Home / Romansa / RINDU SUAMI ORANG / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of RINDU SUAMI ORANG: Chapter 11 - Chapter 20

50 Chapters

Bab 11

Bab 11"Kenapa jika kamu punya bukti, sewaktu Pak Riko dan Bu Sonia menyidang kita tidak diberikan saja bukti itu?" tanyaku memastikan.Mas Taka tertawa kecil, lalu ia menghela napas sambil tersenyum. "Diana, aku tidak ingin masalah rumah tangga kita dibuka di depan umum, aku mencintaimu, tidak ingin membuka aibmu di hadapan orang lain, meskipun kamu telah menyakitiku," jawabnya membuatku tambah menyesal. Astaga, kenapa setan merasukiku, hanya karena Mas Reno lebih tampan, aku melepaskan Mas Taka yang penyabar. Ibarat berlian aku telah melepaskannya hanya demi menggenggam perak. "Satu lagi, aku tidak akan memberitahu masalah ini pada kedua orang tuaku, agar kamu tidak diusir dari rumah ini," tambahnya lagi."Mas, aku sangat menyesal, bisakah kita perbaiki?" tanyaku seraya memohon."Sudah tidak ada yang perlu diperbaiki, kamu wajib perbaiki kelakuanmu, tapi dengan lelaki yang akan menyuntingmu nanti setelah masa i
Read more

Bab 12

Bab 12"Ini ada apa? Diana gatal sama siapa?" tanya Mama Kenny ketika datang. Lalu aku meraih punggung tangannya untuk aku kecup."Nggak, Mah. Nggak ada apa-apa," jawab Difa. Ia pun melakukan hal yang sama mengecup punggung tangan mamanya."Mama ngapain ke sini?" tanya Difa. Ia tampak tidak menyukai kedatangan mamanya."Mau kasih ini ke Diana," jelasnya.Mama mertuaku duduk sambil meletakkan sebuah bingkisan yang ia bawa di atas meja. Difa pun langsung meraihnya dan melihat isi bingkisan itu tanpa bertanya lebih dulu. Kemudian dengan mata membulat, ia marah pada mertuaku. "Mah, yang anaknya Mama tuh aku, bukan Diana, kenapa beliin kalung emas segala untuk perempuan gatal ini?" tanya Difa dengan nada tinggi. Ini kebetulan sekali, kalungku putus kemarin.Aku jadi teringat obrolanku beberapa bulan lalu pada Mama Kenny. Ya, aku memang sangat dekat dengannya.***Flashback"Ini bagus nggak,
Read more

Bab 13

Bab 13 Aku letakkan ponsel itu di kamar yang sudah disediakan mertuaku. Kemudian, aku bergegas membantunya mengerjakan pekerjaan rumah. Namun, mama mertuaku berubah sikapnya. Aku bagaikan orang asing yang sengaja ia bawa lalu dicampakkan.  "Kamu di kamar saja, nggak usah bantu mama. Lagian sudah ada pembantu di sini yang akan merapikan nantinya," tuturnya saat aku menyentuh piring kotor.  Aku kembali ke kamar. Mondar-mandir memikirkan apalagi yang harus kukerjakan. Rasanya benar-benar sudah tidak mengenakan.  Kemudian, ada pesan masuk dari Mas Reno. Bisa-bisanya ia baru mengingatku sekarang.  [Diana, kamu di rumah? Tiap gang sekarang ada cctv, jadi kita tidak bisa ketemu di sini. Bisakah kita ketemuan di luar?] tanyanya membuatku geram. Mau apalagi lelaki itu? Belum puas kah menghancurkan hidupku ini?  
Read more

Bab 14

Bab 14  "Tolonglah Mas Arya ke butik miliknya, ini alamatnya, pasti ia ada di sana saat ini, tolong berikan minuman ini untuknya. Ya, aku ingin ia tidak cerai dengan suaminya, lalu menikah dengan Mas Taka, itu sangat menyakitkan untukku, nanti setelah aku selesai mediasi kan gantian dia," tuturku pada Mas Arya.  "Ini hanya obat tidur kan? Bukan racun?" tanya Mas Arya menyelidik.  "Bukan, Mas. Mana berani aku ngeracunin," timpalku.  Setelah memberikan minuman itu pada Mas Arya. Akhirnya ia pun pergi, setelah itu barulah aku menghubungi Mas Reno. Ia harus tahu rencanaku ini bisa membuatnya tidak kehilangan Amira. Untuk saat ini, aku menginginkan Mas Taka kembali ke pelukanku.   "Halo, Mas. Kamu sudah siap-siap mediasi?" tanyaku.  "Satu jam lagi," jawabnya. 
Read more

Bab 15

Bab 15  Perselingkuhan itu awalnya indah, namun setelahnya akan ada bencana yang menyiksa. Tidak heran orang yang berselingkuh akan mengalami kehancuran di ujung jalannya.   "Mas Taka bilang apa?" tanyaku menyelidik.  "Ya, suamimu itu sangat cinta padamu, hingga ia tidak ingin kamu masuk bui, cinta itu memang tidak harus memiliki, meskipun ia telah tersakiti, masih ada hati untuk tidak menjatuhkan kamu, Diana. Berhentilah untuk mempertahankan, sebab semakin engkau memaksa, maka emosi dan dendam akan muncul. Akui kesalahan dan mulai hidup yang baru," tutur Amira panjang lebar. Aku tidak butuh nasihat darinya, yang aku inginkan hanya Mas Taka kembali padaku.  "Ada satu hal yang perlu kamu tahu, aku juga tidak menginginkan ini, tapi Mas Reno yang lebih dulu menggodaku," sahutku di hadapannya.  "Oh, jadi kamu menya
Read more

