Home / Pernikahan / JERAT GAIRAH SANG SAHABAT / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of JERAT GAIRAH SANG SAHABAT: Chapter 41 - Chapter 50

54 Chapters

41. Keteguhan Hati Jevin

"Jevin, kapan ... kapan kamu akan mengajakku menemui mamamu?" Embun bertanya dengan sorot mata penuh pengharapan. Wajahnya mendongak menatap lekat pujaan hatinya itu. Namun, Jevin bergeming. Pria itu enggan menanggapi kelakuan Embun lagi. Cukup sudah perlakuan gadis itu yang hampir saja melenyapkan nyawa sang istri."Jeviiin!" Embun sedikit berseru dengan menarik kemeja hitam sang kekasih."Cukup, Embun! Cukup!" gertak Jevin keras.Pria itu menyentak kedua tangan Embun dengan kasar. Karena dia merasa tidak nyaman ketika Embun terus saja menarik-narik kemejanya seperti anak kecil yang merengek sesuatu. Jevin tidak ingin Safia yang baru pulih menjadi sedih lagi.Embun sendiri sedikit terhuyung ke belakang disengaja kasar oleh Jevin. Untung saja Yuki sigap menangkap tubuhnya."Jevin, kamu kasar sekali. Ada apa?" sedih Embun dengan mata yang mulai berkaca-kaca.Jevin tidak peduli. Pria itu menarik kursi roda Safia menjauh dari ranjang. "Ayo kita tinggalkan tempat ini, Sayang," ujar Jevin
Read more

42. Ide Jevin

Keadaan Embun berangsur pulih. Gadis itu sudah diperbolehkan pulang oleh dokter sejak beberapa hari lalu. Hanya saja menurut Dokter Wibawa, gadis yang tahun ini menginjak usia dua puluh lima tahun itu harus rajin kontrol.Biaya rumah sakit tidak sepenuhnya Embun yang tanggung. Ada bantuan Yuki yang lumayan besar. Pemuda itu merelakan sebagian tabungannya terkuras demi sang gadis.Sayang ... pengorbanan pemuda itu tidak dapat dirasakan oleh Embun. Gadis yang kehilangan sebagian memorinya itu menolak setiap kali Yuki menawarkan bantuan atau kunjungan. Embun merasa asing jika melihat Yuki. Di otaknya hanya ada nama Jevin yang bertahta.Perlakuan dingin Embun membuat Yuki kehilangan semangat. Pemuda itu ingin menyerah saja. Dirinya yang selalu melibatkan Tuhan dalam setiap tindakan, akhirnya mendirikan shalat istikharah.Yuki ingin kebimbangan di hati antara terus lanjut mengejar cinta Embun atau tidak, lebih memilih bertanya ke pada Allah. Kemudian pemuda itu seperti mendapat jawaban yai
Read more

43. Mencari Jejak Masa Lalu

Semenjak ke luar dari rumah sakit dan mengalami amnesia, Embun minta cuti dari kantornya untuk pemulihan. Karena dia adalah karyawan teladan, bosnya memberi cuti sampai gadis itu benar-benar pulih. Kini aktivitas Embun adalah berdiam diri di rumah sang bibi. Dia tidak lagi menghuni kontrakan.Pagi ini seperti biasa Embun ikut berkutat di dapur bersama para pegawai sang bibi. Usaha katering Bu Desi sudah lumayan berkembang. Wanita itu sudah mampu menggaji karyawan untuk membantu usahanya.Ketika Embun sedang sibuk mengolah makanan, sepupunya memberi tahu jika ada seorang pemuda ingin menemuinya. Embun yang penasaran siapa tamu itu lekas cuci tangan dan menggantung appron-nya. Gadis itu bercermin sebentar untuk merapikan pakaian dan rambutnya. Hatinya menduga jika yang datang pasti Jevin sang kekasih. Benar saja Embun merasa sedikit kecewa begitu melihat yang datang ternyata adalah Yuki."Kamu? Ada apa ke mari?" tanya Embun dingin.Walau mendapat perlakuan tidak mengenakkan seperti itu,
Read more

