Semua Bab Mantanku Datang setelah Suamiku Kembali pada Mantannya: Bab 21 - Bab 30

133 Bab

🌸🌸🌸

Pov Author. "Aku minta maaf untuk banyak hal yang membuatmu kecewa. Mungkin tidak sekarang tapi jika kamu izinkan suatu hari aku ingin menjelaskannya semuanya," Sambung Shaka berusaha menjaga setiap kata yang keluar dari dua bibirnya supaya tidak menyinggung perasaan Nafisah.Nafisah membuang pandangannya ke Sembarang arah. Beberapa kali wanita berkaos hitam itu menghela nafas berkali-kali. Di dalam hati masih ada keraguan untuk menerima ajakan pertemanan dari Shaka. Bukan apa-apa namun rasa sakit hati masih saja muncul jika mengingat kenangan buruk antara dirinya dan Shaka. "Dulu aku memang salah dan sudah menyakitimu, tolong maafkan aku. Kumohon berikan aku kesempatan untuk menjadi temanmu. Hanya teman untuk berbagi sapaan saat kita tak sengaja bertemu saja." Shaka kembali merayu wanita yang sejak tadi masih setia dengan kediamannya tanpa berniat menimpali ucapan Shaka. "Ayolah, Naf.... Hanya berteman apa salahnya? Mungkin saja nanti kita bisa saling membantu. Tentang kerjaan misa
Baca selengkapnya

Kesedihan Azqiara yang ceria.

Author Pov. Nafisah sudah mulai kembali beraktivitas seperti biasanya. Kakinya sudah bisa dibuat jalan meski belum bisa senormal biasanya.Pagi ini Nafisah langsung menuju rumah Tiara tanpa mengantar anaknya karena tugas mengantar anak-anak sekolah diambil alih oleh Zamar sekalian pergi bekerja. "Assalamu'alaikum, pagi Ibu Tiara." Nafisah memberi kejutan dengan langsung datang tanpa memberitahu terlebih dulu pada bos sekaligus sahabatnya itu. "Naf..... kamu sudah sembuh?" Tiara yang sedang sibuk menimbang bumbu-bumbu yang hendak di buat masakan pun langsung meninggalkan pekerjaannya dan menyambut sahabatnya itu. "Alhamdulillah..... sudah bisa buat jalan dan cari duit." Canda Nafisah dengan senyum lebar seperti tanpa beban. Tiara menghela nafas, dia tahu betul seperti apa perasaan sahabatnya itu saat ini. Suaminya sudah benar-benar lupa diri sampai tak sekalipun datang untuk menjenguk anak dan istrinya di rumah kakak iparnya. "Kita bicara di rumah dulu. Tinggal pesanan untuk nant
Baca selengkapnya

"Jadi benar kalian akan menikah? Selamat kalau begitu, semoga lancar sampai hari H."

Pov Nafisah. "Mas Aska," Pria itu terlihat begitu bahagia dengan senyum yang terus yang menghiasi wajah tegasnya. Sebahagia itu kamu Mas, bahkan belum juga selesai proses perceraian kita tapi kalian sudah merencanakan pernikahan. Kutarik nafas panjang, sekuat hati menahan rasa sakit dan marah yang merasuki hatiku. Sabar..... Nafisah, jangan terbawa emosi dan membuat Aska menjadikan sifatmu sebagai alasan memilih Vania, ucapku dalam hati. Tiba-tiba tatapan mata kami bertemu. Pria itu nampak kaget dan reflek melepas pegangan tangannya pada tangan Vania. "Nafisah," pekiknya cukup keras sampai membuat beberapa orang mengikuti arah pandangnya. "Ke-kenapa kamu bisa ada di sini?" tanyanya tergagap. Aku masih diam? Kutatap lekat laki-laki yang hanya menghitung hari akan menjadi manta suami itu. "Loh, kalian kenal?" Bu Maria, pemilik rumah menatapku dan Mas Aska bergantian. Dengan senyum tipis aku berjalan mendekati tiga orang itu. "Mas," rengek Vania tampak merajuk sambil menggoyangka
Baca selengkapnya

Namun nyatanya pria yang berlutut di sebelahku ini juga sama brengs*k dan bej*tnya dengan Mas Aska.

