gak hilangin dokumen apa pun." Wajah Mas Riko tampak ketakutan sekali. Dia berusaha membantah perkataanku. Mungkin, dia tidak mau jabatannya diturunkan. Aku mena

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Pakaian Bayi Milik Siapa?

    Pakaian Bayi di Mobil Suamiku [Besok beliin dot buat Ayna, ya, Yah. Soalnya udah waktunya ganti.]Aku mengernyit melihat pesan yang baru saja masuk ke ponsel suamiku—Mas Riko. Ini pertama kalinya aku memeriksa ponselnya. Terdengar pintu kamar mandi dibuka. Aku buru-buru meletakkan ponsel ke atas meja. Pura-pura tidak tahu. "Kamu ngapain disitu?" tanya Mas Riko sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Gak papa. Cuma berdiri aja. Kamu kok kalau pulang kerja terlambat terus, Mas?" Mas Riko tampak tidak nyaman dengan pertanyaanku. Baiklah, lagi-lagi dia tidak mau jujur. Padahal, Mas Riko harusnya bilang, kalau dia lembur. Ini tidak mau bilang apa pun. Jadinya, aku berpikiran macam-macam begini. Aku berjalan ke dapur, masih memikirkan pesan di ponsel Mas Riko tadi. Nama kontaknya tanda titik. Siapa yang punya nama pakai tanda titik?Kali ini, ponselku yang berdering. Aku menatap layar,

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Foto Muda Mas Riko

    "Kamu ngapain di dalam kamar tamu, Mas?"Akhirnya, aku membukakan pintu, setelah semalaman Mas Riko dan Kana tidur bersama tikus-tikus. Mata Mas Riko tambah hitam, dia sepertinya mengantuk sekali. Ya. Aku tahu, Mas Riko tadi malam tidur bersama Kana. Dia pindah kamar."Kemarin, Mas bantuin Kana, ada tikus di dalam kamar. Dia teriak-teriak. Eh, pintunya malah ke kunci. Layaknya pintunya rusak, deh. Nanti Mas panggilin tukang. Kamu dapat kunci darimana?"Alasan. Aku memalingkan wajah. "Kunci cadangan yang dipegang Bibi. Lah, si Kana udah teriak-teriak pagi-pagi."Wajah Kana tampak kesal. Dia langsung pergi, tanpa pamit. Seperti tidak tahu diri. Aku yakin, dia pasti kapok untuk tinggal disini. Memangnya enak. Mereka berdua tidak akan bisa melawan aku. Tenang saja, meskipun aku tidak mengambil bukti, tetapi ada CCTV di kamar tamu. Itu adalah bukti yang sesungguhnya."Eh? Kamu gak kerja, Mas?"

Latest chapter

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Pelaku Sebenarnya

    "Hmm, oke deh, nanti saya dan istri ke kantor. Terima kasih, Pak." Aku menoleh ke Mas Adnan. Ke kantor apa? Mau ngapain juga? Mas Adnan tadi sedang teleponan, aku memang sudah berpikir kalau itu adalah telepon yang penting, maka nya aku juga tidak bertanya dari siapa. Namun, ternyata Mas Adnan juga membawa-bawa namaku tadi. Mas Adnan duduk di sampingku. Dia tersenyum, mengusap perutku yang mulai membuncit. Aku hendak bertanya, tapi menunggu dia sajalah. Biarkan Mas Adnan sendiri yang bercerita. Memang, aku lebih suka kalau Mas Adnan yang bercerita dibandingkan aku yang bertanya. Tatapan Mas Adnan lembut sekali, dia tidak pernah kasar padaku. Aku berharap sampai kami menua juga dia akan seperti ini. "Tadi siapa yang nelepon, Mas?" tanyaku akhirnya. Ah, aku tidak tahan untuk bertanya. Mas Adnan menatapku, kemudian tersenyum. Dia tampak lelah, baru pulang bekerja. Padahal tadi kami juga sedang berdua bersama, tetapi Mas Adnan ditelepon. Penting sekali telepon itu, sampai Mas Adnan

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Kehidupan Baru (Season 2)

    "Sayang, ini makanannya habisin dulu, dong. Masa kamu tinggal gitu aja."Aku mengejar Dini—anak keduaku dari Mas Adnan. Ya, sekarang aku memanggilnya Mas, karena dia adalah suamiku. Aku juga tidak menyangka kalau Mas Adnan akan menjadi suamiku, setelah sekian lama memendam trauma itu, aku akhirnya mau menikah dengan dia. "Astaga anak itu, susah banget dibilangin." Aku menggelengkan kepala, kembali mengejar Dini. Sulit sekali untuk membujuk dia. "Ma, Andre berangkat ke kampus dulu."Andre mencium tanganku, kemudian mencium Dini. Dia melambaikan tangan. Andre mengambil kunci mobil di dinding. Aku tersenyum tipis, anakku sudah tumbuh dewasa ternyata. Mas Adnan tidak bekerja hari ini. Katanya mau bermain bersama Dini. Dia memang beberapa hari terakhir sibuk, juga tidak punya waktu untuk anak-anak, tetapi hari ini katanya dia harus bersama dengan kami. Setelah palu diketuk, aku memilih untuk menutup semua kenangan tentang Mas Riko. Andre juga tidak terlalu bersedih, bahkan dia tidak pe

