Bab 17
Aku tunggu di restoran, sambil menunggu kabar mengenai kondisi Amira dan karyawannya di butik.
Satu jam sudah setelah aku memberikan racun yang kutaburkan di sambal yang ada di makanan tersebut. Aku berharap cara ini berhasil. Jangan sampai terulang lagi kegagalan pada waktu itu.Aku duduk sambil menunggu kabar di sosial media miliknya. Bahkan butik yang baru launching sudah memiliki akun sosial media pribadi, tentunya akan memberikan berita mengenai wanita itu. Namun, setelah dua jam ojek online itu mengirimkan makanan, justru Asri yang mendapat telepon.Aku mencoba mendekati, untuk sekadar menyelidiki siapa yang bicara dengannya. Kudengar Asri sangat terkejut dan rasa tak percaya, lalu menutup teleponnya.Lalu aku bersembunyi di balik pintu, setelah mendengar ia akan berangkat ke satu tempat. Entahlah ia akan berangkat ke mana.
"Halo, Mas. Tolong pulang sekarang! Ini gawat, kita haBab 18Sekarang aku mau berkelit seperti apa? Saksi sudah memojokkan aku, meskipun bukti tidak ada di tangan. Namun, jika aku mengaku, maka tamatlah riwayatku."Bohong, ini fitnah," ucapku sambil menggelengkan kepala."Bu Diana, ikut kami ke kantor, silakan jelaskan di kantor," ujar Pak Polisi."Nggak, saya nggak mau ditahan!" teriakku. Namun, mereka memaksaku sampai akhirnya aku tidak bisa lagi menghindar. "Asri, Mas Arya, aku tidak salah, kalian kan tahu sendiri Amira telah mengambil Mas Taka dariku, ia yang salah!" teriakku ketika petugas membawaku ke mobil. Namun, Asri hanya menatapku nanar, tanpa berkata-kata sedikit pun kepadaku.Aku menghela napas berat, rasanya ingin memaki Amira yang selalu menang, kenapa aku selalu kalah? Apakah tidak ada sedikit pun kebahagiaan yang singgah dalam hidupku?Kemudian setelah tiba di lokasi, aku diinterogasi oleh petugas yang berwajib. Semua ia tanyakan dari hal kec
Bab 19"Pak Tristan Adrian?" Aku terperanjat melihat foto yang ia tunjukkan. Seorang pengusaha ternama. Ada apa dengannya hingga rela membantuku? Apa lelaki tersebut naksir terhadapku? Aku hempas jauh-jauh pikiran itu. Mana mungkin ia naksir dengan ibu rumah tangga sepertiku?"Ya, itu beliau yang meminta saya untuk meringankan hukuman Anda." Pengacara berkata seperti itu, berati aku akan mendekam di penjara, hanya saja hukuman akan lebih ringan."Untuk apa orang asing membantu saya, adakah embel-embel?"tanyaku menyelidiki."Setiap perbuatan tentu ada balasan, begitu juga dengan perbuatan Pak Tristan, ia pasti mengharapkan balasan," sahutnya membuatku menyandarkan tubuh ini di sandaran kursi."Sudah kutebak, pengusaha sepertinya tak mungkin membantu jika tidak ada keinginan," jawabku tertawa kecil.Aku diam sejenak, kalau aku tidak terima tawarannya, bisa membuatku semakin menyiksa. Jika terbukti aku
Bab 20Aku tinggalkan mereka, tapi Mas Taka berusaha meneriakiku."Diana! Tunggu!" teriaknya. Aku pun berhenti. Sedari tadi aku menunggu Mas Taka bicara, tapi ia justru cuek. Sekarang setelah aku hendak meninggalkannya, ia baru menyapaku."Apa, Mas? Bukankah Amira sudah cukup membuatmu nyaman? Bukankah kamu tidak membutuhkanku lagi?" tuturku."Aku cuma mau bilang, besok tidak dapat hadir dalam persidanganmu, karena harus menghadiri persidangan cerai kita," terangnya sangat menyakitkan.Aku menghela napas panjang, lalu menyodorkan tangan ini padanya. "Selamat, Mas. Kamu menang, selamat menempuh hidup baru dengan Amira," ucapku kemudian meninggalkan mereka berdua.Rasa gengsi ini masih menjadi-jadi, gengsi untuk meminta maaf pada mereka berdua membuatku terkurung di balik
Bab 21"Uang? Rasanya kebahagiaanku sudah hilang, jadi meskipun disodorkan dengan gepokan uang sekalipun takkan membuatku bahagia," jawabku menolak ajakannya. "Sadarlah Reno, jangan terus menerus mengikuti egomu, sekarang kamu sudah mapan, tunjukkan pada dunia, bahwa kamu pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Amira," tambahku.Kemudian, Mas Reno termenung, lalu aku bangkit hendak kembali ke sel tahanan. Namun, tanganku ditarik olehnya."Ya, wanita itu adalah kamu, Diana. Aku akan tunggu kamu sampai keluar dari bui ini," ucap Mas Reno membuatku tertawa kecil. Bisa-bisanya ia mengeluarkan senjata itu lagi. Aku tahu betul seberapa buayanya Mas Reno."Sudahlah, jangan becanda. Aku tahu siapa kamu," tepisku sambil balik badan dan meninggalkan Mas Reno. Namun, lagi-lagi ia menghentikan langkah kaki ini.