Aku mendelik pada Kak Shaka dan dengan santainya pria itu malah mengedipkan sebelah matanya. Oh Astaga...... Aku memutar bola mataku jengah. Tanganku kembali gemas hendak memukulnya namun segera aku urungkan, teringat dengan deretan emak-emak yang sejak tadi melempar pandangan ke arah kami. Segera aku menundukkan kepalaku. Malu juga takut kalau-kalau diantara salah satu ibu-ibu itu ada yang mengenalku. Beruntung Kak Shaka paham dan langsung menggeser tubuhnya untuk menutupi wajahku. "Ya Alloh Mbak, beruntung banget punya suami sabar dan penyayang kayak Masnya. Dia juga gak malu lo mengakui salah di depan banyak orang," ucap salah satu dari ibu-ibu itu. "Iya Mbak, zaman sekarang jarang lo ada lelaki seperti suami Mbak, kebanyakan modelan laki-laki zaman sekarang itu gak mau ngalah dan maunya menang sendiri." "Sudah maafin aja Mbak suaminya, sudah ganteng, sayang istri, sabar pula." Ibu-ibu itu makin lama ucapan makin kemana-mana. Aku hanya diam saja sambil terus menyembunyikan wa
Baca selengkapnya

Aska semakin menjadi.

Tepat satu menit sebelum adzan maghrib berkumandang mobil Mas Zamar memasuki pelataran rumah. Aku yang menunggu di kursi teras segera bangkit dan menghampiri Qiara yang turun dengan digendong Mbak Sezha. Putri kesayanganku itu menangis. "Kenapa Mbak?" Dadaku berdenyut nyeri melihat wajah sembab penuh air mata Qiara. Tidak seperti biasanya, aku selalu menanggapi tangisan Qiara dengan santai dan tenang. Bagiku wajar seorang anak kecil menangis karena kesal atau kecewa tidak mendapat apa yang diinginkan. "Kita bicara di dalam." Jawab Mbak Sezha masih dengan mendekap Qiara, tak membiarkanku mengambil alih. "Sudah biar Sezha yang gendong." Ujar Mas Zamar sembari mengelus kepalaku lembut. "Sudah adzan magrib kita bicara habis sholat saja!" lanjutnya lalu menggandeng tangan Aydan yang wajahnya tak kalah muram. Sebenarnya ada apa dengan keempat orang ini? Apa yang sudah dilakukan Mas Aska sampai membuat keceriaan keluargaku memudar. Tak bisakah hanya aku yang terluka tak perlu juga meluk
Baca selengkapnya

pov Sakha.

Pov Shaka. Aku tak henti mengucap syukur karena Tuhan masih memberiku kesempatan untuk bertemu kembali dengan Nafisa, cinta pertamaku. Wanita pertama yang membuatku merasakan jantung berdebar-debar. Dia awal pertemuan dia masih terlihat ramah namun pertemuan selanjutnya wanita itu seperti memberi jarak denganku. Ekspresinya selalu tak nyaman dan menolak setiap niat baik yang kutawarkan. Hingga hari itu aku nekad datang kerumahnya untuk melihat keadaannya paska kecelakaan. Dokter memang mengatakan dia tak papa, tapi entahlah aku begitu khawatir. Hatiku rasanya tak tenang memikirkan keadaan cinta pertamaku itu. Tidak hanya tubuhnya yang sakit namun hatinya pun terluka atas pengkhianatan suaminya. Dari kakak iparnya aku tahu rumah tangga Nafisah sedang di ujung tanduk. Proses perceraiannya yang hanya tinggal menunggu putusan hakim. Hatiku pun prihatin dengan nasibnya yang selalu dikhianati. Namun kalau boleh jujur satu sisi jiwaku pun merasa bahagia andai itu benar. Bukankah artinya
Baca selengkapnya

Kenangan masa lalu.

"Apa? Gimana ceritanya?" tanya Rico dengan mata melebar. "Dia memergoki aku tidur dengan cewek lain," jawabku jujur. "Gil*," pekik Rico. "Kukira cupu ternyata suhu. Masih SMA sudah suka main se****ng**, ck.... ck..... Gak nyangka." Rico menggelengkan kepalanya. "Mulutmu bisa di rem dikit gak?" Spontan aku mengarahkan pandanganku ke arah pintu masuk ruang guru yang saat ini jadi tempatku dan Rico mengobrol. Karena jam pelajaran sedang berlangsung jadi hanya tinggal kami berdua di ruangan ini. "Normal dong kalau aku kaget? Secara pria dingin yang terkenal alim seperti kamu ternyata penjahat kelam**,"Plak..... "Awww..... Sakit bro," sentaknya sambil mengelus lengannya yang jadi sasaran kekesalanku. Rasanya stok kesabaranku selalu menipis kalau menghadapi sikap Rico yang ceplas-cepolos. "Ini masih di sekolah. Jaga bicaramu! Sudah jadi bapak juga masih aja ngomongnya sembarangan." Kesal, aku pun mengomelinya. Pria di depanku malah nyengir. "Sorry bro, kelepasan." Katanya sambil meng
Baca selengkapnya

Setelah badai.

