Aku jadi salting di depan Josie. Kenapa gadis itu menatapku begitu? Aku meneguk lagi jusku, yang tinggal setengah, tiga kali teguk saja. "Minum jusnya, kok dianggurin," tukasku. Tidak nyaman juga dilihat begitu rupa. Senang, meletup, tapi sisi lain hatiku berseru yang kurasakan salah. "Aku ingat kata-kata papa. Kayak yang Pak Avin bilang," kata Josie masih dengan dagu ditopang dan pandangan menghujam ke bola mataku. "Apa katanya?" tanyaku penasaran. "Hidup harus berguna. Kupikir itu hanya untuk orang-orang tertentu saja. Aku ga yakin. Aku hidup ga karuan, isinya cuma melow, mau berguna dari mana. Tapi pas dengar kisah Pak Avin, aku ... bisa jadi papa benar," jawab Josie. Lagi-lagi, Josie menyamakan aku dengan papanya. Aku makin bisa merasa Josie tidak menahan diri untuk terbuka padaku. Bagus, tapi kenapa aku mulai takut? Aku melirik ke arloji di tangan kiriku. Sudah hampir setengah tujuh malam. "Kamu harus segera balik, atau kamu akan telat sampai di sekolah," ujarku. Josie men
Terakhir Diperbarui : 2022-09-10 Baca selengkapnya