Bab 16

Bab 16   "Perhatian! Kalau Anda sekalian mau tahu, owner dari butik yang Anda singgahi ini adalah seorang pelakor, ia telah memeras suamiku untuk berinvestasi di butik ini. Kalau bukan karena suamiku, ia takkan mampu punya butik!" sindirku di hadapan para pembeli yang datang. Aku tertawa sambil menyorot dari ujung ke ujung. Mereka semua jadi berisik menggunjing Amira yang kusebut pelakor.  "Diana! Kamu sudah gila, ya! Playing victim!" tegasnya.  "Aku punya bukti bahwa kamu telah menggoda suamiku agar mau berinvestasi!" timpalku lagi. Kemudian, aku keluarkan ponsel yang berisikan foto mereka ketika duduk bersama. Ya, para hadirin pasti percaya dengan foto ini.  "Wah, Bu Amira jahat ya, jangan-jangan nanti suami kita juga digoda!" teriak salah seorang pembeli yang membawa suami.  "Pantesan, kok bisa pegaw
Read more

Bab 17

Bab 17 Aku tunggu di restoran, sambil menunggu kabar mengenai kondisi Amira dan karyawannya di butik.Satu jam sudah setelah aku memberikan racun yang kutaburkan di sambal yang ada di makanan tersebut. Aku berharap cara ini berhasil. Jangan sampai terulang lagi kegagalan pada waktu itu.Aku duduk sambil menunggu kabar di sosial media miliknya. Bahkan butik yang baru launching sudah memiliki akun sosial media pribadi, tentunya akan memberikan berita mengenai wanita itu. Namun, setelah dua jam ojek online itu mengirimkan makanan, justru Asri yang mendapat telepon.Aku mencoba mendekati, untuk sekadar menyelidiki siapa yang bicara dengannya. Kudengar Asri sangat terkejut dan rasa tak percaya, lalu menutup teleponnya. Lalu aku bersembunyi di balik pintu, setelah mendengar ia akan berangkat ke satu tempat. Entahlah ia akan berangkat ke mana."Halo, Mas. Tolong pulang sekarang! Ini gawat, kita ha
Read more

Bab 18

Bab 18Sekarang aku mau berkelit seperti apa? Saksi sudah memojokkan aku, meskipun bukti tidak ada di tangan. Namun, jika aku mengaku, maka tamatlah riwayatku."Bohong, ini fitnah," ucapku sambil menggelengkan kepala."Bu Diana, ikut kami ke kantor, silakan jelaskan di kantor," ujar Pak Polisi."Nggak, saya nggak mau ditahan!" teriakku. Namun, mereka memaksaku sampai akhirnya aku tidak bisa lagi menghindar. "Asri, Mas Arya, aku tidak salah, kalian kan tahu sendiri Amira telah mengambil Mas Taka dariku, ia yang salah!" teriakku ketika petugas membawaku ke mobil. Namun, Asri hanya menatapku nanar, tanpa berkata-kata sedikit pun kepadaku.Aku menghela napas berat, rasanya ingin memaki Amira yang selalu menang, kenapa aku selalu kalah? Apakah tidak ada sedikit pun kebahagiaan yang singgah dalam hidupku?Kemudian setelah tiba di lokasi, aku diinterogasi oleh petugas yang berwajib. Semua ia tanyakan dari hal kec
Read more

Bab 19

Bab 19"Pak Tristan Adrian?" Aku terperanjat melihat foto yang ia tunjukkan. Seorang pengusaha ternama. Ada apa dengannya hingga rela membantuku? Apa lelaki tersebut naksir terhadapku? Aku hempas jauh-jauh pikiran itu. Mana mungkin ia naksir dengan ibu rumah tangga sepertiku?"Ya, itu beliau yang meminta saya untuk meringankan hukuman Anda." Pengacara berkata seperti itu, berati aku akan mendekam di penjara, hanya saja hukuman akan lebih ringan."Untuk apa orang asing membantu saya, adakah embel-embel?"tanyaku menyelidiki."Setiap perbuatan tentu ada balasan, begitu juga dengan perbuatan Pak Tristan, ia pasti mengharapkan balasan," sahutnya membuatku menyandarkan tubuh ini di sandaran kursi."Sudah kutebak, pengusaha sepertinya  tak mungkin membantu jika tidak ada keinginan," jawabku tertawa kecil.Aku diam sejenak, kalau aku tidak terima tawarannya, bisa membuatku semakin menyiksa. Jika terbukti aku
Read more

Bab 20

Bab 20  Aku tinggalkan mereka, tapi Mas Taka berusaha meneriakiku.  "Diana! Tunggu!" teriaknya. Aku pun berhenti. Sedari tadi aku menunggu Mas Taka bicara, tapi ia justru cuek. Sekarang setelah aku hendak meninggalkannya, ia baru menyapaku.  "Apa, Mas? Bukankah Amira sudah cukup membuatmu nyaman? Bukankah kamu tidak membutuhkanku lagi?" tuturku.  "Aku cuma mau bilang, besok tidak dapat hadir dalam persidanganmu, karena harus menghadiri persidangan cerai kita," terangnya sangat menyakitkan.   Aku menghela napas panjang, lalu menyodorkan tangan ini padanya. "Selamat, Mas. Kamu menang, selamat menempuh hidup baru dengan Amira," ucapku kemudian meninggalkan mereka berdua.  Rasa gengsi ini masih menjadi-jadi, gengsi untuk meminta maaf pada mereka berdua membuatku terkurung di balik
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status