Bab 22Aku menghampiri pengunjung yang datang, dan ternyata mantan mertuaku dan Diva yang datang. Aku meraih punggung tangan mantan mertuaku. Begitu juga dengan Diva ia sangat sopan terhadapku.Kemudian, mereka duduk bersebelahan. Sedangkan aku berada di depannya. Sudah lama aku tidaj bertemu dengannya, terakhir ketika putusan sidang, tapi sekalinya bertemu, mereka mengunjungiku di penjara.Mama menggenggam tanganku. "Kamu hamil, Diana? Apa itu anak Taka?" tanyanya. Aku tahu pasti ia menanyakan hal itu, pasti dikarenakan perselingkuhan itu."Aku yakin ini anak Mas Taka, tapi bukan berarti aku minta balik lagi kok, Mah," ucapku sambil mengembangkan senyuman."Ya, Mama tahu itu, Mama ke sini hanya untuk memastikan bahwa kandunganmu baik-baik saja," ucap mama sambil bangkit. Ia menghampiriku lalu duduk di sebelahku. Setelah itu
Bab 23"Cukup!" teriakku. Kemudian perlahan kaki ini menghampiri mereka. "Kalau aku tidak mendekam di penjara, anak itu aku yang rawat dan takkan kubiarkan siapa pun memilikinya," ucapku pada mereka."Diana, kamu baru saja melahirkan, lebih baik berbaring," suruh Mas Taka sambil coba menuntunku."Nggak usah nuntun aku, Mas. Kamu bukan suamiku lagi, kamu suami orang, Mas," sanggahku sambil menepis tangannya."Biarkan aku saja yang menuntunnya," susul Mas Reno."Aku ingin bayi itu dirawat mantan mertuaku. Lagian aku heran sama kamu, Mas, sewaktu aku berkhianat dan dibenci suamiku sendiri, kamu pun ikut meninggalkan aku, kamu lebih rela mempertahankan dengan Amira. Kau anggap apa aku saat itu, Mas? Hah!" sentakku pada Mas Reno."Aku tahu saat itu aku salah, maaf, beribu kata maaf
Bab 24Aku baca hasil dari Mas Reno, dan ternyata hasilnya mereka tidak cocok. Aku senyum semringah, itu artinya Dika adalah anak Mas Taka, dan aku tidak salah pilih orang tua yang merawatnya sampai aku keluar dari penjara."Mas, kamu bukan ayah biologisnya Dika," terangku pada Mas Reno. Ia pun hanya mengangguk, terpancar kesedihan di matanya."Aku ayah kandung Dika, jadi setelah kamu keluar dari penjara, kita akan sidang hak asuh," tutur Mas Taka membuatku geram. Maksudnya apa? Kenapa ia bicara seperti itu?Aku menggelengkan kepala, kemudian menggebrak meja. "Mas, kamu benar-benar sudah berubah! Dia anakku, setelah aku keluar dari penjara, takkan kubiarkan ia tinggal bersamamu!" sentakku kesal.Manusia memang tidak ada yang sempurna, di sela-sela kebaikannya, pasti ada saja celah keburukan. Kupikir Mas Taka ba
Bab 25"Ayo kita bawa ke rumah Pak RT!" teriak salah seorang warga."Stop! Saya bilang stop! Kami bukan penculik, anak ini anak kami, namanya Redika, panggilannya Dika," ucap Mas Reno."Ah bisa saja kalian mengintai Dika, makanya tahu namanya," tutur orang itu lagi.Mamanya Amira terus mendekap erat tubuh Dika, ia seperti tak mau kehilangan sosok anak yang kukandung itu. Padahal awalnya hanya menitipkan, tapi kenyataannya, tidak ada manusia yang benar-benar baik, di sisi baiknya pasti ada sedikit celah keburukan.Aku menghela napas berat. Sepertinya harus pasrah pergi dari rumah ini dengan tangan kosong. Ya, aku akan kembali lagi dengan membawa bukti agar mereka tidak bisa mengelak lagi.Aku menatap wajah Dika. Sejak lahir ia tidak mengenali mamanya. Memang salahnya di sini. Y
Bab 50Mas Taka sontak melepaskan dekapan Diana. Begitu juga sebaliknya, Diana segera mundur dan mengedarkan pandangannya ke arahku. Kemudian, ia tersenyum lekat sambil menghapus air matanya.Aku menghampiri Mas Taka, lalu menggandeng lengannya yang masih terdiam kaku di depan pintu."Maaf, aku bikin suasana rumah ini jadi kacau, sekali lagi maaf," ucap Diana sambil menunduk.Mas Taka menatapku, ia masih terdiam membisu."To the point aja, ada apa Diana? Kenapa datang-datang langsung nyergap suami orang?" cecarku sedikit sinis. Sebab, kecemburuan suatu hal yang wajar terjadi jika menyaksikan kejadian singkat tadi.Tidak lama kemudian, Mas Reno muncul turun dari mobil, membawa Dika dengan menggendongnya. Ada tawa yang terdengar renyah di ujung sana.