44. Ghea yang Licik

Senyum licik tercetak pada bibir merah bata milik Ghea. Hati wanita itu senang. Ia bisa memanfaatkan situasi ini. Embun akan ia jadi pion untuk menyakiti hati Safia. Entahlah setiap kali mendengar nama istri Jevin itu, hati Ghea dihinggapi perasaan benci dan dengki. Menurut Ghea, Safia itu menyebalkan. Pasalnya dulu saat masih bekerja sebagai manager di kantor Embun, dia telah lama mengejar Vino sang bawahan. Namun, Vino justru memilih melabuhkan hatinya pada Safia, anak baru di perusahaan tempat mereka dulu bekerja. Bagi Ghea, usahanya selama itu untuk menaklukkan hati Vino sia-sia belaka. Vino tampak begitu mencintai anak baru itu. Untungnya hubungan mereka yang telah terjalin selama dua tahun itu kandas juga. Akibat tidak ada restu dari ibu Safia. Dan akhirnya, Vino kini menikah dengannya. Sebenarnya Ghea tahu, Vino menikahinya atas dasar balas budi. Pria itu masih saja memikirkan Safia di satu tahun pernikahan mereka. Itulah alasan kenapa Ghea begitu geram pada Safia. Walau nur
Read more

45. Karma Ghea

Gimana, Ibu?" Sang kasir bertanya lagi dengan ramah.Ghea memandang Embun, tapi gadis yang dipandangnya hanya bisa menggigit bibir. Ghea pun merenung. Akhirnya dia menemukan ide. Ia membuka kaca matanya, lalu diangsurkan benda itu kepada mbak kasir."Ini kaca mata mahal. Saya gunakan untuk jaminan, nanti-""Resto ini hanya menerima uang tunai dan kartu kredit untuk pembayarannya. Bukan benda lain," tukas mbak kasir cepat."Iya, saya tahu," sergah Ghea kesal. "Tapi saya sedang kelupaan tidak membawa dompet. Jadi-""Sekuriti!" Mbak kasir memanggil."Eh ... apa-apaan panggil sekuriti?!" protes Ghea tidak terima."Iya, mbak. Dompet teman saya beneran ketinggalan. Kami tidak berniat jahat," bela Embun takut. Dirinya juga tidak mau jika dibawa ke kantor berwajib."Ada apa, Mbak?" tanya seorang sekuriti muda bertubuh kurus mendekat ke meja kasir."Mereka makan dan gak mau bayar," jawab mbak kasir melirik sebal pada Ghea dan Embun."Enak saja kalo ngomong!" sambar Ghea kian kesal. "Temukan ak
Read more

46. Kesadaran Embun

"Arghhhh!"Ghea terus saja mengerang. Wanita itu merasakan sakit yang teramat pada perutnya. Seperti ada ribuan tangan yang meremas kencang perut ratanya.Mendengar itu spontan Safia dan Embun kian cemas. Apalagi darah terus saja mengalir dari diri Ghea. Safia berjalan menjauh. Suara riuh dari orang-orang yang merubung membuatnya susah mendengar. Safia kini tengah mencoba menghubungi Vino.Embun sendiri tiba-tiba merasa pusing melihat darah merah menggenang di lantai. Gadis itu merasa ngeri. Melihat darah banyak dan wajah-wajah panik membuat otaknya mengirim sinyal memori. Mendadak peristiwa penusukan perut Safia yang ia lakukan terbayang di mata. Sekelebat wajah panik dari Jevin, Yuki, dan juga Tania menghiasai matanya."Arghhhh!" Embun ikut mengerang.Gadis itu melepaskan begitu saja pangkuan Ghea padanya. Embun merasakan kepalanya berdenyut pening jika mencoba mengingat semua."Embun!"Safia yang mendengar Embun menjerit kesakitan refleks mendekati gadis itu."Kamu kenapa, Bun?" ta
Read more

47. Buah Kesabaran

Embun telah tiba di hunian sang bibi. Rumah tampak lenggang. Sepertinya para pegawai katering sang bibi telah pulang. Gadis itu sendiri lekas masuk kamar tanpa menghadap sang tante.Ia melemparkan begitu saja sling bag kepunyaan ke ranjang. Lalu disusul dengan pelemparan tubuh lelahnya. Mata Embun menerawang jauh. Pikirannya tidak terlepas dari kejadian seharian ini. Ghea yang culas seketika mendapatkan karmanya dengan dibayar tunai.Embun pun menilai diri sendiri. Gadis itu mulai mengingat semua. Dia sudah tahu siapa jati diri dan orang-orang terdekatnya. Ketika peristiwa insiden penusukan perut Safia mengulang di mata, Embun menangis. Dia merasa amat menyesal."Tidak akan pernah ada habisnya jika aku terus mengejar Jevin. Tidak!" Embun bergumam sendiri. "Aku lelah. Safia dan Jevin pun sama lelahnya dengan aku." Embun membesit hidungnya yang kini terasa mampat akibat isakannya. "Aku pasrah. Jevin bukanlah jodohku." Akhirnya Embun bertekad.Kini gadis itu bangkit dari duduk. Diraihny
Read more

