Aku menunduk menyembunyikan tawa. Alina sungguh cerdas. Dia membumkam mulut Ibu. Ibu kena mental, tak berani lagi memuji-muji perempuan ga jelas itu.Tak lama, Mas Arsyad pulang. Aku menyambut kedatangannya. "Mas tadi dapat pesan dari Ibu, jika Ibu mau mampir. Jadi, Mas buru-buru pulang,"bisiknya."Bukan karena ada mantan kamu, 'kan?""Ya, enggak lah. Buat apa!" sahutnya.Kami pun berjalan beriringan ke ruang tamu. Mas Arsyad menciumi tangan Ibunya. Lalu mengangguk ke arah Tasya yang masih menatap dengan tatapan penuh kerinduan."Apa kabar, Mas?" "Baik!" Jawab Mas Arsyad singkat.Mama yang menyadari jika perempuan itu menatap Mas Arsyad berkata "Mbak Tasya ini belum nikah, ya?"Dia gelagapan."Be-- belum, Tante.""Oh, pantes. Buru-buru nikah saja. Menikah itu bagian dari usaha untuk menghindari kemaksiatan yang tak sengaja maupun yang sengaja kita lakukan.""Maksud, Tante?" "Iya! maksud, Jeng apa?" Ibu ikut bertanya, dengan suara meninggi."Ya, misalnya, maksiat melihat suami orang
Baca selengkapnya