Bab 49"Siapa itu Taka?" tanya mertuaku pada anaknya. Dengan jawaban yang sama, ia hanya menggelengkan kepalanya.Kemudian, kami melepaskan seat. Setelah itu terlihat kaki seseorang turun dari mobil tersebut. Dari high heels yang dikenakan sudah terlihat ia adalah wanita.Aku coba tarik napas, lalu menoleh ke arah Mas Taka sesekali, dan memusatkan perhatianku padanya."Rosa kah itu?" tanyaku. Mamaku yang masih berada di dalam mobil, berusaha menepuk bahu ini dari belakang."Jangan emosi dulu, bicarakan baik-baik di dalam rumah," pesan Mama Silvi, mamaku. Seharusnya ia tidak berada di sini. Namun, karena aku khawatir dengannya, jadi meminta mama ikut ke rumah lebih dulu.Aku melontarkan senyuman pada mama dan mertuaku. Kemudian, kembali menyorot Mas Taka."
Bab 48"Apa, Amira? Barusan kamu bicara apa?" tanya mamaku seperti meringis kesakitan.Tiba-tiba saja aku teringat, bahwa mama lemah jantung. Astaga, apa yang aku lakukan barusan?"Mah, Amira tidak bicara sungguhan, ia hanya main-main supaya diizinkan tetap bersama Taka, percayalah," lirih Mas Taka menghampiri. Aku baru tersadar, bahwa inilah tujuan Mas Taka menyuruhku ikut bersama mama, hanya ingin menjaga kondisi mertuanya baik-baik saja. Namun, aku sendiri yang membuyarkan rencana Mas Taka.Bruk!Mama ambruk seketika, ia jatuhkan bobot tubuhnya ke lantai."Mah!" teriakku ketika melihat sosok wanita yang membesarkanku kini jatuh lunglai ke lantai.Mas Taka membantu mengangkat mama dan membawanya ke rumah sakit. Aku yang selepas operas
Bab 47"Nanti kita lihat saja di rumah ya, aku nggak bisa bicara sambil nyetir," ucap Mas Taka membuatku tambah penasaran. Apa yang sebenarnya ia rahasiakan dariku? Kenapa nunggu sampai di rumah?Aku terus menerus mempertanyakan dalam hati. Sesekali mataku melirik ke arahnya. Ia terlihat agak pendiam, tidak banyak bicara dan bersikap mesra seperti yang dilakukan biasanya. Dingin, kini Mas Taka berubah sedingin es, lelaki yang sudah berjanji telah memaafkan kini sikapnya berubah lagi.Otakku terus berputar, mengingat apakah ada kesalahan yang kuperbuat namun belum diketahui olehnya. Aku ingat-ingat tapi tidak ada satu pun yang melintas di kepala ini."Mas, jika ada satu kesalahan yang belum kusadari, tolong beritahu, aku ingin memperbaikinya," pintaku membuat ia menoleh. Sayup matanya memandangku diiringi senyuman tipis.&nbs
Bab 46"Taka, kamu pindahin aja istrimu ke kelas 2, ngapain di VVIP," sindirnya membuatku menelan ludah. Tidak seperti biasanya ia bersikap seperti itu.Aku hanya tertunduk, sebab sebelumnya aku juga sudah memintanya untuk memindahkan aku ke ruangan yang sesuai dengan asuransi, supaya tidak menjadi beban keluarga."Mah, dua hari lagi juga sudah boleh pulang kok, nggak apa-apa di sini dulu," jawab Mas Taka membelaku.Diva hanya menunduk, sesekali wajahnya menatapku juga, tapi tidak seperti biasanya. Ada apa dengan mereka?"Mah, kalau aku ada salah, maafin aku," ucapku coba berlapang hati meminta maaf lebih dulu."Nggak, Amira, ini bukan tentang minta maaf, tapi tentang harga diri!" celetuk mertuaku membuatku sedikit mencerna ucapannya."Apa maksud Mam
