Semua Bab Jerat Cinta Masa Lalu: Bab 41 - Bab 50

81 Bab

Rasa yang Hilang

“Hai Alexa.”Seorang dokter yang selama ini merawat Alexa datang berkunjung untuk melihatnya yang terakhir kali. Ya, hari ini adalah hari di mana Alexa akan meninggalkan rumah sakit setelah sekian lama. Ia begitu bersemangat, beberapa pakaian sudah dipackingnya. Tas sudah siap. Ia sedang melipat selimut rumah sakit ketika dokter itu datang.“Hai, Dok.” Alexa tersenyum menyambutnya. Begitu pun Raynald yang sedang membantunya siap-siap.“Sekali lagi selamat ya, semoga setelah kembali ke rumah, keadaan kamu akan semakin membaik.”Alexa mengangguk. “Terima kasih untuk semuanya, Dok.” ucapnya tulus. Sang dokter hanya tersenyum dan mengangguk. “Jangan lupa untuk terapinya ya. Kamu masih membutuhkan itu.” Beliau menepuk lengan Alexa dengan pelan. Sementara perempuan itu mengangguk. “Baik kalau begitu, saya tinggal dulu.” “Terima kasih, dok.”Laki-laki berjas putih itu meninggalkan ruang rawat Alexa bersamaan dengan ibunya yang masuk ke dalam ruang rawatnya. “Alexa, Taxinya sudah datang.
Baca selengkapnya

Teka-Teki

Angin malam terasa begitu dingin hingga menusuk ke tulang. Rupanya sudah masuk musim dingin. Raynald bahkan sampai mengeratkan jaket  bomper abu-abunya. Sebenarnya, ia sudah mengajak Alexa untuk bertemu di tempat yang lebih nyaman dan tertutup. Tapi, perempuan itu tetap memaksa memilih tempat pertemuan di taman yang berada tak jauh dari rumahnya. Dan betapa senangnya Raynald ketika ia melihat Alexa datang. Tubuhnya bisa saja membeku kalau menunggu sedikit lebih lama. Ia rasa, Alexa tahu kalau dirinya tak bisa tahan dengan udara dingin.“Hai.” Sapa Raynald berusaha mengontrol gemetar bibirnya yang kedinginan.Alexa menjatuhkan tubuhnya di samping Raynald pada sebuah kursi panjang yang sejak tadi diduduki laki-laki itu. Ia hanya tersenyum tanpa membalas sapaan Raynald.“Kenapa gak besok saja? Ini sudah malam dna kamu harus istirahat.” ujar Raynald. Ia masih tak mengerti kenapa Alexa memakasanya untuk datang malam itu juga. Padahal gadi
Baca selengkapnya

Pengakuan

Seharian ini, Dylan merasa gelisah. Ia tak bisa fokus bekerja. Pekerjaannya bahkan beberapa kali salah. Berkali-kali ia mengalihkan pikirannya dari apa yang menghantuinya, tapi selalu saja berakhir sia-sia. Ia akan mendapati dirinya kembali larut dalam lamunan yang berkepanjangan. Tenggelam dalam pertanyaan-pertanyaan yang menemukan jawaban. ‘Kenapa, Laura tak bisa dihubungi beberapa hari ini?’Awalnya Dylan mencoba menghubungi perempuan itu untuk memintanya menemani dirinya memberikan hadiah untuk Alexa atas kepulangannya. Tapi Dylan mendapati panggilannya direject. Ia sempat terkejut, tapi mencoba positive thinking mungkin Laura sedang meeting atau bersama klien. Ia mencoba mengirimi pesan permintaan maaf dan meminta perempuan itu menghubunginya kembali. Tapi lagi-lagi tak ada respon. Pesannya terbaca tapi Laura bahkan tak membalasnya hingga satu dinihari. Esoknya, Dylan kembali menghubungi perempuan itu, dan berakhir sama. Panggilannya direject. Pesannya diabai
Baca selengkapnya