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Terlepas dari Pengkhianatan (TAMAT)

    "Apaan? Ngehalu banget, deh. Udah sana. Jangan ngulur-ngulur waktu lagi. Mau keluar baik-baik atau diseret?"Aku melipat kedua tangan di depan dada. Menatap dua sejoli yang tampak serasi ini. Nur juga ikutan tertawa di sebelahku. "Jadi perusak hubungan orang kok bangga. Kalau saya, sih, malu."Sindiran yang menusuk. Aku mengangguk-angguk, setuju dengan perkataan Kana barusan.Wajah Kana memerah. Dia sepertinya ingin menjambak wajah Nur sekarang. Mas Riko memegang tanganku. Dia sepertinya berharap sekali agar aku memaafkannya. Sebenarnya, apa yang diharapkannya lagi?"Kamu serius? Gak mau sama Mas aja? Mas jamin, hidup kamu bakalan terjamin."Aku tertawa mendengarnya. Benar-benar berkhayal orang ini. "Nih, Mas. Gak usah kamu bujuk-bujuk aku lagi. Surat perceraian kita udah keluar."Dengan cepat, aku meletakkan surat ke atas meja. Mas Riko memandangku penasaran, kemudian mengambil kertas dari atas meja. Beberapa detik, wajah Mas Riko berubah. Dia mengusap wajah, menatapku kembali.

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Terbongkarnya Perselingkuhan Mas Riko

    MAAF, YA. HARI INI DAN KEMARIN AKU GAK BISA UPLOAD BAB BARU. ADA SUATU MASALAH, AKU JUGA LAGI KURANG ENAK BADAN. INSYA ALLAH BESOK, LANGSUNG TAMAT. SEKALI LAGI MAAF, YA.AKU MAU MINTA MAAF LAGI, HEHE. GAK SESUAI JANJI HARI INI. DOAIN AKU CEPET SEMBUH, YAA.***"Makasih, Bi." Aku tersenyum, tidak sabar memberitahukan semua ini pada Nur. Dua kabar bahagia akhirnya datang juga hari ini. Aku menghela napas pelan. Lega dengan semuanya. "Sama-sama, Bu. Saya dukung Ibu untuk bercerai dari Pak Riko, Bu.""Makasih, Bi. Makasih, banyak."Bi Sari langsung pamit ke belakang. Sedangkan aku diam sejenak di kursi. Menatap surat yang aku pegang. Hampir lima menit diam. Aku akhirnya mengambil ponsel. Hendak memberitahukan pada Nur. "Halo, Mbak. Aku baru aja nyampe pasar. Mama titip sesuatu. Belum nyampe rumah.""Mbak ada kabar gembira, Nur."Suara Nur tiba-tiba berhenti. "Kabar apa, Mbak?""Surat dari pengadilan udah datang. Sekarang, tinggal menjalankan rencana kita, Nur."Nur terdengar bersorak

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Pembalikan Aset dan Surat Perceraian

    "Maaf, Sayang."Aku memeluk Andre. Menciumi kepalanya. Ketakutan terbesarku adalah Andre tahu tentang masalah orang tuanya. Padahal, aku sudah menyembunyikannya. "Darimana Andre mendapatkan foto ini, Nak?" tanyaku sambil melepaskan pelukan, menatap matanya. "Paket yang ada di kamar Andre, Ma. Maaf, Andre buka paketnya duluan sebelum Mama."Sedikit terkejut mendengar perkataannya. Aku buru-buru berdiri, berjalan ke tempat penyimpanan paket itu. Dengan hati-hati, aku membuka kotak paket. Menutup mulut, ketika melihat banyak foto Mas Riko dan Kana di dalamnya. "Ma." Aku menoleh, buru-buru membereskan foto yang berserakan. Kemudian berdiri. "Andre ke ruang makan, ya. Nanti, pulang sekolah, kita bahas masalah ini lagi."Andre mengangguk, meskipun masih ada banyak pertanyaan di benaknya. Aku mengangkat kotak, membawanya ke gudang. Lebih baik, disimpan disini dulu. Daripada di kamar, bisa ketahuan. "Mas berangkat kerja dulu, ya. Kalau mau pergi, telepon dulu."Mas Riko berjalan ke r

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Salah Satu Tetangga yang Tau!