Bab 45"Kenapa bisa banyak darah, Sus? Padahal saya tidak merasakan sakit apa-apa?" tanyaku penasaran. Sebab, jika pendarahan, tentu aku mengalami nyeri hebat."Sebentar, Bu. Saya mau cek bagian saluran air seninya dulu," balasnya.Suster itu sangat sibuk memeriksa kenapa banyak darah yang berceceran di selimut hingga baskom untuk air kencing. Dengan cekatan ia membuang lebih dulu isi baskomnya. Kemudian, memeriksa kembali.Mas Taka yang trauma melihat darah ketika kemarin aku pendarahan pun pamit keluar."Sebentar ya, Bu. Kita ulang kembali masang kateter lagi. Sama pembalutnya diganti," ujar suster."Apa nggak bisa dilepas saja, Sus?" tanyaku balik."Nunggu 24 jam, Bu," jawabnya."Tapi ini kenapa kok bisa ba
Bab 44"Mereka bilang Dika dirawat di rumah sakit ini juga, barusan banget, Dika kejang tanpa demam," ucap Mas Taka membuatku terkejut."Astaga, Mas. Aku ingin jenguk," sahutku padanya."Nanti ya nunggu kamu sudah bisa lepas kateter," timpal Mas Taka. "Padahal tadi ketika nunggu kamu dari observasi, Mas ketemu baik-baik saja," imbuhnya lagi.Tidak ada manusia yang mampu melawan takdir. Namun, aku baru saja ingin menerima Dika sebagai anakku juga, mau nerima atas kekurangan yang ia miliki. Baru saja hati ini ingin menebus kesalahanku yang pernah menelantarkan Dika, yang pernah cubit bahkan bentak Dika sebelum perasaan itu timbul."Mas, maafin aku, kalau boleh minta, aku ingin Dika ikut bersama kita supaya bisa menebus kesalahanku yang telah lalu, jujur sekarang hanya ada penyesalan," tuturku diiringi air mata ya
Bab 43Kemudian dokter pun memberikan baskom, supaya jika aku muntah langsung ke baskom tersebut."Bu, Ibu nervous ya? Coba Bu Amira tarik napas, kemudian hembuskan. Jangan mikir macam-macam," suruh dokter yang berpakaian hijau dan memakai tutup kepala.Aku mengangguk, memang kuakui gugup ketika melihat jarum suntik hampir menusuk ke tubuh. Lalu kupraktekkan apa yang disuruh olehnya. Kemudian, bersama team dokter diminta untuk relaks lagi. Setelah itu barulah jarum itu disuntikkan."Tenang ya, Bu. Biusnya tidak total, hanya untuk pinggul ke bawah." Dokter bicara sambil mempersiapkan. Tidak lama kemudian, team medis berdoa. Lalu setelah memastikan obat biusnya mengalir ke organ tubuh bagian bawah, barulah dimulai melakukan operasi.***Setelah operasi selesai, aku dibawa ke ruangan observasi. Nanti
Bab 42"Alhamdulilah, tumornya bukan tumor ganas, tapi tetap waspada ya Bu, kita lakukan operasi pengangkatan tumor jinak," ucap dokter. "Lalu bagaimana dengan Pak Taka? Apa setuju?" tanyanya lagi.Aku dan Mas Taka saling beradu pandang. Di sisi lain aku senang dengan ucapannya. Namun, ada rasa takut juga melakukan tindakan operasi."Lakukan yang terbaik untuk istri saya, Dok, kalau operasi jalan yang terbaik, maka lakukanlah," jawab Mas Taka membuatku menoleh ke arahnya.Ia sangat memperhatikanku. Seharusnya dari dulu aku menyadari apa yang ia korbankan semuanya demi aku. Dari berinvestasi untuk butik meskipun kini bangkrut, sampai harus mengorbankan menyerahkan Dafa demi aku."Baiklah, kalau begitu kita urus jadwal operasinya ya, Pak," ucap dokter sambil menepuk-nepuk bahunya.