Tak peduli dengan tubuhku yang tak berbusana aku mengejar dan mencekal tangannya. Berusaha untuk memberinya penjelasan namun dia menepis dan menatapku jijik. Hari itu aku seperti terjatuh di dasar bumi terdalam. Berkumpul bersama para binatang yang dianggap menjijikan bagi manusia. Tak hanya kehilangan Nafisah, keluargaku pun hancur. Ternyata Gracia merekam semua perbuatan kami. Aku memang bersalah namun tidak seharusnya Gracia melakukan itu. Demi sebuah keegoisan, gadis itu menunjukkan video mesum kami pada orang tuanya juga orang tuaku. Dia berharap kami akan dinikahkan setelah kejadian itu. Nyatanya, orang tuanya tak terima. Mereka menganggap aku tak pantas untuk putri mereka. Tak peduli dengan Gracia yang mengaku hamil. Mereka tetap kekeh untuk menolak jalan damai padahal waktu itu orang tuaku datang ke rumah mereka dengan tujuan untuk mencari jalan terbaik bagi anak-anak remaja mereka yang telah salah pergaulan. Dengan penuh kesombongan Papa Grasia berkata, lebih baik Gracia h
Baca selengkapnya

🌸🌸🌸

Pov Nafisah. "Emm... itu aku dari pe-pertemuan wali siswa disekolah..." Jawabku seketemunya jawaban di otakku. Pria itu memicingkan matanya. "Jarak sekolah Qiara ke tempat ini itu dua jam lebih. Dan tidak sejalur dengan rumahmu. Kamu sekarang pandai berbohong ya,""Ck.... Kak Shaka itu guru apa polisi ya? Kok sudah kayak sedang interogasi terangka," balasku agak kesal. "Maunya sih jadi imam, tapi untuk sementara ini jadi guru dulu deh. Makmumnya masih di ikat orang." Ih, apa maksudnya coba, aneh. "Setiap kali merasa resah aku selalu datang kesini. untuk mengenang seseorang. Kalau kamu kenapa datang ke sini? Untuk mengenang sesuatu atau seseorang juga?" Tuh kan.... Lama-lama jadi melebar kemana-mana.Kuputar otak, "Oh itu.... tadi aku mampir beli bakso di ujung sana." Ups, aku salah beri alasan. Tanpa sadar kugigit bibir bawahku, segera aku turunkan tanganku yang menunjuk warung bakso di ujung jalan tempat dulu kami sering makan berdua sepulang sekolah.Kulirik pria itu tersenyum j
Baca selengkapnya

🌸🌸🌸

Emang siapa yang mau memberikannya izin mengajak Qiara. Dan lagi untuk apa Kak Shaka mengucap janji seperti itu? Kalau hanya demi Olimpiade, dia tak harus sampai berjanji seperti itu dengan Qiara. Dasar pemberi harapan palsu.Aku harus berbicara dengan Kak Shaka, biar aku jelaskan jika sikap Qiara padanya hanya pelampiasan dari rasa rindu Qiara pada Mas Aska karena sudah satu bila lebih kami tinggal terpisah. Dulu Qiara sangat dekat dengan Mas Aska. segala hal. selalu ia ceritakan pada Mas Aska lebih dulu dari pada denganku. Setiap pulang kerja pasti ada sesi curhat dari gadis kecil itu pada Ayah kebanggaannya. Tentang pelajaran, temannya dan segala aktivitasnya seharian. Namun kebiasaan itu memudar setelah Mas Aska sering pulang malam. Awalnya Qiara masih dengan sabar menantin ayahnya pulang. Meski kadang respon Mas Aska tidak seperti yang diharapkan. Pria itu beralasan capek dan memintaku untuk menemani Qiara tidur. Seminggu dua minggu sampai hitungan bulan Qiara mulai bosan atau
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status