    Kana langsung menutup mulutnya. Dia baru saja melakukan kesalahan paling fatal. Aku melirik Mas Riko. Wajahnya sempat terkejut, tetapi langsung berubah. Dia terlihat biasa saja. Agar orang-orang tidak curiga. "Kamu simpanannya suami orang, Bu Kana? Ya ampun, akhirnya setelah isu buruk beredar, Ibu sendiri yang bilang fakta itu ke kita."Ibu-ibu perumahan melihat Kana marah. Sepertinya masih belum menyangka. Apa yang terjadi, ketika mereka tahu, kalau Kana itu istri kedua Mas Riko?"Gak malu, Bu Kana? Sayang sekali, Bu RT gak ada disini. Pas banget moment nya. Usir sekalian. Jauh-jauh dari perumahan ini. Meresahkan."Aku menahan tawa. Membayangkan Kana diusir dari perumahan ini. Mas Riko tampak gelisah. Sebenarnya, ketahuan sekali kalau dia pelakunya. Ah, mana ada yang memperhatikan sekarang. "Sebaiknya gitu, Bu. Gak baik, kalau dia terus-terusan ada disini."Semua ibu-ibu yang hadir, setuju. Aku menunggu apa yang akan mereka lakukan."Tidak usah dilanjutkan acaranya. Ini pengajia

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Kana Keceplosan

    Aku berbalik. Berjalan cepat keluar rumah Kana. Aku sudah lelah dengan semuanya. Untung saja, stok kesabaran masih ada. "Mama habis darimana?" tanya Andre, saat aku sampai di ruang tamu Kana. "Kamar mandi, Sayang. Pulang, yuk." "Eh, kok udah mau pulang aja? Belum makan, lho."Buru-buru aku memasang senyum, ketika melihat Ibu Kana, kemudian menggeleng. "Saya sama Andre langsung pulang aja, Bu."Sebelum pergi, Ibu Kana lebih dulu menahanku. Dia menatapku sebentar. Kemudian mendekatkan kepalanya ke aku. "Ibu tahu. Kamu dengar sesuatu di dalam kamar Kana tadi. Maafkan anak Ibu, ya, Nak."Sebenarnya, aku sudah muak mendengar perkataan Ibu Kana. Bagaimana bisa aku memaafkan orang seperti Kana?Aku tersenyum tipis. "Saya pulang, ya, Bu." Jujur saja, aku ingin menghindar. Tidak semudah itu memaafkan seseorang. Apalagi Kana. Ponselku berdering. Kesempatan yang bagus. Aku buru-buru menggandeng tangan Andre. Kami sekalian pulang ke rumah. Ah, ternyata dari Adnan. Aku menggeser tombol ber

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Kejutan untuk Membongkar Kejahatan

    Mobil berhenti tepat di depan rumah. Aku berterima kasih pada Nur, kemudian keluar dari mobil. "Kamu darimana?" tanya Mas Riko saat aku masuk ke dalam rumah. "Abis dari tempat teman. Mas beneran gak enak badan?" tanyaku sambil mendekatinya."Eh, kamu mandi dulu. Habis pergi, gak boleh langsung pegang-pegang."Sebenarnya, aku tahu. Mas Riko tidak sakit sama sekali. Dia hanya beralasan. Aku mengangguk. "Diah mandi dulu, Mas. Habis ini, mau ke rumah Kana. Dia mau pengajian, 'kan?" Baru saja aku ingat, kalau Kana akan pengajian malam ini. Mas Riko yang bilang sendiri tadi pagi. Ah, kebetulan yang sangat menyenangkan. Aku ada kesempatan untuk mengetahui foto itu sebenarnya. "Masak apa, Bi?" tanyaku sambil mendekati Bi Sari yang sedang masak di dapur. "Masak ikan lele, Bu. Oh iya, tadi Ibu dapat paket. Saya taruh di kamarnya Den Andre."Aku mengangkat jempol. Bi Sari ingat, kalau ada Mas Riko, harus meletakkan paket di kamar anakku. Mas Riko itu orangnya suka penasaran. Dia tidak se

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Terbongkar Status Kana yang Sebenarnya

    Kami menunggu beberapa saat. Setelah mobil Mas Riko berjalan, aku baru mengajak Nur turun. "Assalammualaikum, Bu." Ibu penjaga warung itu menoleh, kemudian tersenyum. Sebelum berbicara serius, kami sempat memesan makanan. "Jadi, saya dan adik saya kesini, ada tujuan utamanya, Bu." Aku mulai berbicara. "Iya. Mau tanya apa?" Aku berdeham, memperbaiki posisi duduk. 'Wanita ini benar-benar anak ibu, 'kan?" tanyaku sambil menyodorkan ponsel..Beberapa menit, ibu penjaga warung itu akhirnya mengangguk. Aku tersenyum senang. "Ada yang mau saya tanya soal anak Ibu. Semoga, Ibu benar-benar jujur ke saya."Kami sama-sama diam. Nur menggenggam tanganku, mengangguk. "Anak Ibu ini sudah menikah?" Ibu itu menghela napas pelan. "Ibu sebenarnya gak tahu siapa kamu, Nak. Kenapa kamu bisa tahu anak Ibu. Bahkan, Ibu juga heran, kenapa kamu menanyakan hal itu. Padahal, kita baru bertemu."Warung ini agak sepi. Hanya terlihat satu orang yang duduk. Entah kenapa, aku merasa, banyak orang yang tid

DMCA.com Protection Status