48. Kebahagiaan Safia-Jevin

Malam beranjak larut. Namun, Jevin masih saja berkutat dengan layar monitor. Pria itu membawa pekerjaan yang belum tuntas di kantor ke rumah. Sedari sejam lalu matanya tidak lepas dari layar laptopnya.Keadaan itu membuat Safia gusar. Ini malam Jumat. Wanita itu ingin bermanja-manja dengan suaminya. Tetapi sang suami seperti tidak peka. Membuat dirinya bergelung di ranjang seorang diri.Untuk membunuh waktu menunggu suaminya merampungkan pekerjaan, Safia memainkan ponselnya. Wanita itu memilih bermain dengan assiten google. Dirinya terkikik geli saat suara perempuan di ponselnya memberikan guyonan-guyonan ringan.Jevin yang duduk di meja kerja dalam ruangan itu merasa sedikit terganggu mendengar cekikikan Safia. Pria itu mengerutkan kening melihat Safia terpingkal-pingkal di ranjang seorang diri. Merasa penasaran lelaki itu lekas menutup laptopnya untuk kemudian mendekati istrinya."Lagi ngapain sih?" tanya Jevin penasaran. Pria itu duduk menempel pada sang istri."Lagi pacaran," sahu
Read more

49. Kejahilan Safia

❤️❤️Tujuh bulan kemudianTengah malam buta sekitar jam dua dini hari. Safia yang terbangun dari tidur. Wanita mungil berperut besar itu menggeliat pelan. Matanya melirik sosok lelaki yang tengah terlelap damai di samping. Jevin tidur dengan mulut yang sedikit terbuka. Menimbulkan bunyi dengkuran halus. Safia senang mendengarnya. Merasa gemas wanita itu mengecup lembut bibir bersih bebas nikotin itu.Padahal Safia hanya mengecup ringan bibir sang suami. Namun, Jevin yang sensitif segera sadar. Masih dengan memejam Jevin balas mencium Safia dengan ganas."Lagi, yuk!" ajak Jevin setelah mereka melepas ciuman untuk mengambil pasokan oksigen. Pria itu mengedipkan satu mata nakal. Ketika Safia menggeleng, Jevin justru menarik sang istri untuk didekap rapat."Tadi jam sepuluh waktu mo bobok kan udah," ujar Safia sembari melepas dekapan sang suami. "Kasihan dedek bayi ini kalo mamanya digoyang mulu," lanjut Safia mencubit gemas pipi suaminya."Salah sendiri malam-malam bangun terus nyiumin
Read more

50. Lamaran Yuki

Enam bulan kemudianPukul empat sore. Embun telah menyelesaikan semua tugas dengan baik. Gadis itu lekas merapikan berkas-berkas. Usai merasa semua sudah beres, gadis yang tahun ini genap menginjak angka dua puluh lima tahun itu gegas menyangklong tas kecil bermerk Hermes itu.Sejak insiden berdarah beberapa waktu lalu Embun masih kerja di perusahaan yang sama. Namun, tidak dengan Safia. Wanita itu memilih resign dari perusahaan beberapa bulan lalu atas desakan sang suami. Kini dirinya sibuk membantu mertuanya mengelola bisnis."Aku cabut dulu ya, Genk," pamit Embun pada rekan-rekan kerjanya.Vani dan Mania yang duduk tidak jauh dari mejanya mengacungkan jempol pada Embun.Tersenyum semringah Embun melangkah kaki. Bersama rekan yang lain dia masuk lift untuk turun ke lobby. Matanya langsung menangkap bayangan Yuki yang tengah duduk santai di kursi lobby. Dengan penuh keanggunan dan senyum yang selalu tersunging, dara itu menderap mendekati sang bujang."Hai ... udah lama?" sapa Embun
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status