Dilema

Laura menatap layar ponselnya yang berkedip, menampilkan nama Dylan di sana. Hari ini, sudah kali ketiga ia mengabaikan panggilan laki-laki itu dan sudah tujuh hari sejak ia memutuskan untuk berhenti berhubungan dengannya. Atas dasar janjinya pada Raynlad, lagi-lagi Laura menekan tombol kunci layar pada ponselnya dan menelungkupkan benda itu. Ia mendesah. Entah kenapa tujuh hari ini Laura merasa begitu berat. Bahkan, ia sering tidak fokus pada pekerjaannya. Laura sungguh tak menyangka, ada desakan besar di dalam dadanya untuk bertemu dengan Dylan. Atau sekadar menjawab panggilan laki-laki itu. Namun tentu saja, ia tak ingin menghianati janjinya pada Raynald. Ia masih berharap pada hubungan mereka. “Kenapa gak diangkat?” Laura tersentak, memutar kursi kerjanya dan mendapati Angel yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya. Perempuan itu mengerutkan kening menunggu jawaban Laura. Sebenarnya, Laura sendiri masih bingung atas apa yang diala
Baca selengkapnya

Penyangkalan

Bab 45Angel merapatkan  jaket yang dikenakannya ke tubuh. Menelusuri jalanan beraspal yang basah sisa hujan sore tadi. Ia menyebrangi jalan dan masuk ke dalam sebuah cafe kecil bercahaya remang. Tak sulit menemukan sepupunya di sana. Raynald sedang menenggak minumannya di salah satu meja yang sudah di pesannya. Angel melanjutkan langkah menghampiri Raynald.“Hai, Sorry telat.” ujarnya sembari menarik sebuah kursi di depan Raynald dan menjatuhkan tubuhnya di sana.“It’s oke.” jawab Raynald. “Pesan. Sorry aku pesan dulu. Haus.” Raynald menyodorkan sebuah buku menu pada Angel. Perempuan itu mulai tenggelam dalam deretan huruf di depannya, sebelum kemudian ia kembali mengangkat wajah dan tangannya pada seorang waiters yang tak jauh dari mereka. “Milkshake Bannana.” Angel menyebutkan pesanannya yang segera dicatat sang waiters.“Hujan-hujan?” tanya Raynald memastikan Angel tak
Baca selengkapnya

Keputusan

Laura berjalan gontai menyusuri koridor kantornya. Waktu sudah menunjukkan pukul 18:00. Semua pekerjaannya sudah selesai jadi ia bisa pulang sedikit lebih Awal. Sayangnya, ia tak bisa menikmati waktunya yang begitu berharga dan jarang terjadi. Perasaannya sedang carut marut. Tentu saja semua karena Angel. Pengakuannya pada sahabatnya tadi telah membuat perempuan itu kesal dengan dirinya dan menghindarinya. Perasaannya jadi semakin tak menentu. Laura sadar di sini, dirinya memang salah. Tak tahu diri membuka hati kembali untuk laki-laki lain, sementara hubungannya dengan Raynald masih baik-baik saja. Bahkan Raynald sedang berusaha keras untuk membuat mereka tetap bersama. Laura mendesah untuk kesekian kalinya. Ia mendorong pintu kaca yang entah mengapa terasa berat. Tenaganya benar-benar habis terkuras atas apa yang sudah terjadi padanya. Pikiran yang kacau seolah menyedot habis tenaganya yang tersisa. Ia merasakan ponselnya yang berada pada saku celana bergetar. Laura mengeluarkan ben
Baca selengkapnya

Benci dan Cinta

Setelah pertemuan menyebalkannya dengan Angel, Raynald memacu mobilnya menuju kantor Laura. Sebenarnya apa yang dikatakan Angel benar-benar mengusik hatinya. Sebenarnya selama ini, Ray tidak pernah tenang atas apa yang sedang menghinggapi hubungan mereka. Kedekatan Laura dengan Dylan, jelas tidak bisa diabaikan. Ia tahu itu, hanya saja selama ini ia masih mencoba percaya pada Laura. Mencoba meyakinkan diri bahwa Laura tak seperti perempuan sebelumnya. Maka malam ini, Raynald akan meminta penjelasan pada Laura. Meminta jawaban tentang perasaan perempuan itu terhadap Dylan. Ia memarkir mobilnya di salah satu area parkir di  luar gedung kantor Laura. Dia sedikit malas untuk memarkir mobilnya di area parkir di dalam gedung karena ia hanya mampir sebentar untuk menjemput Laura. Raynald memutuskan menunggu di dalam mobilnya. Sudah mulai masuk musim dingin, ia tak kuat jika harus merasakan dinginnya angin malam yang menusuk tulang.Mesin mobilnya sudah dimatikan. Raynald merogo
Baca selengkapnya

I Love You, Lau!

Malam sudah semakin larut, tapi rasanya Dylan masih enggan beranjak dari sisi Laura. Rasanya malam ini ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama gadis itu. Rasanya saat ini ia tak ingin berjauhan dari gadis itu. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Dylan merasa benar-benar hidup kembali. Ia tak henti tersenyum. Malam ini semuanya terasa benar. Tangan Laura yang berada di genggamannya. Kepala Laura yang terkulai di atas bahunya. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain jujur pada perasaan sendiri. Akhirnya mereka dapat menikmati malam yang selalu diharap-harapkan Dylan akan kedatangannya. Setelah acara kencan pertama mereka, Dylan yang mengantar Laura pulang tak juga beranjak dari tempatnya. Keduanya menikmati waktu bersama di dalam mobil. Meski sama-sama tahu kalau apa yang mereka lakukan adalah kesalahan, tapi mereka tak bisa menolak. Tak ada yang bisa menolak jatuh cinta. Tak ada yang bisa mengelak darinya. Tak ada yang bisa menghindarinya. Terlebih, tak ada ya
Baca selengkapnya

Serangan Bertubi-Tubi

Raynald memasuki kamarnya yang gelap dengan kepala tertunduk. Otaknya seakan terisi penuh dengan berbagai pikiran dan pertanyaan. Membuat tubuhnya terasa lelah untuk menyangga. Ditutupnya pintu di belakang tubuhnya dengan lesu. Lantas dalam sekali tarikan napas, Raynald membanting tas yang tentengnya dengan kasar. “BRENGSEK!” Ditendangnya tas yang tergeletak di bawah kakinya, dengan kejam. Darahnya seakan mendidih setiap mengingat apa yang dilihatnya beberapa menit lalu. Tatapan Laura, genggaman tangan Dylan, dan penolakan gadis itu atas segala yang dilakukan Dylan. Raynald menjatuhkan tubuhnya, duduk disisi tempat tidur. Napasnya memburu, diraupnya wajah dengan kedua tangan. Sungguh, rasa sakit tak terkira sedang menggerogoti hatinya. Ia tak menyangka akan kembali merasakan hal yang pernah dirasakannya beberapa tahun silam ketika bersama Alexa. Terlebih, orang yang melakukannya adalah orang yang sama. Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan pon
Baca selengkapnya

Pengakuan dan Permintaan

Biasanya, Raynald adalah pria yang mampu mengontrol emosinya. Ia pernah begitu sakit hati ketika melihat Alexa bermain di belakangnya dengan pria lain, tapi Raynald masih dapat mengontrolnya. Ia masih bisa mengendarai mobilnya dengan kecepatan stabil. Ia masih bisa menyelesaikan urusan kantornya tanpa membuat semua rekan kerjanya frustasi. Ia masih bisa berpikir jernih untuk tidak melukai diri atau mencelakakan orang lain. Namun malam ini, Raynald benar-benar kehilangan kendali. Mungkin karena ia menerima dua fakta sekaligus. Oh, tidak. Tiga fakta. Pertama, fakta tentang Laura yang menghianatinya dan mengabaikan pesannya hingga sampai saat ini. Kedua, pernyataan cinta sepupunya itu yang sungguh membuat kepalanya terasa ingin pecah. Ia bahkan tak tahu lagi bagaimana ia akan berhadapan dengan perempuan itu nantinya. Bukankah jika sebuah rasa sudah terungkap, akan sedikit canggung untuk melakukan pertemuan seperti biasanya kembali. Raynald sadar, begitulah cinta bekerja. T
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status